Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Analisis Vegetasi Kawasan Hutan Adat Lindu Untuk Penilaian Kesehatan Hutan Daerah Penyangga Heru Setiawan
Prosiding Seminar Biologi Vol 2 No 1 (2016): Prosiding Seminar Nasional From Basic Science to Comprehensive Education
Publisher : Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/psb.v2i1.3655

Abstract

Kawasan hutan adat lindu termasuk dalam kawasan daerah penyangga Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Keberadaan hutan adat lindu mempunyai peranan yang sangat penting dalam menopang kehidupan sosial ekonomi masyarakat suku lindu. Semakin berkembangnya masyarakat adat lindu, menuntut kebutuhan hidup yang semakin banyak dan dapat berdampak pada menurunnya kualitas hutan adat lindu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi dan pengukuran indeks nilai penting guna menilai tingkat kesehatan hutan di kawasan hutan adat lindu. Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan adat lindu yang berada di dua desa di kawasan penyangga TNLL, yaitu Desa Anca dan Desa Tomado. Penelitian ini menggunakan metode kuadrat yang diletakkan secara purposive sampling menyesuaikan dengan kondisi tegakan. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa tumbuhan penyusun hutan di kawasan hutan adat lindu yang berlokasi di Desa Tomado terdiri atas semai sebanyak 10 jenis, pancang 9 jenis, tiang 10 jenis dan pohon 16 jenis, sementara di Desa Anca terdiri atas semai 24 jenis, pancang 24 jenis, tiang 21 jenis dan pohon 41 jenis. Pada pengukuran nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) di kawasan hutan adat lindu di Desa Tomado yang tertinggi ditemukan pada tingkat pohon (2,729) dan terendah ditemukan pada tingkat semai (2,118). Sedangkan di Desa Anca nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) yang tertinggi ditemukan pada tingkat pohon (3,429) dan terendah ditemukan pada tingkat semai (2,637). Dari perbandingan data di atas dapat diketahui bahwa kawasan hutan adat lindu yang berada di Desa Anca mempunyai tingkat keanekaragaman jenis lebih tinggi dibandingkan hutan adat lindu yang berada di Desa Tomado. Secara umum, tingkat keragaman vegetasi di kawasan hutan adat lindu termasuk dalam kategori baik dengan nilai indeks keragaman pohon rata-rata sebesar 3,079. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada kelas pertumbuhan pohon di hutan adat lindu yang berlokasi di Desa Anca adalah Ficus sp, dengan nilai INP sebesar 47,58%, sedangkan di Desa Tomado, INP tertinggi juga pada jenis Ficus sp dengan nilai INP sebesar 43,44%. Kata Kunci : keragaman vegetasi, Indeks Nilai Penting, daerah penyangga, Hutan adat Lindu
Ancaman Terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) dan Upaya Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate Heru Setiawan
Buletin Eboni Vol 10, No 2 (2013): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.618 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5020

Abstract

Kima (Tridacnidacna sp.) merupakan salah satu biota laut yang masuk dalam kelompok  kerang raksasa. Pemerintah telah menetapkan kima dalam kelompok satwa yang dilindungi. Sejak tahun 1983, konvensi internasional untuk perdagangan satwa yang terancam punah (CITES) menggolongkan kelompok satwa ini dalam Appendix II yang berarti kelompok spesies yang diduga terancam punah akibat perdagangan yang tidak terkendali. Taman Nasional Taka Bonerate merupakan salah satu habitat kima. Keberadaan populasi kima di alam menurun sangat drastis akibat dari berbagai faktor, terutama dari aktivitas manusia, seperti perburuan, kerusakan habitat, penggunaan potasium dan bom ikan, serta penangkapan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Selain itu, prospek ekonomi hewan ini juga sangat besar, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, untuk hewan hias di akuarium dan cenderamata (suvenir). Untuk menjaga populasi dan kelestarian kima di alam diperlukan upaya-upaya konservasi melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan, kegiatan perlindungan habitat dan pengawasan, penambahan populasi di alam dan menjaga kearifan tradisional masyarakat setempat. Budidaya terhadap hewan ini belum banyak dikembangkan. Untuk mengurangi tekanan terhadap populasi kima di alam, usaha budidaya berbasis konservasi perlu menjadi alternatif dalam menjaga kelestarian kima.
Pencemaran Logam Berat di Perairan Pesisir Kota Makassar dan Upaya Penanggulangannya Heru Setiawan
Buletin Eboni Vol 11, No 1 (2014): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.154 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5028

Abstract

Wilayah pesisir Kota Makassar berkembang pesat yang ditandai dengan reklamasi laut untuk pemukiman, pusat perniagaan, industri dan pelabuhan. Aktivitas tersebut dapat menimbulkan penurunan kualitas perairan pesisir Kota Makassar. Hasil analisis kandungan logam berat Pb, Cd dan Cu pada perairan dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di perairan sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga dan muara Sungai Tallo menunjukkan, kandungan Pb di perairan sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga 0,110 ppm dan muara Sungai Tallo 0,097 ppm. Kandungan logam berat Cd di perairan sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga 0,030 ppm dan muara Sungai Tallo 0,729 ppm. Kandungan logam berat Cu pada perairan sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga  0,020 ppm dan muara Sungai Tallo 0,165 ppm. Berdasarkan pedoman baku mutu air laut, kandungan logam berat pada kedua perairan tersebut berada diatas ambang batas normal. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat toksisitas logam berat pada perairan pesisir Kota Makassar adalah dengan penanaman mangrove. Vegetasi mangrove mempunyai mekanisme untuk menghadapi konsentrasi polutan yang tinggi dengan cara ameliorasi dan toleransi.
Monitoring dan Evaluasi Sub Daerah Aliran Sungai Kawatuna di Sulawesi Tengah Hasnawir Hasnawir; Heru Setiawan; Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 12, No 2 (2015): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.966 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5064

Abstract

Monitoring dan evaluasi terhadap daerah aliran sungai (DAS) merupakan paramater yang penting untuk menilai kinerja suatu DAS. Tulisan ini memuat informasi monitoring dan evaluasi DAS pada aspek lahan dan tata air di sub DAS Kawatuna, DAS Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Sub DAS Kawatuna adalah salah satu sub DAS di wilayah iklim kering dengan curah hujan tahunan rata-rata 729 mm/tahun. Monitoring dan evaluasi DAS pada aspek lahan menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering dengan topografi lahan dari datar, berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Berdasarkan kondisi iklim dan karakteristik biofisik sub DAS Kawatuna, daerah ini sangat sesuai untuk pengembangan budidaya bawang merah. Tingkat kekritisan lahan di sub DAS Kawatuna banyak dijumpai pada lahan berombak dan berbukit. Tingkat erosi bervariasi dengan kategori ringan sekitar 57%, sedang sekitar 18%, berat sekitar 10% dan sangat berat sekitar 15%. Monitoring dan evaluasi pada aspek tata air sub DAS Kawatuna menunjukkan bahwa Koefisien Regim Sungai (KRS) adalah 4,54 - 16,50, Indeks Peggunaan Air (IPA) adalah 0,46 dan Koefisien Variansi (CV) adalah 0,08. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-Set/2009 sub DAS Kawatuna termasuk dalam kategori baik. Kualitas air Sungai Kawatuna sebagian tercemar dengan tingkat kekeruhan air yang cukup tinggi. Debit air harian rata-rata 2,86 m3/detik. Rendahnya curah hujan di sub DAS Kawatuna menyebabkan masalah ketersediaan air bersih dan kekeringan.
Potensi KHDTK Malili Sebagai Rosot Karbondioksida dalam Rangka Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim Heru Setiawan
Buletin Eboni Vol 12, No 1 (2015): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.705 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5050

Abstract

Konsentrasi gas karbondioksida (CO2) di atmosfer yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya pemanasan global yang berdampak pada terjadinya perubahan iklim. Keadaan ini dapat mengancam kehidupan di muka bumi karena dapat memicu terjadinya perubahan kondisi ekologi yang menyebabkan punahnya spesies flora dan fauna tertentu. Usaha untuk mengurangi emisi gas CO2 di atmosfer dapat dilakukan dengan menjaga hutan agar tidak rusak. Hutan menjadi salah satu ekosistem yang paling dominan dalam mengkonsumsi CO2 sehingga hutan mempunyai kontribusi penting sebagai penyerap CO2 atau dikenal sebagai rosot karbondioksida. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Malili merupakan tipe hutan hujan tropis dataran rendah yang mempunyai kemampuan rosot karbon yang tinggi. Potensi gas CO2 yang mampu diserap oleh tegakan hutan di KHDTK Malili adalah 1.046,23 ton/ha. Potensi serapan karbondioksida tersebut berasal dari biomassa maupun nekromasa. Potensi serapan CO2 yang berasal dari biomassa diantaranya berasal dari tegakan pohon sebesar 824,53 ton/ha, tiang 171,96 ton/ha, pancang 38,28 ton/ha, dari semai dan tumbuhan bawah sebesar 1,08 ton/ha. Potensi serapan karbondioksida dari nekromassa berasal dari pohon mati 4,45 ton/ha, serasah 4,11 ton/ha, dan kayu mati sebesar 1,84 ton/ha.
Analisis Tingkat Kapasitas Dan Strategi Coping Masyarakat Lokal Dalam Menghadapi Bencana Longsor- Studi Kasus Di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah Heru Setiawan
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpsek.2014.11.1.70-81

Abstract

Longsor di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar pada tahun 2007 mengakibatkan puluhan rumah rusak dan puluhan nyawa melayang. Analisis tingkat kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana longsor merupakan elemen penting untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana longsor yang akan terjadi di masa mendatang dan untuk meminimalkan dampak negatif yang timbul akibat bencana longsor. Penelitian ini dilakukan di Desa Tengklik dan Desa Tawangmangu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi coping yang dilakukan masyarakat lokal dan menilai tingkat kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi bencana longsor. Metode survei dengan pemilihan responden yang dilakukan secara acak, diaplikasikan untuk mengetahui jenis-jenis staregi coping dan tingkat kapasitas masyarakat terhadap bencana longsor. Jumlah responden sebanyak 93 orang ditentukan secara proporsional dan tersebar di lima dusun, yaitu Dusun Plalar, Guyon, Sodong dan Salere di Desa Tengklik dan Dusun Ngledoksari di Desa Tawangmangu. Wawancara terhadap responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan tipe pertanyaan terbuka dan tertutup. Masyarakat lokal menerapkan empat tipe strategi coping, yaitu ekonomi, struktural, sosial dan kultural. Terdapat 51,6% responden mempunyai tingkat kapasitas yang tinggi, 33,3% berada pada tingkat sedang dan hanya 15,1% yang berada pada tingkat rendah. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kapasitas masyarakat adalah tingkat pendidikan, penghasilan dan tipe rumah.
Akumulasi dan Distribusi Logam Berat pada Vegetasi Mangrove di Pesisir Sulawesi Selatan Heru Setiawan
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 7, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.167 KB) | DOI: 10.22146/jik.6134

Abstract

Tumbuhan mangrove mempunyai fungsi ekologis yaitu dapat menyerap, mengangkut dan menimbun materi yang bersifat toksik yang berasal dari sekitar lingkungan tempat tumbuhnya, salah satunya adalah logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akumulasi dan distribusi logam berat jenis Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd) pada vegetasi mangrove di perairan pesisir Sulawesi Selatan. Sampel vegetasi mangrove diambil dari empat lokasi, yaitu sekitar Pantai Tanjung Bunga Makassar, Muara Sungai Tallo Makassar, Teluk Pare-Pare dan Teluk Bone. Distribusi logam berat pada vegetasi mangrove dibagi dalam lima jaringan yaitu, akar napas, akar kawat, daun muda, daun tua dan ranting. Kandungan logam berat dalam sampel diukur dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometric(AAS). Hasil penelitian menunjukkan, akumulasi Pb terbesar berasal dari sampel vegetasi mangrove di Muara Sungai Tallo yaitu 36,1 ppm, akumulasi Cu terbesar dari Pantai Tanjung Bunga Makassar 42,8 ppm, dan akumulasi Cd terbesar dari Muara Sungai Tallo yaitu 29,3 ppm. Distribusi logam berat pada jaringan vegetasi mangrove yang paling tinggi, untuk Pb terdapat pada akar kawat yaitu 9,5 ppm, akumulasi logam berat Cd tertinggi terdapat pada jaringan daun muda yaitu 3,1 ppm, sedangkan akumulasi logam berat Cu yang tertinggi terdapat pada jaringan akar kawat yaitu 10,1 ppm. Secara umum, jenis Api-api (Avicennia marina) merupakan jenis mangrove yang paling besar menyerap logam berat dengan kandungan Pb sebesar 24,2 ppm, Cd sebesar 30, 9 ppm dan Cu sebesar 71,2 ppm.Katakunci: logam berat, mangrove, perairan pesisir, Sulawesi Selatan Accumulation and Distribution of Heavy Metals in Mangrove Vegetation of the Coastal of South SulawesiAbstractMangroves have ecological functions to absorb, transport and stockpile toxic materials, e.g., heavy metal from surrounding environment. This research aimed to know the accumulation and distribution of heavy metals, i.e. Lead (Pb), Cuprum (Cu) and Cadmium (Cd) in mangrove vegetation of South Sulawesi. Vegetation samples were collected from four research location, which were Tanjung Bunga Makassar, Tallo River Makassar, Pare-Pare Bay and Bone Bay. Distribution of heavy metals in mangrove tissues was devided into five areas: pneumatophora, cable root, young leaves, old leaves and twig. Heavy metal content in the samples was measured using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). The results showed that the highest accumulation of Pb was derived from the sample in Tallo River with 36.1 ppm. The highest accumulation of Cu was derived from Tanjung Bunga Makassar with 42.8 ppm. The highest accumulation of Cd was derived from Tallo River with 29.3 ppm. The distribution of heavy metals in mangrove showed that the highest accumulation of Pb was found in the cable roots with 9.5 ppm. The highest concentration of Cd was found in the young leaf with 3.1 ppm. The highest concentration of Cu was found in the cable roots with 10.1 ppm. Generally, Avicennia marina is mangrove species that has the highest concentration of heavy metals with Pb 24.2 ppm, Cd 30.9 ppm and Cu 71.2 ppm.
Keragaman jenis burung pada kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Maryatul Qiptiyah; Bayu Wisnu Broto; Heru Setiawan
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 2 No. 1 (2013)
Publisher : Foresty Faculty of Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.264 KB) | DOI: 10.18330/jwallacea.2013.vol2iss1pp41-50

Abstract

Bird is one of the important species associated with mangrove vegetation. This study aims to determine the diversity of birds in the mangrove areas of Rawa Aopa Watumohai National Park, Indonesia. Observations were done at 12 points for data collection by scanning field by field method. The results revealed that about 54 bird species was found in the surrounding mangrove, eight types of which species was Sulawesi endemic birds and at least three types of which species was migratory birds. The bird species commonly found was Pergam Laut (Duculabicolor), as many as 63 individuals. Index of bird diversity in the mangrove Rawa Aopa Watumohai National Park was 3.40.
Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan Heru Setiawan
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 2 No. 2 (2013)
Publisher : Foresty Faculty of Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.886 KB) | DOI: 10.18330/jwallacea.2013.vol2iss2pp104-120

Abstract

This research was aimed to know the ecological condition of mangrove forest at various thickness levels and its influence on salinity of fresh water at surrounding area. This research was conducted by analysis of sea water, fresh water, plankton, substrate (soil), and makrobenthos at three location, those were: (1) mangrove with high thickness level (200-300 metre) in Tongke-Tongke Village, (2) mangrove with middle thickness level in Panaikang Village and (3) location without mangrove in Pasimarannu Village. The result of analysis showed that the rate of DO and BOD of seawater in Tongke-Tongke were 5,76 ppm and 1,68 ppm, Panaikang village were 6,48 ppm and 3,63 ppm and Pasimarannu village 6,72 pm and 3,36 ppm. Based on fresh water analysis, the ecosystem of mangrove has significant influence to reduce salinity level. The salinity of fresh water in location with highest thickness level is lowest (Tongke-Tongke is 2.2 ppt) compared to others (Panaikang 2.4 ppt and Pasimarannu 3.2 ppt). The result of substrat analysis showed similar result in which the highest organic substance rate is in Tongke-Tongke followed by Panaikang and Pasimarannu. Abundance of plankton and makrobentos in location with highest thickness level is highest (Tongke-Tongke 210 individu/ml and 849 individu/m2) compared to others (Panaikang is 202 individual/ml and 815 individu/m2 and Pasimarannu village 132 individu/ml and 320 individu/m2)
Kajian etnobotani masyarakat adat suku moronene di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Heru Setiawan; Maryatul Qiptiyah
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No. 2 (2014)
Publisher : Foresty Faculty of Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.997 KB) | DOI: 10.18330/jwallacea.2014.vol3iss2pp107-117

Abstract

The Moronene ethnic living in the forests of Rawa Aopa Watumohai National Park has strong interaction with nature and environment around the park. The interaction of indigenous people with their environment produced the wisdom to manage the natural resources for sustainable benefit. This study was aimed to comprehend various forms of plants utilizations by this local community. The method used is field survey, included interviews, plant identification and data analysis. The data was collected by semi-structured interviews with respondents. Plant specimen collection was conducted together with key informants. The data was analyzed with descriptive qualitative method. The utilization of plants by indigenous peoples of Moronene tribe is divided into three major groups, including for food, medicine and traditional ceremony. As much as 124 species, including 68 species for food, 65 species for medicine and 10 species for traditional ceremony were identified.