Cepi Irawan
Jln. Parangtritis Km 6,5 Bantul, Yogyakarta 55001 Telp. (0274) 375380

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kontinuitas dan Perubahan Sawer Panganten dalam Upacara Perkawinan Adat Sunda Kontemporer Irawan, Cepi
Journal of Urban Societys Arts Vol 12, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami peristiwa saweran yang terjadi dalammasyarakat Sunda kontemporer. Penelitian dilakukan dengan pengamatan terlibatpada upacara perkawinan yang berlangsung dalam masyarakat Sunda yang tinggaldi kota. Peristiwa nyawer atau sawer dilaksanakan pada waktu upacara perkawinanadat Sunda setelah akad nikah. Upacara ini dilengkapi dengan benda-benda simbolikyang mempunyai nilai ritual seperti mantera atau rajah. Sawer yang bentukaktivitasnya berupa penyampaian nasihat kepada mempelai melalui lagu-lagu yangdinyanyikan oleh juru sawer dengan seni mamaos sebagai sarananya. Sawer ataunyawer mempunyai arti air jatuh memercik, sesuai dengan praktek juru sawer yangmenabur-naburkan perlengkapan nyawer seolah-olah memercikkan air kepadamempelai serta kepada semua yang hadir dan ikut menyaksikan di sekelilingnya.Acara seperti ini disebut nyawer karena dilakukan di panyaweran atau taweuranatau cucuran atap. berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa pada saatini telah terjadi perubahan-perubahan, baik dari segi tempat pertunjukan, waktupelaksanaan, materi lagu yang dibawakan, dan juru sawer yang melaksanakannya.Meskipun demikian, acara sawer ini sampai sekarang masih terus dilaksanakan olehmasyarakat Sunda kontemporer. Continuity and Change of Sawer Art in the Sundanese Tradition WeddingCeremony. The sawer art is a kind of song that has a free meter, accompanied by themusical instruments of kacapi (both the kacapi indung and the kacapi rincik) and eitherthe flute or the rebab (a two-stringed musical instrument). One of the functions of thisart is to become a part of the ceremonial activities in the Sundanese wedding ceremony.It is performed after the marriage ceremony. In this case, the sawer art is carried out byusing a technique served with beverage refreshment (ditambul) or songs sung withoutany musical accompaniments. Marriage is considered to be sunnah (optional) and it isdetermined by human beings based on the spiritual and physical needs. The marriageceremony is the most vital part in the process. After the marriage ceremony is over,there are other ceremonies to be carried out. These extra ceremonies do not belong tothe religious rule, instead they are parts of the old Sundanese customs which exist untilthe present time and perpetuated by many Sundanese people. They include the saweror nyawerthrough which an activity is done by giving a message to the newly-marriedcouple through songs presented by the jurusawer. From time to time, the sawer art stillexists with its strong tradition and it spreads throughout West Java, especially Priangan. Some people have this art as their profession. There have been some changes in theSundanese wedding tradition, i.e. those concerning time, place, equipment and thepeople organizing it.
BAND ETNIS DALAM IBADAH MINGGU DI GEREJA HKBP YOGYAKARTA Lumbantobing, Ehud Yohada; Irawan, Cepi
SELONDING Vol 20, No 2 (2024): : SEPTEMBER 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v20i2.12444

Abstract

Masuknya para Missionaris Kristen ke Tanah Batak, jemaat diwajibkan untuk dapat bernyayi yang diiringi alat musik gereja atau organ dan melarang seluruh aktivitas masyarakat yang bersifat animism, termasuk penggunaan Gondang. Setelah para Misionaris pulang ke negaranya masing-masing, ibadah kebaktian yang hanya menggunakan organ gereja, telah digabungkan dengan alat musik tradisional Batak seperti sulim, taganing, hasapi, garantung dan sebagainya, karena jemaat menganggap akan merasakan kedekatannya dengan Tuhan jika alat musik gereja dipadukan dengan alat musik tradisonal dalam Ibadah Kebaktian. Hal ini dapat ditemukan pada Gereja HKBP Yogyakarta, menggunakan permainan Band Etnis yang merupakan penggabungan instrument etnis batak seperti sulim dan taganing dan instrument non batak yaitu lokal brass band seperti seperti keyboard, drum, bass, dan lain-lain. Penggabungan band etnis (instrument etnis batak dan lokal brass band) ini memainkan lagu-lagu kebaktian yang bertangga-nada diatonis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penyajian ansambel Band Etnis, menganalisis dan mengetahui fungsi Band Etnis dalam tata kebaktian minggu gereja HKBP Yogyakarta. Penelitian ini mengkaji pementasan Band Etnis yang dilakukan dalam ibadah kebaktian HKBP Yogyakarta  31 Oktober 2021 dan juga secara live streaming di Platform Youtube HKBP JOGJA MULTIMEDIA dengan tahapan secara terstuktur, sehingga pengklarifikasian dari data yang didapatkan mempermudah peneliti dalam menganalisis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnomusikologis. Tehnik pengumpulan data melalui observasi secara langsung, berpartisipasi secara langsung, wawancara, dan dokumentasi.