Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Discourse on Penistaan Agama of Basuki Tjahaja Purnama’s Blasphemy Trial in Twitter Fardan Mahmudatul Imamah
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol. 7 No. 1 (2017): March
Publisher : Department of Religious Studies, Faculty of Ushuluddin and Philosophy, Sunan Ampel State Islamic University Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.889 KB) | DOI: 10.15642/religio.v7i1.880

Abstract

This study was conducted to map and elaborate how blasphemy was understood in social media, mainly Twitter. Beginning with the origins of the blasphemy law and some conflicts triggered by the law, this paper will explain the chronology of Ahok’s case and how it becomes popular within netizen. The questions of the study are how the Indonesian netizen in social media understand the blasphemy case of Ahok and how they try to construct discourse with it. The findings are interrelated the hashtags that led in five issues, (1) the action of defending Islam, (2) defending ulama, (3) Muslim leader, (4) national security, (5) imprisoning Ahok, (6) election of the regional head. The network of actors is exposing the complexity of reactions of netizen. Indonesian netizen in social media understands blasphemy in two ways, using religious discourse and political discourse. The first constructs blasphemy as a threat for religion and state security. The second argues the religious discourse by proving blasphemy as a tool for achieving political power. Various issues are tried to identify “blasphemy” that at the same time used to identify certain groups/actors as enemies or allies. In the process of identification, there emerges similar solidarity in interpreting the “blasphemy” based on a single interpretation of the religious source. However, there also emerges the discussion of how religious interpretation of blasphemy should not be used for political reason. [Studi ini bertujuan untuk memetakan dan menjelaskan bagaimana penistaan agama dipahami dalam media sosial, khususnya Twitter. Penelitian ini dimulai dengan menjelaskan hukum penistaan agama dan beberapa konflik yang terjadi di Indonesia terkait penistaan agama, yang kemudian secara khusus fokus pada kasus Gubernur DKI Basuki (Ahok) Tjahaya Purnama. Ahok dianggap telah memicu kemarahan Muslim Indonesia karena pernyataanya terkait ayat Al Maidah 51 di pertengahan September 2016. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana netizen Indonesia memahami penistaan agama dalam kasus Ahok dan bagaimana mereka membangun diskursus tentangnya. Dengan menggunakan analisis hashtag dalam Twitter, terdapat beberapa enam isu yang paling mendominasi terkait diskursus kasus Ahok, yakni (1) aksi bela Islam, (2) bela Ulama, (3) kepemimpinan muslim, (4) keamanan nasional, (5) memenjarakan Ahok, (6) pemilihan kepala daerah. Jejaring aktor dalam diskursus ini menunjukkan kompleksitas reaksi netizen. Secara, terdapat dua cara dalam memahami penistaan agama, yakni dengan menggunakan diskursus agama dan diskursus politik. Diskursus yang pertama memahami penistaan agama sebagai ancaman terhadap agama dan negara. Sedangkan diskursus yang kedua memahami penistaan agama sebagai alat politik. Berbagai isu digunakan untuk mengidentifikasi penistaan agama, yang secara bersamaan juga digunakan untuk mengidentifikasi seseorang atau kelompok tertentu sebagai musuh atau sekutu. Dalam proses mengidentifikasi, muncul cara memahami bahwa penistaan agama terjadi karena rendahnya toleransi terhadap pemahaman berbeda atas penafsiran agama yang tunggal. Meskipun, terdapat juga diskusi tentang interpretasi sumber agama yang seharusnya tidak digunakan untuk kepentingan politik.]
MENGHADAPI KAPITALISME: PENDEKATAN ECO-SUFISM DALAM GERAKAN ENVIRONMENTALISME ISLAM INDONESIA Fardan Mahmudatul Imamah
Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 5 No 1 (2017): Jurnal Kontemplasi
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/kontem.2017.5.1.109-135

Abstract

The issues of environmental degradation as well as global warming aren’t merely about environmentalism reaction’s activities, but also dealing with the demands of capitalism that keep asking the needs of human life. The need invites exploitation of natural resources as quickly and thoroughly at any time in various places. It has an impact on the declining quality of the environment and natural disasters to social conflict. The function of religion as a source of ethics and morals get the right and significant momentum in addressing the issues described above. Sufism, in particular, as a source of Islamic values ​​and attitudes 'restraint' and see everything created by God as part of His power, so that gave birth to its moral responsibility to the environment and the universe. This paper will elaborate the rethinking of the doctrine of enviromental theologians followed by the mapping of the environmental movement of the Muslim’s environment in recent time. The main purpose of this paper is to encourage the main idea of “eco-Sufism” through “eco-pesantren”, so it ingrained the culture of being devout Muslims are Muslims that dedicated to the environment. Keywords: eco-sufism, capitalism, pesantren, environment.
WACANA MUSLIM MODERAT DI MEDIA SOSIAL: PELUANG DAN TANTANGAN Fardan Mahmudatul Imamah
EMPIRISMA: JURNAL PEMIKIRAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM Vol 27, No 1 (2018): Teologi Kontekstual dan Isu-Isu Global
Publisher : IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/empirisma.v27i1.741

Abstract

Wacana muslim moderat merupakan upaya untuk mendialogkan antara Islam dan ke-Indonesiaan. Wacana ini diejawantahkan melalui dua gerakan yang mewakili dua organisasi besar Islam, yakni Islam Nusantara (NU) dan Islam Berkemajuan (Muhammadiyah). Penelitian ini berusaha untuk memetakan tiga wacana tersebut dalam sosial media, khususnya Twitter. Objek penelitian ini adalah tweet sejak 24 Februari – 26 Maret 2018 dengan kata kunci ‘Muslim Moderat’, ‘Islam Nusantara’, “Islam Berkemajuan’, dan ‘Islam Demokrasi’. Penelitian ini menggunakan empat tahap analisis, (1) estimasi jumlah netizen yang terlibat (2) tingkat sentimen, (3) keterhubungan topik (hashtag), (4) jejaring akun (name network). Hasilnya, wacana ‘muslim moderat’ belum memiliki kekuatan yang signifikan dalam mempengaruhi netizen di media sosial. Terutama ‘Islam Nusantara’ yang memiliki kecenderungan politis dan menuai sentimen negatif dari berbagai pihak. Kata kunci: Islam, Moderat, Twitter, Nusantara
Kiai, Transformasi Pesantren dan Pencarian Model Gender Mainstreaming di Pesantren Subulussalam Tulungagung Ahmad Zainal Abidin; Imam Ahmadi; Fardan Mahmudatul Imamah
Jurnal Penelitian Vol 14, No 1 (2020): JURNAL PENELITIAN
Publisher : LP2M IAIN kUDUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/jp.v14i1.7128

Abstract

Artikel ini berusaha mengungkap bagaimana peran kiai dapat dimaksimalkan untuk melakukan transformasi pesantren dengan menitikberatkan pada aspek keadilan gender di lingkungan pesantren. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan metode deskriptif-partisipatoris, tulisan ini menunjukkan peran kiai sebagai sumber kebijakan yang memiliki implikasi langsung terhadap proses pengarusutamaan gender. Hal ini bertolakbelakang dengan pemahaman umum yang merujuk pada pandangan Geertz dimana Kiai sebagai penjaga tradisi dan konservatisme beragama, sulit untuk menerima perubahan. Namun saat ini, ditemukan berbagai upaya yang membuktikan argumentasi Dhofir terhadap Geertz, bahwa kiai dapat menjadi pusat inovasi di lingkungan pesantren yang secara signifikan. Melalui perencanaan dan pembiasaan, seluruh aktivitas yang melibatkan santri putra maupun putri di pesantren Subulussalam Tulungagung diupayakan untuk menunjukkan model gender mainstreaming, dimana keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan program pondok pesantren. Kerja sama tersebut untuk mengajarkan dengan santri bahwa kedudukan putra dan putri adalah setara baik dalam ruang publik maupun ruang domestik.
Kiai, Transformasi Pesantren dan Pencarian Model Gender Mainstreaming di Pesantren Subulussalam Tulungagung Ahmad Zainal Abidin; Imam Ahmadi; Fardan Mahmudatul Imamah
Jurnal Penelitian Vol 14, No 1 (2020): JURNAL PENELITIAN
Publisher : LP2M IAIN kUDUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/jp.v14i1.7128

Abstract

Artikel ini berusaha mengungkap bagaimana peran kiai dapat dimaksimalkan untuk melakukan transformasi pesantren dengan menitikberatkan pada aspek keadilan gender di lingkungan pesantren. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan metode deskriptif-partisipatoris, tulisan ini menunjukkan peran kiai sebagai sumber kebijakan yang memiliki implikasi langsung terhadap proses pengarusutamaan gender. Hal ini bertolakbelakang dengan pemahaman umum yang merujuk pada pandangan Geertz dimana Kiai sebagai penjaga tradisi dan konservatisme beragama, sulit untuk menerima perubahan. Namun saat ini, ditemukan berbagai upaya yang membuktikan argumentasi Dhofir terhadap Geertz, bahwa kiai dapat menjadi pusat inovasi di lingkungan pesantren yang secara signifikan. Melalui perencanaan dan pembiasaan, seluruh aktivitas yang melibatkan santri putra maupun putri di pesantren Subulussalam Tulungagung diupayakan untuk menunjukkan model gender mainstreaming, dimana keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan program pondok pesantren. Kerja sama tersebut untuk mengajarkan dengan santri bahwa kedudukan putra dan putri adalah setara baik dalam ruang publik maupun ruang domestik.
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ORGANISASI MUSLIMAT DAN AISYIAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG PERSPEKTIF LIVING QURAN Fardan Mahmudatul Imamah; Amalia Rizky Firlana
Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi) Vol 5, No 2 (2019): Jurnal SMaRT Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (640.353 KB) | DOI: 10.18784/smart.v5i2.877

Abstract

Women's leadership is still a controversial issue in religious' perspective, even though most women have received equal education and employment to men. The controversy emerges from different opinions about the interpretation of An-Nisa verse  34. This study discusses how women who are active in religious organizations define women's leadership based on the verse. There are two organizations as research subjects, namely Muslimat and Aisyiah in Tulungagung Regency. With the Living Quran approach, this research shows that women’s insight on women's leadership have diverse spectrum influenced by their religious understanding of the Quran as well as organizational policies and daily experiences. Muslimat provides greater tolerance for it, especially in the political and social fields. As for Aisyiah, despite accepting women's leadership as a today’s necessity, they still limit theirself to political leadership, especially as governmental head. However, both Muslimat and Aisyiah agreed that the An-Nisa verse 34 is a verse that explain the relationship between men and women in the household, so it could not be generalized to prohibit women's leadership in the public sphere.
MENGHADAPI KAPITALISME: PENDEKATAN ECO-SUFISM DALAM GERAKAN ENVIRONMENTALISME ISLAM INDONESIA Fardan Mahmudatul Imamah
Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 5 No 1 (2017): Jurnal Kontemplasi
Publisher : UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/kontem.2017.5.1.109-135

Abstract

The issues of environmental degradation as well as global warming aren’t merely about environmentalism reaction’s activities, but also dealing with the demands of capitalism that keep asking the needs of human life. The need invites exploitation of natural resources as quickly and thoroughly at any time in various places. It has an impact on the declining quality of the environment and natural disasters to social conflict. The function of religion as a source of ethics and morals get the right and significant momentum in addressing the issues described above. Sufism, in particular, as a source of Islamic values ​​and attitudes 'restraint' and see everything created by God as part of His power, so that gave birth to its moral responsibility to the environment and the universe. This paper will elaborate the rethinking of the doctrine of enviromental theologians followed by the mapping of the environmental movement of the Muslim’s environment in recent time. The main purpose of this paper is to encourage the main idea of “eco-Sufism” through “eco-pesantren”, so it ingrained the culture of being devout Muslims are Muslims that dedicated to the environment. Keywords: eco-sufism, capitalism, pesantren, environment.