Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

GROWTH AND BLOOD PROFILE OF CORAL TROUT GROUPER Plectropomus leopardus SEEDS IN DIFFERENT SALINITIES Ketut Maha Setiawati; Ketut Mahardika; A. A. Ketut Alit; Daniar Kusumawati; Indah Mastuti
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 9 No. 2 (2017): Elektronik Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (583.413 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v9i2.19290

Abstract

The information about the optimum and tolerable salinity to support in the success of coral trout grouper’s seed culture is still limited until now. The aim of this study was to understand the effect of different salinity on growth, survival, feed conversion (FCR) and the profile of blood (hematocrit and hemoglobin) of coral trout grouper seed. The seed with total length 6.0 ± 0.5 cm and body weight 3.2±0.3 g were used as tested animals. Five different salinity treatments, namely: 10±1 ppt (A), 16±1 ppt (B), 22±1 ppt (C), 28±1 ppt (D), and the sea water (34 ppt) as a control (E) were undertaken in this study, with three replications for each treatment. Salinity values were reach by adding freshwater into the tested seawater. Water changing system in this study was performed in recirculation process, with 25% of water replacement every 7 days. The result of this study showed that the survival rate values were 100% for all treatments, indicating that coral trout grouper seed can be cultured in the range of salinity between 10 to 34 ppt.  The highest total length and body weight were recorded from treatment C (22 ppt), as well as noted to gain the lowest FCR. Correspondingly, the seed in treatment C also founded to have in the greatest amount of hematocrit and hemoglobin. Optimum salinity for rearing of coral trout grouper seeds  with  total length 6 cm was 22 ppt.  Keywords: salinity, growth, survival rate, feed conversion, blood profile
PENGGUNAAN GEN PENYANDI TUMBUH CEPAT DALAM PRODUKSI BENIH UDANG WINDU Penaeus monodon Haryanti Haryanti; Ketut Mahardika; Fachrudin Fachrudin; Ida Komang Wardana; I Gusti Ngurah Permana; Sari Budi Moria Sembiring
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1198.952 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.345-357

Abstract

Dalam upaya mengembalikan kesuksesan produksi udang windu P. monodon maka langkah perbaikan dan antisipasi mengatasi kegagalan terus dilakukan. Di antara kegagalan yang terjadi adalah penurunan sifat genetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan gen penyandi tumbuh cepat pada benih udang windu yang diproduksi melalui pembenihan. Pembenihan menggunakan sistem yang mengaplikasikan biosecurity, probiotik, pakan alami, dan buatan. Ada 35 populasi benih F-1 (PL 12-15) yang dapat diproduksi dengan jumlah yang bervariasi. Gen penyandi tumbuh cepat yang telah diperoleh pada locus PmMS-11A dari mikrosatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats), selanjutnya digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih-benih yang diproduksi melalui amplifikasi PCR dan dikonfirmasi dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gen penyandi tumbuh cepat dapat ditunjukkan oleh locus PmMS11-A pada benih udang windu. Tingkat keakuratan gen penyandi tumbuh cepat tersebut pada benih udang windu turunan F-1 terekspresi pada allel 144 bp. Hal ini juga ditunjukkan keakurasian prediksi dari karakter fenotipnya setelah budidaya di tambak. Produk benih yang dihasilkan sebanyak 838.021 ekor (tumbuh cepat) dan kontrol 172.526 ekor.
GEN PENCIRI TUMBUH CEPAT SEBAGAI INDIKATOR SELEKSI PADA BENIH UDANG WINDU, Penaeus monodon Haryanti Haryanti; Fachrudin Fachrudin; Ida Komang Wardana; I Gusti Ngurah Permana; Ketut Mahardika; Sari Budi Moria Sembiring
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.771 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.181-193

Abstract

Di antara penyebab terjadinya kegagalan produksi udang windu, P. monodon selain penurunan kualitas lingkungan dan penyakit adalah penurunan sifat genetik. Salah satu metode yang diterapkan dalam perbaikan mutu genetik (pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit) adalah dengan mendapatkan gen pengontrol sifat tertentu. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gen penciri tumbuh cepat untuk indikator atau penyandi seleksi pada benih udang windu, P. monodon. Sebelas induk udang (F-0) menghasilkan benih dengan ukuran berbeda. Untuk mendapatkan gen penciri dilakukan analisis mikrosatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats) dengan 13 primer (F/R) pada benih udang yang tumbuh cepat, sedang, dan lambat melalui sequencing. Konfirmasi adanya gen penciri yang digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih udang selanjutnya dianalisis dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa udang tumbuh cepat dapat disandi oleh locus PmMS11-A pada fragmen DNA dengan berat molekul 144 bp. Tingkat keakuratan penyandian gen tersebut pada benih tumbuh cepat sebesar 60%, sedangkan pada benih tumbuh sedang dan lambat masing-masing hanya 20%. Hasil sequencing mikrosatelit dan konfirmasi dengan analisis SCCP menunjukkan bahwa lokus PmMS-11A merupakan gen penciri untuk pertumbuhan cepat pada udang P. monodon.
APLIKASI PERBAIKAN MANAJEMEN DALAM PERBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima) Ida Komang Wardana; Sari Budi Moria Sembiring; Ketut Mahardika
Media Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Desember 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.109 KB) | DOI: 10.15578/ma.8.2.2013.119-126

Abstract

Tiram mutiara merupakan salah satu komoditas andalan dalam budidaya perikanan laut di Indonesia yang sudah dikembangkan sejak tahun 1918 oleh pihak swasta, dan sudah memproduksi mutiara putih (south sea pearl) yang diakui masyarakat internasional berkualitas baik. Permasalahan utama yang dihadapi budidaya tiram mutiara adalah rendahnya produksi benih. Masa kritis dalam pemeliharaan larva yaitu pada umur 8–19 hari dengan tingkat sintasan (SR) cukup rendah dan masa kritis berikutnya pada saat pemeliharaan di laut, yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan, manajemen pemeliharaan yang kurang tepat, dan kualitas benih itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka teknik perkawinan silang dari induk yang berbeda nacre perlu diterapkan agar benih yang dihasilkan diharapkan lebih berkualitas dibandingkan dengan benih hasil perkawinan dari satu populasi. Data kegiatan perkawinan silang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mendukung perkembangan budidaya tiram jenis Pinctada maxima ke depan terutama dalam hal penyediaan benih yang berkualitas baik. Perbaikan yang difokuskan dalam kegiatan ini antara lain dalam hal pemberian pakan awal larva, peningkatan SR sampai tahap yuwana dan penanganan setelah benih ditebar di laut. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menginformasikan beberapa perbaikan pemeliharaan benih kepada para pembudidaya tiram mutiara. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa perkawinan silang tiram mutiara dari dua populasi berbeda dapat memperbaiki sintasan, keragaan morfologi benih, dan akan sangat membantu bagi pembudidaya tiram mutiara dalam penyediaan benih yang berkualitas baik sebagai calon indukan penghasil mutiara.