Sari Budi Moria Sembiring
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PERFORMA BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DARI HASIL PERSILANGAN INDUK ALAM Ida Komang Wardana; Sudewi Sudewi; Sari Budi Moria Sembiring; Ahmad Muzaki
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2774.084 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.3.2015.357-369

Abstract

Tiram mutiara merupakan salah satu komoditas andalan dalam budidaya laut. Masalah utama yang dihadapi adalah pasok benih baik kuantitas maupun kualitas. Upaya perbaikan dilakukan dengan perkawinan silang antar varietas tiram dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas benih Tiram Mutiara (Pinctada maxima) baik secara fenotip maupun genotip. Induk yang disilangkan secara resiprokal mempunyai karakter nacre putih (P) dan kuning (K) baik populasi Bali maupun Maluku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persilangan dua populasi tersebut menghasilkan tiga varietas yaitu: varietas I (K x P), varietas II (K x K) dan varietas III (P x K). Nilai SR pada fase pediveliger dari ketiga varietas menghasilkan sintasan berturut-turut 65%, 59%, dan 45%. Pertumbuhan varietas III menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dengan kisaran panjang cangkang 3,0-4,5 cm pada umur dua bulan pemeliharaan. Analisis genetik dengan RAPD-DNA menunjukkan bahwa induk-induk yang berhasil memijah mempunyai variasi genetik 0,3755; 0,3938; dan 0,1600. Sedangkan turunan F1 mempunyai variasi genetik lebih rendah yaitu: 0,2738; 0,2667; dan 0,0924.
RESPON IMUNITAS BENIH LOBSTER, Panulirus homarus DENGAN PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA PAKAN MOIST Haryanti Haryanti; Sari Budi Moria Sembiring; Sudewi Sudewi; Zeny Widiastuti; I Nyoman Adiasmara Giri; Ketut Sugama
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.419 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.1.2017.85-97

Abstract

Pemeliharaan benih lobster P. homarus masih menghadapi beberapa permasalahan, di antaranya infeksi penyakit bakteri (red body disease) dan mortalitas yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji respons imunitas benih lobster P. homarus yang diberi pakan pelet basah (moist diets) dengan penambahan probiotik. Pemeliharaan benih lobster dilakukan secara individu (1 ekor/keranjang). Lama pemeliharaan selama tiga bulan. Bobot awal puerulus P. homarus adalah 0,37 ± 0,05 g. Perlakuan meliputi pemberian pakan moist yang ditambahkan (A) ragi Saccharomyces cerevisiae, (B) kombinasi probiotik, Alteromonas sp. BY-9 dan Bacillus cereus BC, dan (C) tanpa probiotik. Respons imunitas dianalisis dengan RT-qPCR melalui tujuh gen target terkait ekspresi imunitas, setelah diuji tantang dengan Vibrio harveyi (penyebab red body disease). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan benih lobster sebesar (A) 32,22%; (B) 29,63%; dan (C) 33,33%. Pertumbuhan panjang dan bobot benih lobster tidak berbeda nyata (P>0,05). Respons imunitas benih lobster P. homarus pada perlakuan A dan B menunjukkan nilai ekspresi imun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C (tanpa probiotik). Ekspresi gen penyandi anti lipopolisakarida (ALFHa-1) meningkat pada (A) rata-rata sebesar 3,44 kali dan (B) 3,25 kali dibandingkan dengan perlakuan C (2,43 kali). Kelipatan ekspresi profenoloksidase (proPO) benih lobster meningkat pada perlakuan A (penambahan ragi) rata-rata sebesar 5,27 kali, sedangkan pada perlakuan B (kombinasi probiotik) sebesar 12,92 kali. Ekspresi Clotting sistem (transglutaminase, clotting protein) dan antioxidant defense mechanism (glutathione peroxidase/GPO) dan SAA juga mengalami peningkatan pada perlakuan A dan B.A number of contrains including disease infections and significant mortality have been occurring in lobster aquaculture. The aim of this research was to observe the immune response of juvenile lobster P. homarus culture fed by moist pellet supplemented with probiotic. Experimental juveniles were reared in individual system (one juvenile/basket). The experiment was conducted for three months. The treatments comprised (A) whole cell of yeast Saccharomyces cerevisiae, (B) combination of probiotics Alteromonas sp. BY-9 and Bacillus sp. BC, and (C) without probiotic as control. Initial weight of juveniles were 0.37 ± 0.05 g. Immunity responses were analyzed using seven immunity related genes expression by RT-qPCR. The results showed that the survival rate of juvenile for treatments A, B, and C were 32.22%, 29.63%, and 33.33% respectively. The weight and length gain of the juvenile were not significantly different (P>0.05) among treatments. Based on immunity related gene expression analysis, it revealed that A and B treatments have shown differences in the increament of immunity responses. Expressions of ALFHa-1 genes were increased on (A) treatment with average of 3.44 fold and (B) treatment (3.25 fold) and higher than C treatment (2.03 fold). Prophenoloxidase (ProPO) expression was increase average up to 5.27 fold on A (yeast supplementated) treatment and B (combination of probiotic) were 12.92 fold. Gene expression on Clotting system (transglutaminase, clotting protein) and antioxidant defense mechanism (glutathione peroxidase/GPO) was increased on A and B treatments.
PENGGUNAAN GEN PENYANDI TUMBUH CEPAT DALAM PRODUKSI BENIH UDANG WINDU Penaeus monodon Haryanti Haryanti; Ketut Mahardika; Fachrudin Fachrudin; Ida Komang Wardana; I Gusti Ngurah Permana; Sari Budi Moria Sembiring
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1198.952 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.345-357

Abstract

Dalam upaya mengembalikan kesuksesan produksi udang windu P. monodon maka langkah perbaikan dan antisipasi mengatasi kegagalan terus dilakukan. Di antara kegagalan yang terjadi adalah penurunan sifat genetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan gen penyandi tumbuh cepat pada benih udang windu yang diproduksi melalui pembenihan. Pembenihan menggunakan sistem yang mengaplikasikan biosecurity, probiotik, pakan alami, dan buatan. Ada 35 populasi benih F-1 (PL 12-15) yang dapat diproduksi dengan jumlah yang bervariasi. Gen penyandi tumbuh cepat yang telah diperoleh pada locus PmMS-11A dari mikrosatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats), selanjutnya digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih-benih yang diproduksi melalui amplifikasi PCR dan dikonfirmasi dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gen penyandi tumbuh cepat dapat ditunjukkan oleh locus PmMS11-A pada benih udang windu. Tingkat keakuratan gen penyandi tumbuh cepat tersebut pada benih udang windu turunan F-1 terekspresi pada allel 144 bp. Hal ini juga ditunjukkan keakurasian prediksi dari karakter fenotipnya setelah budidaya di tambak. Produk benih yang dihasilkan sebanyak 838.021 ekor (tumbuh cepat) dan kontrol 172.526 ekor.
DETERMINASI JENIS KELAMIN PADA IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) DENGAN UJI SEROLOGI Sari Budi Moria Sembiring; Agus Priyono; Jhon Harianto Hutapea; Tony Setiadharma
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.095 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.2.2013.181-189

Abstract

Dalam rangka mendukung kegiatan budidaya, maka penentuan jenis kelamin ikan menjadi sangat penting dalam program pemijahan khususnya pada jenis ikan yang hermafrodit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis kelamin ikan kerapu sunu menggunakan uji serologi dalam mendukung manajemen pemijahan dan pengembangan perbenihan ikan kerapu sunu. Penelitian ini dilakukan dengan metode ELISA dan western blot. Kit estradiol-17β dan 11-KT testosterone digunakan dalam metode ELISA, sedangkan antibodi Cyp19a1a (CT), Z-fishTM digunakan dalam metode western blot. Gonad dari induk kerapu sunu yang mati juga dianalisis secara histologis. Sampel darah diambil dari semua ikan (47 ekor) dengan kisaran bobot ikan uji 1,2-3,0 kg. Analisis kandungan testosteron dilakukan untuk semua sampel dan hanya 24 sampel dianalisis estradiol, keduanya dengan metode ELISA. Delapan sampel dianalisis estradiolnya dengan metode western blot. Berdasarkan kadar testosteron dan estradiol-17β dalam darah, menunjukkan sebanyak 12 ekor (37,5%) positif berkelamin jantan dari 32 ekor yang dianalisis, sedangkan berdasarkan kadar estradiol sebanyak tujuh ekor (29,16%) dari 24 ekor yang dianalisis merupakan ikan yang berjenis kelamin betina. Dengan metode western blot, dari delapan sampel yang dianalisis hanya tiga sampel (No Tagging 421048486E; 42135F1A5D; 42102G7A22) yang positif berjenis kelamin betina. Berdasarkan data histologis menunjukkan bahwa ukuran (panjang dan bobot) belum dapat menentukan jenis kelamin dari ikan kerapu sunu secara morfologi. Dari kedua metode yang digunakan untuk determinasi jenis kelamin induk ikan kerapu sunu, metode western blot memberikan hasil yang lebih sensitif dan spesifik daripada metode ELISA.
KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN VARIASI GENETIK ABALON Haliotis squamata Reeve (1846) HASIL SELEKSI F-1 Gusti Ngurah Permana; Ibnu Rusdi; Fitri Husnul Khotimah; Sari Budi Moria Sembiring; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.657 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.4.2015.493-500

Abstract

Produksi benih abalon Haliotis squamata skala massal di hatcheri telah berhasil dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali. Permasalahan utama dalam budidaya abalon adalah pertumbuhan yang lambat. Keadaan tersebut diduga karena pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaan pertumbuhan dan variasi genetik abalon tumbuh cepat hasil seleksi individu. Hasil penelitian ini diketahui bahwa pembentukan populasi F-1 mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dengan F-1 kontrol. Peningkatan bobot yang dicapai 22,15 g atau 17,93% lebih baik dibandingkan F-1 kontrol. Keragaman genetik F-1 terseleksi yang ditunjukkan dari nilai heterozigositas adalah (Ho. 0,023) terjadi penurunan 21,7% jika dibandingkan F-0. Hal ini dapat terjadi karena hilangnya beberapa allele dalam proses seleksi. Terdapat hubungan antara jumlah heterozigot pada lokus tertentu dengan pertumbuhan abalon. Hasil ini diharapkan dapat mendukung upaya meningkatkan produksi benih yang mempunyai performa fenotipe dan genotipe unggul sehingga dapat mendukung kegiatan budidaya abalon yang berkelanjutan.
SELEKSI BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DARI HASIL PEMIJAHAN INDUK ALAM DENGAN KARAKTER NACRE PUTIH Ida Komang Wardana; Sudewi Sudewi; Apri Imam Supii; Sari Budi Moria Sembiring
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1679.328 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.1-13

Abstract

Kualitas induk secara fenotip dan genotif berpengaruh terhadap kualitas benih tiram mutiara yang akan dihasilkan. Penggunaan induk yang berasal dari habitat yang berbeda dalam kegiatan pembenihan diharapkan dapat menghasilkan benih tiram mutiara dengan kualitas fenotip dan genotif yang baik. Salah satu sifat yang menarik untuk dijadikan target dalam program pemuliaan tiram mutiara adalah warna mutiara yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas benih tiram mutiaram(Pinctada maxima) hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih dari tiga habitat yang berbeda dan mengetahui keragaan genetik induk (F0) dan turunannya (F1). Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiram dengan karakter nacre putih dari tiga lokasi perairan (Bali, Karawang, dan Dobo) serta dilakukan pemijahan dari masing-masing populasi tersebut. Keragaan genetik dari semua populasi dianalisa dengan menggunakan PCR RFLP. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa masa inkubasi telur hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih terlihat lebih lama dibandingkan dengan tiram mutiara pada umumnya. Benih yang dihasilkan pertumbuhannya bervariasi, didominasi dengan benih berukuran sedang dengan sintasan berkisar 0,4-9%. Keragaan genetik F0 dan F1 berdasarkan nilai heterozigositas, tiram dari perairan Bali menunjukkan nilai keragaman yang paling baik (0,2726). Sementara karakter nacre dari benih yang diperoleh menunjukkan bahwa 48% memiliki nacre putih, 24% kuning dan warna lain sebanyak 28%.
GEN PENCIRI TUMBUH CEPAT SEBAGAI INDIKATOR SELEKSI PADA BENIH UDANG WINDU, Penaeus monodon Haryanti Haryanti; Fachrudin Fachrudin; Ida Komang Wardana; I Gusti Ngurah Permana; Ketut Mahardika; Sari Budi Moria Sembiring
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.771 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.181-193

Abstract

Di antara penyebab terjadinya kegagalan produksi udang windu, P. monodon selain penurunan kualitas lingkungan dan penyakit adalah penurunan sifat genetik. Salah satu metode yang diterapkan dalam perbaikan mutu genetik (pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit) adalah dengan mendapatkan gen pengontrol sifat tertentu. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gen penciri tumbuh cepat untuk indikator atau penyandi seleksi pada benih udang windu, P. monodon. Sebelas induk udang (F-0) menghasilkan benih dengan ukuran berbeda. Untuk mendapatkan gen penciri dilakukan analisis mikrosatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats) dengan 13 primer (F/R) pada benih udang yang tumbuh cepat, sedang, dan lambat melalui sequencing. Konfirmasi adanya gen penciri yang digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih udang selanjutnya dianalisis dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa udang tumbuh cepat dapat disandi oleh locus PmMS11-A pada fragmen DNA dengan berat molekul 144 bp. Tingkat keakuratan penyandian gen tersebut pada benih tumbuh cepat sebesar 60%, sedangkan pada benih tumbuh sedang dan lambat masing-masing hanya 20%. Hasil sequencing mikrosatelit dan konfirmasi dengan analisis SCCP menunjukkan bahwa lokus PmMS-11A merupakan gen penciri untuk pertumbuhan cepat pada udang P. monodon.
EVALUASI KERAGAMAN GENETIK INDUK IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) F-1 DAN TURUNANNYA (F-2) DENGAN PENANDA mt-DNA Sari Budi Moria Sembiring; Ketut Suwirya; Regina Melianawati; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.337-343

Abstract

Permintaan benih kerapu sunu terus meningkat sejalan dengan perkembanganbudidaya laut. Namun perdagangan ikan kerapu sunu masih didominasi oleh hasil tangkapan alam. Cepat atau lambat penyediaan induk alam akan semakin sulit. Untuk itu, perlu antisipasi penyediaan induk melalui hasil budidaya. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah evaluasi keragaman genetik antara induk kerapu sunu F-1 hasil seleksi dari budidaya dan turunannya (F-2) dengan menggunakan penanda mt-DNA. Penelitian menggunakan metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dengan empat enzim restriksi. Sampel yang digunakan adalah sirip ekor yang dipotong dari induk F-1 sebanyak 57 ekor dan yuwana F-2 sebanyak 40 ekor yang merupakan hasil pemeliharaan larva hingga yuwana. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan menggunakan 3 enzim restriksi yaitu Hae III; Mnl I; dan Nla III diperoleh tujuh komposit haplotip terdeteksi pada induk F-1, sementara Ecor V hanya 1 komposit haploid. Dari komposit haplotip tersebut hanya tiga komposit haplotip yang dominanpada turunannya (F-2). Hal ini dimungkinkan bahwa yuwana yang dianalisis tersebut berasal dari populasi 3 komposit haplotip induk F-1. Hasil analisis dengan program Tools for Population Genetic Analysis (TFPGA) menunjukkan bahwa nilai keragaman genetik induk F-1 mengalami penurunan sebesar 20,46% terhadap turunannya (F-2), hal ini diduga karena sedikitnya jumlah induk efektif yang memijah. Dengan demikian penambahan induk efektif perlu dilakukan untuk menghindari laju penurunan keragaman genetik.
KONFIRMASI GEN PENYANDI TUMBUH CEPAT PADA BENIH DAN INDUK IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) Sari Budi Moria Sembiring; Ketut Suwirya; Ida Komang Wardana; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.314 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.13-20

Abstract

Keberlanjutan budidaya kerapu sunu (Plectropomus leopardus) sangat ditentukandari ketersediaan benih yang berkualitas secara fenotip maupun genotip. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi gen pengontrol tumbuh cepat sebagai indikator atau penyandi seleksi dalam produksi benih kerapu sunu P. leopardus. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, meliputi: proses pemeliharaan larva, persiapan benih uji, dan evaluasi karakter kuantitatif sebagai gen penyandi tumbuh cepat pada benih kerapu sunu. Konfirmasi gen penyandi tumbuh cepat yang telah diperoleh pada lokus PL-03 dari microsatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats), selanjutnya digunakan untuk penyandi dalam seleksi pada benih yang diproduksi melalui metode analisis amplifikasi PCR. Konfirmasi adanya gen penyandi yang digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih kerapu sunu selanjutnya dianalisis dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gen penyandi tumbuh cepat pada benih kerapu sunu dapat ditunjukkan dengan locus PL-03 dan terekspresi pada fragmen DNA 370 bp. Keakurasian ini juga ditunjukkan pada karakter fenotip (pertumbuhan) selama budidaya di keramba jaring apung (KJA). Calon induk kerapu sunu yang membawa gen tumbuh cepat yang dihasilkan sudah mencapai ukuran panjang rata-rata 38,5±2,47 cm dan bobot 968,0 g dengan jumlah ikan sebanyak 180 ekor. Dibandingkan dengan individu ikan yang tidak membawa gen penyandi DNA370 bp mempunyai panjang dan bobot rata-rata sebesar 34,6±2,0 cm dan 734,4 g.
VARIASI GENETIK IKAN KERAPU SUNU Plectropomus leopardus F-0 HINGGA F-3 BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT Sari Budi Moria Sembiring; Jhon Harianto Hutapea; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.622 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.3.2015.305-311

Abstract

Penelaahan keragaman genetik pada induk dan turunan ikan kerapu sunu, Plectropomus leopardus merupakan informasi penting dalam proses pemuliaan melalui seleksi konvensional dan penggunaan marka genetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keragaman genetik ikan kerapu sunu dengan metode marka mikrosatelit untuk mendukung program pemuliaan bagi kepentingan penyediaan induk unggul. Sebanyak 10 sampel dari setiap generasi (F-0, F-1, F-2, F-3) ikan kerapu sunu dianalisis menggunakanempat lokus mikrosatelit (PLL4; PLL08; PLL04; PLL5). Seleksi pada keturunan pertama dan kedua (F-1 dan F-2) dilakukan dengan metode konvensional, yaitu memilih ikan berdasarkan pertumbuhan yang cepat. Setelah mendapatkan marka tumbuh cepat pada ikan turunan kedua, maka seleksi untuk turunan ketiga (F-3) dilakukan dengan aplikasi marka penanda tumbuh cepat. Hasil analisis menunjukkan bahwa polimorfisme alel dari keempat lokus mikrosatelit yang diamati pada empat generasi ikan kerapu sunu menunjukkan tingkat variasi yang tinggi dengan nilai PIC>0,5. Keragaman genetik (Ho/He) mengalami penurunan dari F-0 hingga F-3. Namun demikian, nilai indeks fiksasi (0,13410) menunjukkan bahwa keragaman genetik keempat populasi ikan kerapu sunu adalah tidak berbeda nyata. Dengan demikian, ikan kerapu sunu generasi F-1 hingga F-3 masih layak dijadikan induk dalam mendukung program pemuliaan untuk menghasilkan induk unggul.