Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Amerika Ida Rochani Adi
Humaniora Vol 10, No 1 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (765.76 KB) | DOI: 10.22146/jh.613

Abstract

Berbagai pertentangan tentang Studi Amerika sebagai suatu disiplin ilmu pada umumnya muncul di sekitar masalah apakah Studi Amerika mempunyai teori dan metode yang jelas. Sebagai disiplin ilmu, seharusnya Studi Amerika mempunyai teori dan metode. Akan tetapi, dengan nama disiplin yang memuat nama bangsa, istilah Studi Amerika menimbulkan pertanyaan kenapa disiplin itu menunjuk nama bangsa tidak seperti disiplin yang lain yang namanya menunjukkan sesuatu yang bersifat umum. Oleh karenanya, teori dan metode Studi Amerika sering dianggap terlalu provincial dan chauvinistic (Huber, 1968).
A SYMBOLIC REALITY OF AMERICAN TELEVISION: A CASE STUDY OF THE JERRY SPRINGER SHOW Ida Rochani Adi
Humaniora Vol 18, No 2 (2006)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (56.635 KB) | DOI: 10.22146/jh.876

Abstract

The Jerry Springer Show adalah salah satu program talk show televisi Amerika yang dapat dikategorikan sebagai tabloid talk show, trash talk show, atau istilah lain yang menunjukkan betapa acara ini menyajikan topik persoalan yang vulgar. Meskipun acara ini adalah acara yang banyak dianggap orang tidak layak ditonton, ini masih tetap diminati di Amerika terbukti masih berlangsung dan telah menyajikan lebih dari 3.000 episode. Ternyata acara ini tidak hanya diminati oleh orang Amerika, tetapi juga oleh orang Inggris karena acara ini pun sampai mengilhami pembuatan opera yang dipentaskan di beberapa teater Inggris. Ada tiga realitas yang sebetulnya merupakan simbolisasi yang dapat dimaknai di sini. Pertama, bermoral tidaknya suatu acara tidaklah menentukan minat orang dalam menonton tayangan televisi karena berhasil tidaknya suatu acara dalam masyarakat tergantung dari kekuatan sosial acara tersebut. Kedua, makin tinggi nilai kebebasan suatu masyarakat, makin tinggi pula tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan kepuasan penonton televisi. Ketiga, karya imajiner yang ditayangkan di televisi akan dianggap sebagai suatu kebenaran apabila dikemas dalam program yang diterima dalam masyarakat sebagai program informasi dan bukan hiburan meskipun kandungan di dalamnya adalah hiburan.
REMYTHOLOGIZING INDIVIDUALISM IN AMERICAN ACTION MOVIES Ida Rochani Adi
Humaniora Vol 20, No 1 (2008)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.253 KB) | DOI: 10.22146/jh.914

Abstract

Individualisme dianggap merupakan inti budaya Amerika. Individualisme dalam arti penekanan terhadap kemampuan diri sendiri di atas kelompok atau negara telah banyak dibahas dan didramatisasikan oleh banyak penulis dari masa awal sejarah negara Amerika dan dalam film laga Amerika individualisme tercermin dalam citra-citra verbal maupun non-verbal dari penggambaran sifat tokoh hero dalam melawan tokoh jahat. Akan tetapi, individualisme dan kepercayaan pada kemampuan sendiri sering memunculkan sikap terlalu percaya diri dan ingin menang sendiri. Dalam hubungan ini, seorang hero dalam film selalu digambarkan sebagai sosok penyendiri, seorang individu yang berseberangan dengan masyarakat. Hal itu tidak berarti bahwa individu dan masyarakat adalah dua entitas yang benar-benar terpisah karena setiap individu adalah produk kondisi sosial. Konflik antara individu dan masyarakat lebih disebabkan oleh perbedaan karakter dan pola antara keduanya. Individu membutuhkan kebebasan untuk mempertahankan identitasnya, sedangkan masyarakat memerlukan kerelaan individu untuk menyerahkan sebagian kebebasannya demi tegaknya keteraturan bersama. Dari karakterisasi, narasi, dan tema yang disajikan dalam film film laga dapat disimpulkan bahwa penggambaran sosok hero yang soliter dalam film-film laga lebih merupakan romantisme yang hidup dalam kenangan bawah sadar orang Amerika terhadap kehidupan ideal seorang hero yang individualis yang memitoskan kembali individualisme yang tidak lekang oleh waktu.
The Quest for Reading: A Reception and Aesthetic Response Criticism on Hypertext Fiction of Pride and Prejudice Ida Rochani Adi
Humaniora Vol 23, No 3 (2011)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2584.846 KB) | DOI: 10.22146/jh.1025

Abstract

The development of internet which provides hypertext information results in significant change in many aspects of life. Literature is not exceptional. The argument is therefore, since hypertext literature is presented in different mode, it must propose different kind of reading. Based on reception and reader-response or aesthetic response theories, this study finds out that there is a change in the way readers enjoy Pride and Prejudice. The process of reading become active experience because it allows the readers to take control of the narrative. The result is that hypertext Pride and Prejudice provides different meaning to the readers. The novel exists by providing not only the narratives but also informations on the narratives. The study finds out that there is a change in how the hypertext Pride and Prejudice wanted and needed. The hypertext does not come from the enjoyment in the process of reading the narratives but the satisfaction in getting the information on the narratives. It is not reading for pleasure that is traditionally offered by romantic novels but the satisfaction in the process of getting information on the text since self actualization in the readers is fulfilled.
POPULARIZING EPIC NARRATIVE IN GEORGE R.R. MARTIN'S A GAME OF THRONES Ida Rochani Adi
Humaniora Vol 24, No 3 (2012)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.175 KB) | DOI: 10.22146/jh.1372

Abstract

This research is intended to show the sustainability of epic in latest years of human history through the most phenomenal fantasy in American literature, A Game of Thrones. Along with the capability of human beings in thinking dearly and sensibly, it is commonsensical that people tend to free themselves from irrationality. The reality shows, however, that the existence of epic fantasy still has power in appealing audiences or readers. This is the case with A Game of Thrones written by George RR Martin who was given the award of One of The Most Influential People in 2011 by Time magazine. This qualitative march, using genre approach, finds out that in order to be compatible with today's society, an epic seen in A Game of Thrones, which is commonly known as a story centering on the legendary hero and his heroic deed in oral folk tradition, keeps its power as an epic fantasy narrative through certain archetypes and formulas. Through genre analysis using semiotic approach, the research brings about conclusions that the elements of high fantasy, elements built through rational representation, and a smart combination of convention and invention brings about its popularity. It is also concluded that there is a close relationship between the myth and the mode of people living even in the most modern context.
Pendampingan Kelompok Pemuda Karang Taruna Desa dalam Pengelolaan Akun Media Sosial Youtube dan Instagram Jatmiko, Rahmawan; Ida Rochani Adi; Saktiningrum, Nur
Bakti Budaya: Jurnal Pengabdian kepada masyarakat Vol 5 No 2 (2022): 2022: Edisi 2
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/bakti.5607

Abstract

This paper is written based on the community service program conducted in April-September 2021, as the continuation of a similar program carried out the year before. As the previous program, this program is intended as a form of assistance program for people affected by pandemic and post-pandemic situations. Some initial input and data from the youth target group, namely Tunas Harapan Ngentakrejo youth groups, was obtained during the observation period which was then followed up so that this program of activities was realized. All of these activities were carried out online or remotely, using internet communication media, utilizing communication technology devices, computer and mobile software that can be used for the production of joint projects. The outputs of this program, along with this publication, are social media contents uploaded on the youth groups’ Youtube and Instagram accounts. During the process, the youths had practiced several skills, which they learned in this program combined with their prior knowledge, such as phone photography and videography, photo and video editing, and digital arts. ==== Artikel ini ditulis berdasarkan program pengabdian masyarakat yang dilakukan pada April-September 2021 sebagai kelanjutan dari program serupa yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Seperti program sebelumnya, program ini dimaksudkan sebagai bentuk program pendampingan bagi masyarakat yang terdampak situasi pandemi dan pascapandemi. Beberapa data dan masukan awal dari kelompok karang taruna yang menjadi target sasaran adalah karang taruna Tunas Harapan Ngentakrejo telah didapatkan selama masa observasi yang kemudian ditindaklanjuti sehingga dapat mewujudkan program kegiatan ini. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara daring atau jarak jauh menggunakan media komunikasi melalui internet, memanfaatkan perangkat teknologi komunikasi dan beberapa perangkat lunak yang dapat digunakan untuk produksi karya bersama. Luaran dari program ini, bersama dengan publikasi ini, adalah konten media sosial yang diunggah di akun YouTube dan Instagram kelompok pemuda sasaran. Selama proses tersebut, para pemuda telah mempraktikkan beberapa keterampilan yang mereka pelajari dalam program ini dikombinasikan dengan pengetahuan mereka sebelumnya, seperti fotografi dan videografi melalui gawai, editing foto dan video, serta seni rupa dan desain digital.