Maraknya penggunaan serat optik pada perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi bertujuan untuk memberikan layanan terbaik, mudah, dan cepat. Dengan menggunakan serat optik, penyedia layanan telekomunikasi dapat menekan biaya sehinga biaya yang diperlukan relatif rendah dengan mutu pelayanan yang tinggi. Namun, dengan berbagai keunggulan serat optik bukan berarti sistem komunikasi serat optik tidak memiliki permasalahan. Salah satu permasalahan yang terjadi pada serat optik adalah hilangnya energi cahaya didalam inti serat optik yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti sambungan yang kurang baik, putusnya kabel, atau kualitas kabel yang menurun sehingga mengakibatkan redaman dan rugi – rugi (loss transmission) pada proses pengiriman data. Penyambungan serat optik dilakukan dengan metoda Fusion Splicing. Alat yang digunakan adalah Optical Fiber Fusion Splicer atau yang lebih dikenal dengan Fusion Splicer, alat tersebut yang akan menyambungkan serat optik antara satu inti dengan inti yang lain. Pada ruas Soreang – Nanjung serat optik yang terpasang adalah sepanjang 15,947 km dan memiliki kapasitas sebanyak 24 inti. Kerusakan yang terjadi adalah dikarenakan penggalian pipa oleh pihak lain sehingga kabel terkena perkakas dan terputus. Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan Optical Time Domain Reflectometer (OTDR) di stasiun Nanjung dan tercatat kabel serat optik putus pada inti nomor 11 hingga 24 dengan rata – rata jarak yang terukur 15,187 km. Kemudian dilakukan penyambungan serat optik dengan niliai redaman maksimum setiap inti sebesar 0,03 dB.