I Ketut Mertha
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN PADA TINDAK PIDANA BALAS DENDAM PORNOGRAFI (REVENGE PORN) Ni Nyoman Praviyanti Triasti Ananda; I Ketut Mertha
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 4 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak kejahatan berkonten seks kian marak terjadi dalam jaringan online, berdampak terhadap ancaman yang sering dialami perempuan dari pada laki-laki seperti pornografi balas dendam. Pornografi balas dendam adalah tindakan mempublikasikan konten seksual seseorang yang dilakukan mitra atau mantan kekasih tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Tujuan studi ini untuk mengetahui peraturan perlindungan hukum tindak pidana balas dendam pornografi ditinjau dari KUHP dan di luar KUAP serta untuk mengtahui upaya penanggulangan tindak pidana balas dendam pornografi secara represif dan preventif. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Hasil studi menunjukkan bahwa pengaturan yang ada di Indonesia terkait tindak pidana balas dendam pornografi terdapat kekosongan norma. Oleh karena itu, perlu melakukan adanya pembuat suatu kebijakan hukum pidana dengan mengadakan formulasi dalam KUHP, Undang-Undang Ponografi dan Undang-Undang Infomas Transaksi Elektronik secara terang dan jelas guna mengatasi kekosongan norma akibat penafsiran berbeda-beda sehingga para penegak hukum dapat melakukan penegakan hukum sesuai dengan pengaturan yang memang mengatur tindak pidana balas dendam pornografi terhadap korban perempuan.” Kata Kunci: Balas Dendam, Norma Kosong, Pornografi, Tindak Pidana
KEJAHATAN SIBER (CYBERCRIME) DALAM KONTEKS KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER ONLINE DI INDONESIA Ni Putu Lina Sudiyawati; I Ketut Mertha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 4 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.632 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i04.p11

Abstract

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan banyak pengaruh salah satunya adalah peluang untuk terjadinya kejahatan siber semakin luas, berbagai macam ancaman kejahatan siber terus bermunculan dan ini merupakan tantangan bagi masyarakat pengguna teknologi informasi dan komunikasi, terkhususnya kejahatan siber yang menyerang perempuan. Pada sisinya yang lain, masih belum jelasnya pengaturan terkhususnya Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), terkait frasa “konten melanggar kesusilaan” dalam penegakan hukum terkait tindak pidana kesusilaan di dunia maya menjadi tantangan tersendiri bagi para penegak hukum dalam menghadapi perkembangan kejahatan siber terkhususnya “tindak pidana kesusilaan”. Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk dikaji mengenai Bagaimanakah kajian viktimologi perempuan sebagai korban kekerasan seksual berbasis gender online di Indonesia?. Hasil penelitian menunjukan bahwa, aturan mengenai cybercrime saat ini menginduk pada UUITE. Namun, sayangnya pola penindakannya masih belum maksimal dan seringkali terkesan dipaksakan dikarenakan masih belum jelasnya pengaturan dalam UUITE. Kajian viktimologi perempuan sebagai korban kekerasan seksual berbasis gender online di Indonesia, menggambarkan bahwa telah terjadi perubahan secara structural atau yang dikenal dengan istilah perubahan social yang muncul dikarenakan adanya kemajuan teknologi, yang merupakan faktor yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari, yang pada akhirnya meningkatkan resiko viktimisasi kriminal terhadap perempuan secara online. Kata Kunci : Kejahatan Siber, Viktimisasi Kriminal, Perempuan
EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DI INDONESIA BERDASARKAN ASAS NON SELF INCRIMINATION Ni Kadek Dripta Yanti; I Ketut Mertha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 12 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.755 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i12.p10

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) eksistensi saksi mahkota dalam proses peradilan pidana di Indonesia berdasarkan asas non self incrimination; dan (2) perlindungan hukum terhadap saksi mahkota. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Eksistensi saksi mahkota dalam proses peradilan pidana di Indonesia berdasarkan asas non self incrimination sudah lazim digunakan. Kehadiran saksi mahkota baru dikatakan tidak bertentangan dengan asas non self incrimination jika dilakukan sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 199 jo. Pasal 200 Rancangan KUHAP versi Januari 2009; dan (2) Perlindungan hukum terhadap saksi mahkota, seperti perlindungan terhadap saksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, namun kepada saksi mahkota diberikan juga keringanan hukuman bahkan dibebaskan dari penuntutan jika peranannya dianggap yang paling ringan. The objective of this research to reveal (1) the existence of a crown witness in the criminal justice process in Indonesia based on the principle of non self-incrimination; and (2) legal protection of crown witnesses. The result of this research indicates that (1) The existence of crown witnesses in criminal justice processes in Indonesia based on the principle of non-self-incrimination is commonly used. The presence of a new crown witness is said not to contradict the principle of non-self-incrimination if it is carried out in accordance with Article 199 jo. Article 200 of the January 2009 version of the Draft Criminal Procedure Code; and (2) Legal protection for crown witnesses, such as protection for witnesses as regulated in Law Number 13 of 2006 concerning Protection of Witnesses and Victims, however crown witnesses are also given leniency and even exemption from prosecution if their role is considered the lightest.
PENGATURAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DAN PERTANGGUNGJAWBAN PIDANA KORPORASI DALAM MICRO-TRANSACTION PADA GAME ONLINE Gede Darma Sannyasa; I Ketut Mertha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 9 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.363 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i09.p14

Abstract

Tujuan studi ini dilakukan guna mengkaji delik perjudian pada micro-transaction dalam game online serta bentuk pertanggungjawaban pidana Korporasi sebagai penyedia layanan perjudian micro-transaction dalam game online. Metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, digunakan pada studi ini. Hasil studi menunjukkan Microtransaction dalam game online baik dalam bentuk gacha atau lootbox mengandung unsur tindak pidana perjudian dan mengenai perjudian sendiri telah diatur dalam KUHP, Undang-undang Penertiban Perjudian serta melalui Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian dan oleh karena perjudian ini dilakukan secara virtual maka Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi lex specialis pada micro-transaction dalam game online. Kemudian Publisher dan/atau developer game merupakan Korporasi yang juga sebagai subyek hukum pidana dan menjadi pihak yang menyediakan sarana perjudian dengan bentuk Microtransaction dalam game online baik berupa gacha dan loot box, sehingga atas hal tersebut Publisher dan/atau developer game dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. The purpose of this study is to examine the offense of gambling on micro-transactions in the online game as well as the form of corporate criminal liability as a provider of micro-transaction gambling services in the online game. The normative legal research method with a statutory and conceptual approach is used in this study. The study results show that microtransaction in online games both in the form of gacha or lootbox contains elements of gambling crime and regarding gambling itself has been regulated in the Criminal Code, the Gambling Control Act and through the Government Regulation on the Implementation of Gambling Control and because of this gambling is done virtually invite Information and Electronic Transactions to be lex specialists on in-online game micro-transactions. Then the Publisher and / or game developer is a corporation that is also a subject of criminal law and becomes a party that provides gambling facilities in the form of microtransaction in the online game in the form of gacha and loot box, so that the Publisher and / or game developer can be held liable for criminal liability.
PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI: ANALISIS DISPARITAS PENANGGULANGAN PENJATUHAN PIDANA DI INDONESIA I Putu Bayu Pinarta; I Ketut Mertha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 10 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.201 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i10.p11

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pada kasus tindak pidana korupsi yang menimbulkan disparitas dan konsep ideal agar tidak ada lagi disparitas pidana pada penjatuhan pidana tindak pidana korupsi dikaitkan dengan rasa keadilan masyarakat Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mempergunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan atau statute approach untuk menganalisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim pada kasus tindak pidana korupsi sehingga menimbulkan disparitas putusan pidana meliputi faktor perundang-undangan; pribadi hakim; dan lingkungan yang mencakup faktor politik dan ekonomi dan konsep ideal agar tidak ada lagi disparitas pidana pada penjatuhan pidana tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan cara dibuatnya pedoman pemidanaan; mengkonstruksi kembali (rekonstruksi) pola pemikiran dan perilaku etik hakim; dan upaya untuk memutus perkara yang bebas tendensi. The objective of this research to reveal factors that are considered by the judge in the criminal punishment on corruption cases which causes disparity and the ideal concept to avoid no more criminal disparity on the criminal punishment of corruption. The method used in this research uses normative juridical legal research with a statutory or statutory approach to analysis. The result of this research indicates that factors that are considered by the judge in the criminal punishment on corruption cases which causes disparity included legislation factors; judge personal factors; and environmental factors which include political and economic factors and the ideal concept so that no criminal disparity on the criminal punishment of corruption can be done by the way made sentencing guidelines that can be used as a reference or guidelines for judges to impose criminal sanctions; constructing (reconstruction) patterns of thought and ethical behavior of judges; and an attempt to break free cases tendencies.
PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) I Dewa Narapati; I Ketut Mertha; I Gede Artha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 12 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.899 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i12.p06

Abstract

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi pengaturan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi dan mengetahui Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di berbagai Negara yang hubungannya untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana pencucian uang yang ideal di masa datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan legal approach (pendekatan Undang-undang), dan comparative approach (pendekatan perbandingan). Hasil dari analisis di dapat harmonisasi aturan dan teori terkait pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pencucian sudah mendukung tetapi dalam segi aturan perlu adanya pedoman pemidanaan terkait penjatuhan sanksi. The purpose of this paper is to identify the regulation of money laundering crimes committed by corporations and to find out the Corporate Criminal Liability in various countries which is related to analyzing corporate criminal liability in the ideal future of money laundering. The research method used in this research is normative juridical. Meanwhile, the approach used in this research is the legal approach, and the comparative approach. The results of the analysis show that the harmonization of rules and theories related to corporate responsibility in laundering has been supported, but in terms of regulations, there is a need for criminal guidelines related to the imposition of sanctions.
Kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam Hal Notaris Diberhentikan Sementara dari Jabatannya Komang Teja Pradnyana; I Ketut Mertha
Acta Comitas Vol 6 No 02 (2021)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2021.v06.i02.p12

Abstract

Abstract The purpose of this writing is to determine the ratio legis for the position of Temporary Notary Officer in the event that the Notary is temporarily suspended from his/her position and to understand the reformulation of the regulation of the position of the Notary's Temporary Officer in the event that the Notary is temporarily suspended from his/her position. The research method used is the normative research method, which departs from the absence of norm on the regulation of the position of Temporary Notary Officer in order to carry out the position of a temporarily suspended Notary as stipulated in Article 1 point 2 of the UUJN-Amendment, with a statutory approach and a conceptual approach. The technique of collecting legal material is in the form of card system technique and legal material analysis technique in the form of descriptive technique and construction technique. The research findings are as follows: Ratio Legis for the position of a Notary's Temporary Officer in the event that a Notary is temporarily suspended from his/her position is to maintain the continuity of the Notary's position, even though the Notary (official) cannot carry out his/her duties for a while because of being temporarily suspended, but persist because it is a permanent work sector. Regulatory reformulation of the position of Temporary Notary Officer in the event that the Notary is temporarily suspended from office is by establishing a norm that revises the norm of Article 1 point 2 UUJN-Amendment. Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui ratio legis kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya dan memahami reformulasi pengatuan atas kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya. Metode penelitian yang dipergunakan yaitu metode penelitian normatif, yang beranjak dari kekosongan norma atas pengaturan kedudukan Pejabat Sementara Notaris guna menjalankan jabatan Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UUJN-Perubahan, dengan jenis pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum berupa teknik sistem kartu dan teknik analisisa bahan hukum berupa teknik deskriptif dan teknik konstruksi. Adapun temuan penelitian adalah sebagai berikut: Ratio legis kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya adalah untuk mempertahankan keberlangsungan jabatan Notaris itu sendiri, meskipun Notaris (pejabat) tidak dapat melaksanakan tugas jabatannya untuk sementara waktu karena diberhentikan sementara, namun jabatan Notaris harus tetap ada karena merupakan lingkungan pekerjaan tetap. Reformulasi pengaturan atas kedudukan Pejabat Sementara Notaris dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya adalah dengan pembentukan norma yang merevisi norma Pasal 1 angka 2 UUJN-Perubahan.
Pengaturan Tentang Saksi Keluarga Pada Perkara Perceraian Akibat Perselisihan Secara Terus-Menerus Ida Ayu Tri Astuti Purwasari; I Ketut Mertha
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 3 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i03.p09

Abstract

This study aims to find out and briefly about the Arrangement of Family Witnesses in Divorce Cases Due to Continuous Disputes. This study uses normative legal methods. The arrangement of family witnesses in providing information in divorce cases due to continuous disputes, namely a conflict of norms between Article 22 paragraph (2) of the Marriage Regulation and Article 1910 of the Civil Code. Based on the principle of lex superior derogat legi inferiori in resolving the problem of conflicting norms between Article 22 paragraph (2) of the Marriage Regulation and Article 1910 of the Civil Code, the basis will be Article 1910 of the Civil Code, which determines that the family is considered incompetent in giving testimony in case. The legal consequences of divorce in Indonesia on property during marriage, if you pay attention to the explanation of Article 37 officially do not provide positive legal uniformity on how to divide joint property in the event of a divorce. Furthermore, the way of dividing joint property in the provisions of the law and submitting it to the law that lives in the community where the divorce and household are located. If we return to the explanation of Article 37, then the regulation has shown a description of how to divide joint property, namely "Divided the distribution based on religious law if the religious law is a living legal awareness in regulating divorce procedures. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami Pengaturan Tentang Saksi Keluarga Pada Perkara Perceraian Akibat Perselisihan Secara Terus Menerus. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Telah terjadi konflik norma pada pengaturan saksi keluarga dalam memberikan keterangan atau kesaksian pada proses perkara perceraian akibat perselisihan secara terus menerus yaitu, antara Pasal 22 ayat (2) PP Perkawinan dengan Pasal 1910 KUHPerdata. Betapa pentingnya kesaksian dari para saksi bagi suatu perkara, sehingga harus tercipta suatu kepastian hukum terkait hal tersebut. Berdasarkan Asas Preferensi Hukum, khususnya Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, Pasal 1910 KUHPerdata dijadikan dasar atau sebagai pedoman dan acuan, dimana Pasal 1910 KUHPerdata menentukan bahwa keluarga dianggap tidak cakap dalam memberikan kesaksianya dalam perkara perceraian, dalam makna lain bahwa keluarga dilarang untuk bersaksi dalam perkara perceraian yang memiliki hubungan sedarah dengan pihak yang berperkara. Akibat hukum daripada perceraian di Indonesia terhadap harta benda selama perkawinan, apabila merujuk pada Pasal 37 UU Perkawinan memang tidak ditemukan keseragaman hukum positif tentang bagaimana pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian. Maka, pembagian harta bersama setelah perceraian akan berpedoman dengan hukum yang hidup dan tumbuh di lingkungan masyarakat dimana perceraian dan rumah tangga tersebut berada. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dari penjelasan Pasal 37 UU yang pada intinya menyatakan bahwa, harta benda bersama setelah adanya perceraian, pembagiannya berpedoman pada aturan hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian.
Urgensi Pembaharuan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api I Gede Sayogaramasatya; I Ketut Mertha
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 12 No 1 (2023)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2023.v12.i01.p15

Abstract

he purpose of this paper is to find out the urgency of reforming firearms crimes regarding abuse in the use of firearms in Indonesia today (Ius Constitutum) so that the renewal of criminal law against the use of firearms is in accordance with the aspired law (Ius Constituendum). The research method used in this paper is a normative legal research method. By using a statutory approach (Statute Approach). The search for this legal material is a document study. The results of the study indicate that the regulation of criminal acts of abuse of firearms is currently regulated (ius constitutum) which mentions the revocation of licenses and the seizure of firearms in the event of misuse, the regulation is not clear or it can be said that there is a vagueness of norms. Regarding the renewal of criminal law on the regulation of criminal acts of misuse of firearms in the future (ius constituendum), the author feels that this needs to be done. The reform in question is the need for regulations regarding the misuse of firearms to be regulated in a legal codification in the form of a law. In addition, various cases of misuse of firearms that have occurred so far seem to confirm that legal uncertainty in regulating the use of firearms has disrupted the public's sense of security. Tujuan tuisan ini adalah mengetahui urgensi pembaharuan tindak pidana senjata api mengenai penyalahgunaan dalam penggunaan senjata api di Indonesia saat ini ( Ius Constitutum) sehingga pembaharuan hukum pidana terhadap penggunaan senjata api sesuai dengan hukum yang dicita-citakan (Ius Constituendum). Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Penelusuran terhadap bahan hukum ini ialah studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang diatur saat ini (ius constitutum) yang menyebutkan mengenai pencabutan izin dan perampasan senjata api bilamana terjadi penyalahgunaan, belum jelas pengaturannya atau dapat dikatakan terdapat kekaburan norma. Terkait pembaharuan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di masa mendatang (ius constituendum), penulis merasa hal tersebut perlu dilakukan. Pembaharuan yang dimaksud adalah perlunya pengaturan mengenai penyalahgunaan senjata api ini diatur dalam satu kodifikasi hukum berbentuk Undang- Undang. Selain itu, berbagai kasus penyalahgunaan penggunaan senjata api yang terjadi selama ini seolah-olah menjadi penegas bahwa ketidakpastian hukum dalam pengaturan penyalahgunaan senjata api tersebut mengakibatkan terganggunya rasa aman publik.