Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

GAMBARAN PROSES RADANG LUKA POSTMORTEM PADA HEWAN COBA Angel, Patricius Geraldo; Kalangi, Sonny; Wangko, Sunny
eBiomedik Vol 2, No 3 (2014): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.2.3.2014.5899

Abstract

Abstract: Skin is the largest and heaviest organ in human body. Its role as a barrier and its location at the surface of human body make it susceptible to trauma which in consequence to wound formation. Human body responses to wound by initiating wound healing process. The fundamental aspect of this process consists of four phases: inflammation, initiation, proliferation, and remodeling. In order to obtain sucessfull wound healing all four phases must occur in a proper sequence and a time frame. Several factors have been known to interfere one or more of these phases. In postmortem condition, wound healing can still occur but the process is different compared to those in antemortem condition. A domestic pig was used on account of the similarity in skin structure and histophysiology with human being to observe the inflammatory process in postmortem wounds. This was an experimental descriptive research. Cut wounds were made at the back of the postmortem pig then skin tissues were taken and reserved in series of time to observe histological features of wound healing process. The results showed that an increase of cells’ number in dermis layer of the skin was observed 15 minutes after the cut wounds. The increase of cells’ number in the first wounds reached its peak at 150 minutes postmortem, meanwhile the increase of cells’ number in second wounds reached its peak at 45 minutes postmortem, 90 minutes after the cut wounds were made. Moreover, the increase of cells’number could be observed until 3 hours postmortem. It was concluded that the inflammatory process of wound healing observed by increases of cells’ number still occured postmortem for a certain time. Keywords: Inflammatory process, postmortem, wound.     Abstrak: Kulit merupakan organ terbesar dan terberat dari tubuh manusia. Keberadaannya yang membungkus seluruh permukaan tubuh sebagai fungsi proteksi menyebabkan kulit rentan terhadap trauma dan terjadinya luka. Ketika terjadi luka, tubuh manusia akan merespon dengan memulai proses penyembuhan luka. Secara umum, proses penyembuhan luka terdiri dari empat fase, yaitu  fase inflamasi, inisiasi, proliferasi dan remodeling. Untuk terjadi penyembuhan luka dengan baik, fase penyembuhan luka ini harus berlangsung dengan urutan dan waktu yang tepat. Banyak faktor yang dapat mengganggu satu atau lebih fase ini. Dalam keadaan postmortem, penyembuhan luka masih dapat berlangsung, namun proses yang terjadi berbeda dengan penyembuhan luka sebelum kematian. Dalam penelitian ini digunakan babi domestik sebagai hewan coba karena babi  termasuk hewan omnivora dengan struktur dan histofisiologi kulit yang mirip manusia. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif eksperimental. Luka sayatan dibuat pada punggung babi setelah mati lalu jaringan kulit diambil dalam beberapa tahapan waktu untuk melihat gambaran histologik sebagai penanda radang dalam proses penyembuhan luka. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah sel pada lapisan dermis terlihat sejak 15 menit setelah terjadinya luka. Peningkatan jumlah sel pada luka tahap pertama berlanjut dan memuncak pada 150 menit postmortem. Peningkatan jumlah sel pada luka tahap kedua berlanjut dan memuncak pada 45 menit yang diambil 90 menit setelah pembuatan luka. Proses inflamasi yang dinilai dari peningkatan jumlah sel pada penelitian ini tetap berlangsung sampai 3 jam postmortem. Penelitian ini memperlihatkan bahwa reaksi inflamasi tetap berlangsung normal pada kondisi postmortem untuk suatu tenggang waktu tertentu. Kata kunci: Inflamasi, luka, postmortem.
PERAN MELANOKORTIN PADA MELANOSIT Mamoto, Natalia; Kalangi, Sonny; Karundeng, Ronny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.805

Abstract

Abstract: Melanocyte, an important component of the skin pigmentation system, has the ability to produce and distribute melanin. This skin pigmentation system consists of melanocytes, melanosomes, tyrosinase enzymes, and the melanogenesis process. The biochemical process of the skin pigmentation (melanogenesis) is very complex, and produces eumelanin and pheomelanin pigments, both are tyrosine derivates. Melanocortins are found in the forms of a-MSH, b-MSH, g-MSH, and ACTH. Melanocortins play some important roles in certain physiologic responses of human beings, such as: the skin pigmentation, adrenal function, sexual function, analgesia, temperature controle, cardiovascular controle, inflammatory process, energy homeostasis, endocrine secretion, diet-intake controle, and autonomic function.  In general, the responses are proceeded by binding of melanocortins to their receptors. Key words: melanocyte, melanin, melanocortin, melanogenesis.     Abstrak: Melanosit merupakan komponen penting dalam sistem pigmentasi kulit melalui kemampuannya dalam menghasilkan dan mendistribusikan melanin. Sistem pigmentasi kulit melibatkan melanosit, melanosom, melanin, enzim tirosinase dan proses melanogenesis. Proses biokimia pigmentasi kulit (melanogenesis) bersifat sangat kompleks. Proses melanogenesis ini menghasilkan pigmen eumelanin dan feomelanin. Baik eumelanin maupun feomelanin keduanya adalah derivat tirosin melalui beberapa tahapan. Melanokortin terdiri atas a-MSH, b-MSH, g-MSH dan ACTH. Melanokortin terlibat dalam pengaturan respon fisiologi manusia, yaitu pigmentasi kulit, fungsi adrenal, fungsi seksual, analgesia, kontrol temperatur, kontrol kardiovaskuler, inflamasi, homeostasis energi, sekresi endokrin, mengontrol asupan makanan, dan fungsi otonom. Secara umum respon ini diawali dengan pengikatan melanokortin dengan reseptornya. Kata kunci: melanosit, melanin, melanokortin, melanogenesis.
PERAN ENTOMOLOGI FORENSIK DALAM PERKIRAAN SAAT KEMATIAN DAN OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA SISI MEDIS (INTRODUKSI ENTOMOLOGI MEDIK) Kristanto, Erwin; Wangko, Sunny; Kalangi, Sonny; Mallo, Johannis
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.809

Abstract

Abstract: Scrutinized and devoted efforts are needed to unveil mysteries of forensic cases. A variety of methods may be needed, methods that are accountable in court. During the flow of time, some evidence, especially human tissues will degrade and eventually vanish. Albeit, to forensic entomologists, the degradation of human remains will bring other new evidence which is scientifically accountable in court. Just as in life, after death the tissues of humans are still attractive to a variety of insects. Different insects are attracted at different stages of decomposition of the body. These insects follow certain set patterns of development in or on the body. Identification of the types of insects present, and their stages of development, in conjunction with the knowledge of the rates of their development, can be used to determine approximately how long a body has been dead. In addition, this identification might indicate whether a body has been moved from one area to another. Key words: forensic cases, methods, insects.     Abstrak: Dibutuhkan dedikasi dan ketelitian dalam mengungkap berbagai misteri di balik kasus-kasus forensik. Berbagai metode akan amat dibutuhkan dalam menjawab berbagai pertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, dan sudah menjadi keharusan bahwa bukti atau kesaksian ahli ini dapat dipertanggungjawabkan. Dengan berjalannya waktu, beberapa barang bukti, terutama jaringan tubuh manusia akan mengalami proses degradasi dan akhirnya hilang. Namun demikian, bagi seorang ahli entomologi forensik, kerusakan dan hilangnya jaringan tubuh tadi dapat membawa bukti-bukti baru. Bukti yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di pengadilan. Seperti saat hidup, jaringan tubuh manusia setelah kematian tetap menarik bagi berbagai jenis serangga. Jenis serangga yang berbeda akan tertarik pada tahap yang berbeda pula dari tahapan-tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia. Serangga-serangga ini mengikuti suatu pola perkembangan. Terkait dengan pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan mereka, hal ini dapat digunakan untuk membuat suatu perkiraan berapa lama tubuh tadi telah mati. Sebagai tambahan, identifikasi hal di atas juga akan dapat mengindikasikan apakah mayat telah dipindahkan dari satu area ke area yang lain. Kata kunci: kasus forensik, metode, serangga.
PENGARUH TERAPI DIET PISANG AMBON (MUSA PARADISIACA VAR. SAPIENTUM LINN) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA KLIEN HIPERTENSI DI KOTA BITUNG Tangkilisan, Lizel R.; Kalangi, Sonny; Masi, Gresty
JURNAL KEPERAWATAN Vol 1, No 1 (1): E-Jurnal Keperawatan
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jkp.v1i1.2197

Abstract

Abstract: The prevalence of hypertension in Indonesia has reached 31,7% and most cases are not detected yet. Hypertension is a main cause of heart disease, renal failure, and stroke. One of the non pharmacotherapy that can lower the blood pressure is Ambon banana. The purpose of this research was to analyze the effects of Ambon banana dietary therapy on lowering the blood pressure in clients with hypertension in Bitung City. This research used one group pre test- post test design. The sampling technique that used was non probability sampling type of purposive sampling. The total number of sample was 22 respondents who were selected based on inclusion and exclusion criteria. Result of paired t test at the systolic blood pressure before and after given the therapy showed p value 0,000. Result of paired t test at the diastolic blood pressure before and after given the therapy showed p value 0,000. These results explain that there are significant effects of Ambon banana dietary therapy to lower the systolic and diastolic blood pressure in clients with hypertension. Banana can lower the hypertension because it contains high potassium that works similar to antihypertensive drugs in human body. It can be concluded that Ambon banana dietary therapy (Musa Paradisiaca var Sapientum Linn) can lower the blood pressure in clients with hypertension in Bitung City. In further day, people should measure their blood pressure routinely, live with healthy lifestyle, and they can eat banana to prevent and control their blood pressure. Keywords: Ambon Banana, Musa Paradisiaca var Sapientum Linn, Blood Pressure, Hypertension Abstrak: Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % dan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi. Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat menurunkan tekanan darah ialah pisang ambon. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terapi diet pisang ambon (Musa Paradisiaca var. Sapientum Linn) dalam menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi. Jenis penelitian yang digunakan ialah one group pre test-post test. Pendekatan sampel yang dipakai adalah sampling non probabilitas dengan metode purposive sampling. Banyaknya sampel yang digunakan ialah 22 orang yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil uji t berpasangan data tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan terapi menunjukkan p value 0,000. Hasil uji t berpasangan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah diberikan terapi menunjukkan p value 0,000. Hal ini berarti secara signifikan terapi diet pisang ambon menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada klien hipertensi. Pisang dapat menurunkan tekanan darah karena mengandung kalium tinggi yang bekerja mirip obat antihipertensi di dalam tubuh manusia. Dapat disimpulkan bahwa terapi diet pisang ambon (Musa Paradisiaca var. Sapientum Linn) dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi di Kota Bitung. Di hari selanjutnya, masyarakat sebaiknya mengukur tekanan darah secara rutin, hidup dengan pola hidup sehat, dan mereka dapat mengonsumsi pisang untuk mencegah maupun mengontrol tekanan darah mereka. Kata Kunci: Pisang Ambon, Musa Paradisiaca var. Sapientum Linn, Tekanan Darah, Hipertensi
HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN KEBIASAAN MINUM MINUMAN KERAS PADA REMAJA DI DESA ATEP SATU KECAMATAN LANGOWAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA Taroreh, Wulan E.; Kalangi, Sonny; Masi, Gresty
JURNAL KEPERAWATAN Vol 1, No 1 (1): E-Jurnal Keperawatan
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jkp.v1i1.2252

Abstract

Abstract: Habits of drink alcohol in teenagers is a very often phenomenon in Indonesia. Manty factors which  cause them to spend their spare time drink alcohol. Lots of risks and problems will wait for them who should have controlled by their parents society. Number of teenagers drink alcohol is increasing and if it’s allowed, it can hamper their personality and far more development of Indonesi. Because teenagers is the future generation and asset who will continue and fill the development of Indonesia. This research held in Atep one village of South Langowan Minahasa. Purpose to know the relationship between social environment and family environment with drinking habits inteens. Type of research was analytical observational, with Cross Sectional design. Samples in this research were all teenagers live in Atep one village based from inclusion criteria. Sampling method was  total sampling, used Chi Square test with help of SPSS version 16.00 at significance 95% (α<0,05). Result got were respondents based from interaction at good category were 41 person (75,9%) and bad were 13 person (24,1%), based from family control in good category were 45 person (83,3%) and bad were 9 person (16,7%), based from use of alcoholic drink there were 44 person (81,5%) and not drinker were 10 person (18,5%). Conclusion there was significant relation between interaction and use of alcoholic drink with resul of p = 0,001<0,05, and there is not relationship between parents or family control and use of alcoholic drink with p = 0,667 > 0,05. Keyword: Alcohol, Teenagers interaction, Parents control Abstrak: Kebiasaan minum minuman keras di kalangan remaja merupakan fenomena yang sering sekali terjadi di Indonesia. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan mereka menghabiskan waktu luangnya untuk minum minuman keras. Semakin banyaknya remaja yang minum minuman keras apabila dibiarkan tentunya akan menghambat kepribadian seseorang dan yang lebih jauh lagi perkembangan bangsa Indonesia. Karena kalangan remaja merupakan generasi penerus bangsa dan aset bangsa yang akan melanjutkan dan mengisi pembangunan bangsa Indonesia. Penelitian ini di desa Atep satu Kecamatan Langowan Selatan Kabupaten Minahasa. Tujuan  untuk mengetahui hubungan lingkungan pegaulan dan lingkungan keluarga dengan kebiasaan minum minuman pada remaja. Jenis penelitian ini observasional analitik, dengan rancangan Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua remaja yang tinggal di Desa Atep satu yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan Total Sampling, menggunakan uji statistik Chi Square dengan bantuan SPSS versi 16.00 pada tingkat kemaknaan 95% (α<0,05). Hasil Penelitian didapati bahwa distribusi responden menurut pergaulan dalam kategori baik yaitu 41 orang (75,9%), dan buruk 13 orang (24,1%), dan kontrol di lingkungan keluarga kategori baik sebanyak 45 orang (83,3%) dan buruk 9 orang (16,7%), kemudian responden untuk penggunaan minuman keras kategori peminum 44 orang (81,5%) dan bukan peminum 10 orang (18,5%). Kesimpulan yang dapat diambil yaitu terdapat hubungan bermakna antara lingkungan pergaulan dengan penggunaan minuman keras dengan hasil yang diperoleh nilai p= 0,001 < 0,05 dan tidak terdapat hubungan antara kontrol orang tua/keluarga dengan penggunaan minuman keras dengan nilai p = 0,667 > 0,05. Kata kunci: minuman keras, pergaulan remaja, kontrol orang tua