Wisnu Arya Gemilang
Ministry of Marine Affairs and Fisheries

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Importance of Nutrients Concentration Monitoring In Coastal Area Wisnu Arya Gemilang; Ulung Jantama Wisha; Ruzana Dhiauddin
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 24, No 2 (2019): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.583 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.24.2.69-80

Abstract

Land utilization changes of the natural resources conservation area of Pangandaran coastal area, that have been utilized as a marine tourism area, which affect many kinds of environmental degradation threats. Updating the condition of Pangandaran waters is essential due to its condition impacted by anthropogenic activities. Water condition monitoring was done by measuring nutrients as an indicator to assess the water fertility and pollution. Fourty five observation points were selected and divided into three locations, representing the condition of river, estuary/mangrove area, and open sea. Nutrients were analyzed by employing Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 22nd Edition 2012 (SMEWW). Currents and tides were measured for 15 days, used as the basis input of hydrodynamic model. The results showed that the highest of average value of nitrate was found in the estuary/mangrove forest which reached 0.998 mg.L-1. While, the highest phosphate content was observed in the river which reached 0.928 mg.L-1. The highest ammonia concentration was observed in the sea which reached 0.027 mg.L-1. N:P ratios in the study area are categorized <16, which showed that Pangandaran waters are in the condition of N-limitation. These conditions trigger blooming of phytoplankton due to the high concentration of nitrate. The higher nutrient concentration indicates that anthropogenic activities take place. Tidal current has an important role transporting nutrient in the estuary, triggering nutrient deposition and blooming tendency. Restrictions on residential areas and the utilization of coastal areas are an appropriate step to reduce the pollution level in Pangandaran waters.
KERENTANAN PESISIR TERHADAP BENCANA TANAH LONGSOR DI BUNGUS, SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN METODE STORIE WISNU ARYA GEMILANG
Jurnal Geosaintek Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j25023659.v3i1.1203

Abstract

Daerah Teluk Bungus dan sekitarnya secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Bungus - Teluk Kabung terletak pada bagian Selatan Kota Padang – Sumatera Barat merupakan salah satu kawasan yang masuk dalam zona potensi terjadi gerakan tanah tinggi hingga menengah. Tulisan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tingkat kerentanan daerah rawan gerakan tanah daerah pesisir Teluk Bungus menggunakan metode Storie (Storie, 1978 ; Sitorus, 1995) berdasarkan karakteristik fisik berupa tataguna lahan, kelerengan, geologi dan curah hujan setempat. Klasifikasi tingkat kerentanan gerakan tanah menggunakan metode Storie di kawasan Bungus dan sekitarnya dan menghasilkan lima tingkat kerentanan gerakan tanah, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Secara umum klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi longsor memang berada pada daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah sedang hingga rendah. Kerentanan gerakan tanah di daerah penelitian dipengaruhi oleh kemiringan lereng dan litologi atau jenis tanah, serta curah hujan sebagai faktor pemicu terjadinya gerakan tanah.
Riset Terintegrasi Kondisi Lingkungan Perairan Situs Kapal Tenggelam Ss Aquila di Teluk Ambon, Indonesia Guntur Adhi Rahmawan; Ulung Jantama Wisha; Wisnu Arya Gemilang; Koko Ondara; Nia Naelul Hasanah Ridwan; Gunardi Kusumah
Jurnal Kelautan Nasional Vol 14, No 1 (2019): April
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (717.904 KB) | DOI: 10.15578/jkn.v14i1.6276

Abstract

Situs kapal tenggelam Steam Ship (SS) Aquila atau SS Duke of Sparta merupakan salah satu situs peninggalan arkeologi bawah air yang berada di Teluk Ambon. Saat ini, situs SS Aquila mulai dikenal sebagai salah satu lokasi penyelaman kapal tenggelam oleh para penyelam lokal dan internasional. Lokasi Situs SS Aquila terletak di dalam kawasan terminal pertamina dan berada pada jalur lalu lintas laut. Selain itu, banyaknya muara sungai yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang berdampak negatif terhadap keberadaan situs tersebut. Penelitian terintegrasi di situs arkeologi bawah air tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui permasalahan terhadap situs SS Aquila dalam pengembangan potensi wisata di Teluk Ambon. Riset dilakukan secara terintergasi meliputi pendekatan arkeologi laut yaitu kegiatan penyelaman, videografi bawah air, pelaksanaan survei hidro-oseanografi dan pengamatan dengan Side Scan Sonar. Posisi situs SS Aquila berada pada kedalaman 15-35m. Kondisi badan kapal masih cukup utuh di beberapa bagian, namun beberapa bagian kapal telah hancur dan hilang seperti crane, cerobong, dan propeller. Berdasarkan hasil penelitian terintregrasi tersebut, bahwa situs SS Aquila dapat dikembangkan sebagai lokasi wisata selam minat khusus (kapal tenggelam). Akan tetapi, sejumlah upaya untuk pengembangannya perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap nilai historis situs dan tingkat kerentanan kawasan situs. Dalam upaya pelestarian situs SS Aquila direkomendasikan kepada pemerintah setempat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya situs arkeologi laut, dan pelatihan terkait wisata selam kapal tenggelam berkelanjutan kepada pelaku wisata dan masyarakat.
Ekowisata Terintegrasi Situs Kapal Tenggelam di Tidore Kepulauan, Maluku Utara Guntur Adhi Rahmawan; Nia Naelul Hasanah Ridwan; Ulung Jantama Wisha; Ilham Ilham; Wisnu Arya Gemilang; Fitria Wahyu Andriani; Agus Sudaryadi; Irwansyah Irwansyah
Jurnal Kelautan Nasional Vol 16, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1068.523 KB) | DOI: 10.15578/jkn.v16i3.10189

Abstract

Kota Tidore Kepulauan mempunyai sejarah penting dibuktikan dengan adanya peninggalan historis dan arkeologis di darat maupun di bawah air. Ekowisata terintegrasi situs kapal tenggelam dapat dikembangkan dengan konsep wisata sejarah maritim dan arkelogi bawah air yang bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan perairan, memperhatikan keutuhan budaya setempat, dan memberi manfaat secara ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keberadaan situs kapal tenggelam beserta Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang dikandungnya, inventarisasi tempat bersejarah di Tidore, serta menilai kesesuaian lingkungan perairan untuk pengembangan ekowisata terintegrasi situs kapal tenggelam di Tidore. Survei arkeologi maritim dilakukan melalui penyelaman SCUBA untuk observasi situs dan mencari BMKT, pemetaan batimetri, dan observasi biota laut. Analisis artefaktual dilakukan untuk mengetahui jenis, umur, tempat asal artefak, dan konteks sejarah maritim. Analisis spasial untuk melihat posisi keletakan situs bawah air di antara tempat bersejarah dilakukan untuk pengembangan Heritage-Trail. Penilaian kualitas air disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VIII. Berdasarkan hasil survei, ditemukan 2 (dua) situs bawah air yaitu Soasio di kedalaman 10-20m dan Tongowai di kedalaman 38-42m dengan temuan artefak keramik China masa Dinasti Ming abad 16 Masehi, guci gerabah yang diduga produksi Singburi, Thailand, dan meriam Portugis produksi Macao. Nilai parameter kualitas perairan situs sesuai dengan standar baku mutu perairan untuk wisata bahari dan biota laut. Temuan situs dan BMKT di Soasio dan Tongowai memperkuat bukti pentingnya Tidore di Jalur Rempah dan Sutra Laut dan dapat dimanfaatkan untuk ekowisata sejarah situs kapal tenggelam yang terintegrasi dengan lingkungan perairannya dan juga dengan destinasi wisata sejarah lainnya di Tidore Kepulauan.
Estimation of Sediment Distribution Based on Bathymetry Alteration (2014-2016) in the Inner Bay of Ambon, Maluku, Indonesia Guntur Adhi Rahmawan; Wisnu Arya Gemilang; Ulung Jantama Wisha; Ruzana Dhiauddin; Koko Ondara
Jurnal Segara Vol 15, No 2 (2019): Agustus
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1370.579 KB) | DOI: 10.15578/segara.v15i2.6956

Abstract

The development of Ambon city is centered around Ambon Bay. As the major area of marine and social activities, changes occurred directly affect to seawater degradation. Sedimentation is the main issue that has been occurring. Marine ecosystem can be potentially hampered by the high rate of sedimentation in the Inner Bay of Ambon (TAD). This study aimed to determine the distribution of sediment volume within the bay. Bathymetry of TAD was surveyed using transducer (Echosounder Echo track CVM Teledyne Odom Hydrographic Single Beam), which the depth of certain position was connected to GPS to record all the position data accurately. The field data are then analyzed spatially modelled in the form of 2D and 3D maps, overlaid with the past bathymetry data to calculate the bathymetry alteration and sediment volume estimation during 2014-2016. The depth of TAD in 2014 ranged between 0 - -42 meters, while, in 2016 the water depth slightly changed to 0 – -44 meters. The reduction of the water depth is observed in the 25 – 125 m from shoreline, where the bed thickness changes observed ranging from 0.1 - 1.4 m. Total volume of sediment augmentation reaches 13,236,182 m3 that covers about 67.67 Ha. Tidal current, that ranged averagely from 0-1.2 m/s, has a tremendous influence on sediment transport in TAD. The bay mouth, that is a semi-enclosed enclosed area, triggers sediment accumulation due to the weak tidal current transport. If ongoing, these conditions may endanger the environment and biota survival ability.