Yafet Yosafet Wilben Rissy
Universitas Kristen Satya Wacana

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERGESERAN NEGARA HUKUM KE ‘NEGARA HIMBAUAN’: MENAKAR DAMPAK REGULASI PENANGANAN COVID-19 TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN INDONESIA Rissy, Yafet Y W
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 2 Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i2.3478

Abstract

AbstractThis article discusses the shifting phenomenon from rule of law to ‘rule of persuasion’ by analysing regulations concerning Covid-19 mitigation through large-scale social restrictions (PSBB) and their impact on Indonesian economy and financial sector. Analysis of PSBB regulations shows that the regulations do not have criminal and law enforcement provisions that could lead legal uncertainty. PSBB regulations are simply a persuasion model. This has led to the shifting from rule of law to ‘law rule of persuasion’. As a result, on one hand, law enforcement related to PSBB regulations would not be effective and could make the Covid-19 pandemic prolonged, and on the other hand, legal uncertainty itself as well as the Covid-19 pandemic would have serious implications for Indonesian economy and financial sector. It is recommended that in the future, any regulations, especially at the level of statutes (acts), should seriously consider the establishment of legal certainty through criminal provisions and law enforcement and anticipate properly the impact such regulations and Covid-19 on Indonesian economy and financial sector.Keywords: legal uncertainty; rule of law; ‘rule of persuasion’AbstrakArtikel ini membahas fenomena pergeseran negara ke ‘negara himbauan’ dengan melakukan analisis terhadap regulasi terkait penangangan Covid-19 melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan dampaknya terhadap keuangan dan perekonomian Indonesia. Analisis terhadap regulasi PSBB menunjukan bahwa regulasi tidak memiliki ketentuan pidana dan aspek penegakan hukumnya yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Regulasi PSBB sekedar merupakan model himbauan yang telah menegaskan adanya fenomena pergeseran dari negara hukum ke ‘negara himbauan’. Akibatnya, di satu sisi, penegakan hukum terhadap regulasi PSBB tidak akan berjalan efektif dan bisa membuat pandemi Covid-19 berkepanjangan, dan di sisi lainnya, ketidakpastian hukum sebagaimana juga pandemic Covid-19 akan memiliki implikasi serius bagi perekonomian dan keuangan Indonesia. Direkomendasikan agar kedepannya, regulasi apapun, utamanya di tingkat undang-undang, harus secara sungguh memperhatikan aspek kepastian hukum melalui pengaturan dalam ketentuan pidana dan penegakan hukumnya dan mengantisipasi secara tepat dampak regulasi dan Covid-19 bagi perekonomian dan keuangan Indonesia. Kata kunci: ketidakpastian hukum; negara hukum; ‘negara himbauan’ 
KETENTUAN DAN PELAKSANAAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DI AMERIKA, AUSTRALIA DAN INDONESIA Yafet Yosafet Wilben Rissy
Masalah-Masalah Hukum Vol 49, No 2 (2020): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.173 KB) | DOI: 10.14710/mmh.49.2.2020.160-171

Abstract

Tujuan studi ini ialah membahas ketentuan dan penerapan business judgment rule (BJR) di Amerika Serikat (AS), Australia dan Indonesia dimana secara khusus menganalisis bagaimana dan kapan pengadilan memeriksa BJR dan bagaimana BJR diatur dalam hukum perusahaan. Studi ini menunjukan bahwa di AS dan Australia elemen BJR telah menjadi sebuah statutory obligation. Keputusan bisnis direktur telah diadili pengadilan dalam tradisi common law dan kini diatur secara tegas bahwa keputusan bisnis bisa diadili jika terdapat pelanggaran duty of care dan tugas fidusia direktur. Indonesia juga mengadopsi BJR dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 namun pengadilan jarang menguji BJR. Terkait adopsi BJR, studi ini mengindikasikan bahwa adopsi tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar. Oleh karena itu, direkomendasikan agar pengaturan BJR perlu dilakukan secara lebih sistematis.
PENDEKATAN NEGARA HUKUM KRISIS EKONOMI: SEBUAH JALAN TENGAH Yafet Yosafet Wilben Rissy
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 1 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.1.2022.10-19

Abstract

Artikel ini membahas pendekatan baru atas model negara hukum yang tepat untuk diterapkan dalam keadaan darurat ekonomi (the economic crisis rule of law). Pendekatan baru ini merupakan terobosan (jalan tengah) untuk menghindari konflik antara paham yang mengutamakan pembatasan hukum dan konstitusional kepada presiden (eksekutif) dan mereka yang menolak paham ini dalam situasi darurat. Dalam krisis ekonomi, hukum darurat tidak boleh secara kaku membatasi kekuasaan dan tindakan diskresi presiden, tetapi juga tidak boleh memberikan kekuasaan dan tindakan diskresi yang tidak terbatas kepada presiden (eksekutif). Dalam perspektif negara hukum krisis ekonomi, hukum darurat harus efisien, rasional, pasti dan dapat diprediksi sehingga dapat menstabilkan krisis ekonomi dan mencapai kemakmuran ekonomi.
DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL KETENTUAN DAN PENERAPANNYA DI INGGRIS, AUSTRALIA DAN INDONESIA Yafet Yosafet W. Rissy
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2019): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.531 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2019.v4.i1.p1-20

Abstract

Artikel ini membahas ketentuan dan penerapan doktrin Piercing The Corporate Veil (PVC) di Inggris, Australia dan Indonesia. Isu utamanya adalah kapan dan bagaimana pengadilan dapat menerapkan doktrin PVC? Apakah doktrin PVC bisa diterapkan di luar pengadilan? Dalam tradisi common law, di Inggris dan Australia, pengadilan dapat menerapkan doktrin PVC bagi pemegang saham dan direktur jika terdapat keadaaan khusus yang menjamin untuk dilakukan. Hal yang sama terjadi di Indonesia dimana jauh sebelum Undang-Undang PT berlaku pertama kali tahun 1995, Mahkamah Agung RI telah menerapkan doktrin PVC. Bahkan di Indonesia, terjadi peristiwa hukum yang unik dan di luar kelaziman hukum perusahaan dimana dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tahun 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional menerapkan model out of court settlement untuk meminta pertanggung jawaban pribadi pemegang saham. Disarankan agar dilakukan kajian hukum dan ekonomi untuk melihat efektifitas pendekatan ini.
TANTANGAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN INDONESIA-AUSTRALIA COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT (IA-CEPA) Yafet Yosafet W. Rissy
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 5 No 2 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.93 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2021.v5.i2.p179-198

Abstract

The Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) has been entered into force on July 5, 2020. This article examines the objectives and substance of the IA-CEPA, scrutinizes the challenges of the IA-CEPA free trade agreement model, and offers several strategies for Indonesia in implementing the IA-CEPA. In general, the objectives of the IA-CEPA are to promote the enhancement of trade, investment, economic cooperation, the smooth flow of goods, services, and people, including reducing tariffs to zero (0)% and eliminating other non-tariff barriers. On the Indonesian side, however, there are a number of fundamental challenges that need to be resolved in order to gain the maximum benefits. One of the major challenges facing Indonesia today is the large trade deficit towards Australia. To overcome this issue, a number of strategies need to be considered such as implementing the economic powerhouse concept, increasing skilled workers, and providing high-quality vocational education.
BUSINESS JUDGEMENT RULE: KETENTUAN DAN PELAKSANAANNYA OLEH PENGADILAN DI INGGRIS, KANADA DAN INDONESIA Yafet Yosafet Wilben Rissy
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 32, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmh.56117

Abstract

AbstractThis article discusses the provisions of business judgment rule (BJR) in the company law and the application of BJR by the courts in the United Kingdom (UK), Canada and Indonesia. In the UK and Canada, the courts have been long examined the appropriateness of directors’ business decisions. Later, BJR was codified into the Canadian Business Corporations Act 2019, meanwhile, duty of care and fiduciary duties were codified into the UK 2006 Companies Law which implicitly regulates BJR. Indonesia adopts BJR in the Company Act 2007 but the courts rarely examine directors’ business decisions and the adoption needs to be rearranged systematically.IntisariArtikel ini membahas bagaimana dan kapan pengadilan menguji aturan penilaian bisnis (APS) dan bagaimana APS diatur dalam hukum perusahaan di Inggris Raya, Kanada, dan Indonesia. Pada pengadilan Inggris dan Kanada yang menganut tradisi hukum kebiasaan, APS telah lama diterapkan untuk menilai keputusan bisnis direktur. Baru-baru ini, APS dikodifikasikan ke dalam Undang-Undang Perusahaan Bisnis 2019. Sementara itu, tugas direktur untuk peduli dan tugas fidusia juga dikodifikasikan ke dalam Undang-Undang Perusahaan Inggris 2006 yang secara implisit mengatur APS. Indonesia juga mengadopsi APS dalam Undang-Undang PT 2007 tetapi pengadilan jarang menguji keputusan bisnis direktur dan adopsi ini perlu diatur ulang secara lebih sistematis.
Reconceptualizing the Concept of Corporate Governance and its Goals in People’s Credit Banks in Indonesia Yafet Yosafet Wilben Rissy
Yuridika Vol. 36 No. 1 (2021): Volume 36 No 1 January 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.383 KB) | DOI: 10.20473/ydk.v36i1.18235

Abstract

This Article examines the concept of corporate governance and its goals in People’s Credit Banks (PCBs). In 2015, Indonesian Financial Services Authority (IFSA) issued two main regulations on corporate governance and risk management for People’s Credit Banks (PCBs). This investigation shows that in these two regulations ISFA simply defines corporate governance as the implementation of transparency, accountability, responsibility, independence and fairness (TARIF) principles by PCBs. Basically, such kind of conceptualization is not appropriate as it does not define the concept of corporate governance itself, but rather, it just reaffirms the general principles of good corporate governance. Meanwhile, IFSA does not clearly provide the goals of corporate governance in PCBs. It is recommended that IFSA should reconceptualize the definition of corporate governance by focusing more on the function of PBCs boards. Meanwhile, the goals of corporate governance in PCBs should deal more with the achievement of long-term success of PCBs.
PENDEKATAN NEGARA HUKUM KRISIS EKONOMI: UPAYA MENDAMAIKAN PERTENTANGAN ANTARA PEMBATASAN DAN PELONGGARAN HUKUM DAN DISKRESI BAGI PRESIDEN (EKSEKUTIF) Yafet Yosafet W. Rissy
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/jrh.2022.v7.i1.p103-122

Abstract

Pendekatan negara hukum dalam keadaan normal dan krisis sering kali dipertentangkan. Untuk mengurangi ketegangan ini, diperlukan pendekatan alternatif yang mendamaikan kedua kutub. Untuk itu, artikel ini menganalisis pendekatan negara hukum yang tepat untuk diterapkan dalam keadaan krisis ekonomi atau pendekatan negara hukum krisis ekonomi (The Economic Crisis Rule of Law Approach). Dalam pendekatan ini, diargumentasikan adanya dua pendekatan yang berdampingan (coexist) yakni mentaati prinsip negara hukum sekaligus memberi peluang fleksibel bagi Presiden (eksekutif) dalam memitigasi krisis ekonomi. Untuk itu, sekalipun dalam keadaan darurat ekonomi, ada kebutuhan untuk tetap mematuhi prinsip-prinsip dasar dalam negara hukum tetapi pada saat bersamaan ber-negara hukum dalam darurat ekonomi idealnya perlu tetap rasional, efisien, menciptakan kepastian, menjamin prediktabilitas, bersifat prospektif dan mencegah perilaku opportunistik dan moral hazard. Tujuan utama pendekatan negara hukum dalam krisis ekonomi ialah tercapainya pemulihan krisis dengan cepat tetapi juga sekaligus membantu pencapaian tujuan utama negara hukum substantif yakni perlindungan harkat dan martabat manusia, keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan sosial.
GOOD FAITH VERSUS BAD FAITH IN MITIGATING THE COVID-19 PANDEMIC IN INDONESIA Rissy, Yafet Yosafet Wilben
Arena Hukum Vol. 16 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2023.01602.8

Abstract

The COVID-19 pandemic has caused a real economic crisis across the globe, including Indonesia. To overcome this critical issue, the Indonesian President issued Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2020 which was later stipulated as Law No. 2 of 2020 (the 2020 COVID-19 Emergency Law). This study applies a doctrinal legal research method. The result of the study shows that Article 17 of the 2020 COVID-19 Emergency Law grants the government officials the right of immunity to not be sued legally as long as their actions are in accordance with the good faith principle. Unfortunately, this law does not explain the meaning of good faith, so that it can become a grey area for the abuse of power. It is recommended that the government officials should be mindful in exercising their extraordinary powers based on the principle of good faith such as honesty, loyalty, trust, honour, a lack of fraudulent actions and conflict of interests, and adherence to the applicable laws to avoid an abuse of power and corruption in Indonesia.