Umar Anwar
Kampus Poltekip dan Poltekim

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA LANJUT USIA DI LAPAS KELAS IIA BENGKULU Ari Fadilah; Umar Anwar
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 2 (2022): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembinaan di Lapas merupaka tugas dari petugas Pemasyarakatan untuk merubah narapidana menjadi lebih baik. Pembinaan dilakukan kepada semua narapidana dan tidak adanya diskriminasi pada pola pembinaan narapidana. Termasuk pembinaan yang dilakukan pada narapidana lanjut usia (lansia). Tetapi pada kenyataannya bahwa pembinaan lansia hanya sebatas mengisi waktu dan tidak ada pembinaan yang diberikan secara maksimal. Oleh sebab itu perlunya pembinaan khusus bagi lansia agar bisa merubah dirinya menjadi lebih baik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana Lanjut usia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkulu (2) apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembinaan narapidana Lanjut usia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkulu? (3) bagaimana upaya yang dilakukan oleh pelaksana pembinaan (petugas) dalam pengoptimalan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkulu?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatis dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dilakukannya optimalisasi program pembinaan dalam mewujudkan tujuan dari Pemasyarakatan yaitu reintegrasi sosial dimana memulihkan hubungan antara hidup kehidupan dan penghidupan dari setiap narapidana, (2) Pemenuhan Hak Narapidana Lanjut Usia, (3) Kejasama Dengan Pihak Ketiga dalam mengoptimalkan pembinaan lansia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan program pembinaan bagi narapidana lanjut usia pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkulu dilaksanakan dengan sistem Pemasyarakatan sebagaimana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarkatan. Pembinaan dilakukan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa, sikap, intelektual, dan perilaku profesional, kesehatan jasmani dan rohani bagi narapidana dan anak didik Pemasyarkatan.
ANAK TERORISME DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK Presley Yosevin; Umar Anwar
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 2 (2022): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terorisme menjadi suatu ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Berdasarkan fakta yang ada, tidak jarang anak-anak dilibatkan dalam tindakan terorisme dengan doktrin yang ditanamkan sejak kecil oleh lingkungan, bahkan oleh orang tuanya sendiri. Belum hilang dalam ingatan kejadian terorisme yang meledakkan tiga gereja di Sidoarjo dan Surabaya 2018 silam. Pada kejadian tersebut, pelaku pengeboman, yang merupakan sepasang suami istri, membawa serta keempat anaknya untuk bersama-sama meledakkan diri ketika ibadah Minggu akan dimulai. Mengingat prosedur dan proses penanganan anak sebagai pelaku terorisme belum diatur dalam UU SPPA, baik dalam penangkapan, penyidikan, maupun persidangan. Padahal, anak bukanlah pelaku terorisme, melainkan hanya korban terorisme yang perlu dilindungi secara hukum dan didampingi khusus untuk bisa keluar dari kemelut dunia terorisme. Pendampingan khusus untuk anak pelaku terorisme dapat berupa rehabilitasi dan deradikalisasi. Terorisme termasuk dalam kejahatan luar biasa yang berpotensi menjadi ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Pelaku yang kini didominasi oleh masyarakat Indonesia sendiri kerap kali membawa serta anak-anak mereka dalam aksinya. Seperti halnya kejadian pengeboman tiga gereja di Sidoarjo dan Surabaya pada Mei 2018 silam. Pelaku yang diketahui merupakan sebuah keluarga ini turut mengajak keempat anaknya dalam tragedi pengeboman yang menelan korban jiwa. Beruntungnya, satu dari keempat anak tersebut selamat dari ledakan dan langsung ditangani oleh pihak berwajib. Namun, belum tersedianya prosedur dalam penanganan anak sebagai pelaku terorisme, menyebabkan penanganannya belum sesuai dengan UU SPPA, baik dalam penangkapan, penyidikan, maupun persidangan. Bukan hanya itu saja, pada Pasal 79 UU Nomor 11 Tahun 2012, dicantumkan bahwa anak pelaku terorisme bisa dijatuhi hukuman penjara. Artinya, anak tersebut akan kembali ke dalam lingkungan masyarakat sehingga anak perlu diberi bimbingan khusus untuk merehabilitasi dan deradikalisasi agar dapat menjalankan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat. Anak sebagai pelaku terorisme pada hakikatnya merupakan manus ministra atau tangan yang dikuasai sehingga anak bukanlah pelaku terorisme, melainkan korban. Tindakan anak dalam terorisme sejatinya adalah representasi dari pengajaran lingkungan atau bahkan orang tua mereka yang memberikan doktrin serta propaganda tentang terorisme kepada anak. Oleh sebab itu, meskipun terlibat dalam tindak pidana terorisme, anak tetap harus dilindungi secara hukum serta didampingi secara khusus agar tidak menghilangkan hak-haknya sebagai seorang anak.
OPTIMALISASI PROGRAM PEMBINAAN KEROHANIAN BAGI ANAK KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI LPKA KELAS 1 MEDAN Yuan Nikola Tambunan; Umar Anwar
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 2 (2022): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesi terus mengalami peningkatan sesuai data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bahwa terdapat 14.517 kasus kekerasan anak terjadi sepanjang 2021.dengan kondisi tersebut negara harus memberikan perlindungan khusus bagi anak. Bagi anak pidana yang sudah masuk ke LPKA dapat di berikan pembinaan keagamaan untuk merubah sikap dan perilaku anak tersebut. Dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi empiris, observasi, wawancara serta studi dokumentasi dalam pengumpulan data hasil analisisnya menunjukkan bahwa pembinaan rohani kepada anak pelaku pelecehan seksual membawa dampak yang positif dari segi kepribadian namun dalam pemahaman agama yang lebih mendalam.