Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY I Putu Ananda Citra
Media Komunikasi Geografi Vol. 14 No. 1 (2013)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkg.v14i1.1744

Abstract

Perubahan Kondisi Fisik Pasca Erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 di Desa Glagaharjo. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perubahan kondisi fisik Desa Glagaharjo pasca erupsi gunungapi merapi tahun 2010 di Kabupaten Sleman. Pengumpulan data kondisi fisik daerah penelitian yang berupa penggunaan lahan sebelum terdampak oleh erupsi Gunungapi Merapi sedangkan penentuan batas-batas daerah yang terdampak erupsi dilakukan dengan teknik tracking menggunakan GPS. Pengolahan data kondisi fisik dilakukan dengan overlay (penampalan) peta penggunaan lahan sebelum dan setelah terjadinya erupsi. Selanjutnya informasi tersebut digunakan sebagai pedoman dalam melakukan cek lapangan yang menghasilkan data primer yang berupa batas- batas daerah yang terdampak oleh luapan material vulkanik dan awan panas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan kondisi fisik sesuai dengan klasifikasi kawasan yang terkena dampak yaitu pertama adalah kawasan yang terdampak oleh awan panas dan endapan material vulkanik, kedua adalah kawasan yang hanya terdampak oleh awan panas, dan ketiga adalah kawasan yang tidak terdampak baik oleh awan panas maupun endapan material vulkanik. Kata kunci: Perubahan Kondisi Fisik, Erupsi, Gunungapi Merapi
POLA PERSEBARAN MANGROVE DI INDONESIA (Analisis Potensi dan Ancaman terhadap Populasinya) I Putu Ananda Citra
Media Komunikasi Geografi Vol. 14 No. 2 (2013)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkg.v14i2.2201

Abstract

Mongrove merupakan ekosistem hutan di pesisir yang memiliki fungsi ekologisyang sangat penting. Indonesia adalah Negara yang berbentuk kepulauan yang secaralangsung memiliki pantai terpanjang di dunia. Sebagai Negara yang berklim tropis,hampir di setiap pantai di Indonesia terdapat kawasan hutan mangrove khususnyapantai yang memiliki syarat tumbuh spesies ini. Potensi yang sangat besar darimangrove harus dilestarikan karena banyak manfaat yang diperoleh dari keberadaanmangrove. Pesatnya pembangunan di Indonesia khususnya di wilayah pesisirmerupakan ancaman bagi eksistensi populasi mangrove. Artikel ini akanmendeskripsikan potensi mangrove dan pola persebarannya di Indosesia serta ancamaneksistensi mangrove dalam pesatnya pembangunan di Indonesia. Berbagai fungsi danmanfaat baik terhadap lingkungan maupun sosial ekonomi, mewajibkan untuk adanyakonservasi dan menjaga dan mengembangkan kelestarian hutan mangrove.Kata kunci: mangrove, potensi, ancaman
FEASIBILITY STUDY FOR NATURE TOURISM POTENTIAL ECOTOURISM DEVELOPMENT in Buleleng I Putu Ananda Citra
Media Komunikasi Geografi Vol. 16 No. 2 (2015)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkg.v16i2.8429

Abstract

The research was conducted in natural tourism object Buleleng Regency with the aim 1) to describe the potential of ecotourism in natural tourism object Buleleng Regency, 2) Mapping the distribution of natural attractions that meet eligibility potential to be developed as ecotourism in Buleleng. The method used in this study is a survey supported by the observation method. Sampling by purposive sampling technique. Data was analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. The results showed that 1) the potential of ecotourism in natural tourist attraction (Lovina and Git-Git) in Buleleng Regency have different levels of potency. Tourism object Lovina has ecotourism potential is high, while the attraction Git-Git Waterfall potential ecotourism including the middle category, 2) Distribution of natural tourism object that meet eligibility potential to be developed as ecotourism in Buleleng consists of two variations of the potential ecotourism. tourism object of Git-Git Waterfall have an appropriate level of ecotourism middle category, lack of facilities, community participation and contribution to the community is a factor that determines the appropriateness of the as ecotourism. While the attraction Lovina feasibility level to be developed as ecotourism were high, because all aspects of ecotourism already qualifies as ecotourism.Keywords: feasibility study, attractions, ecotourism
STUDI TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH PERKOTAAN DI KELURAHAN BANYUNING Putu Indra Christiawan; I Putu Ananda Citra
Media Komunikasi Geografi Vol. 17 No. 2 (2016)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkg.v17i2.9024

Abstract

Banyuning Sub-district is part of the city of Singaraja potentially having problems of urban waste. This fact is supported by the existence of settlements, especially the residential as the largest land use in Banyuning Sub-district. The existence of residential, both public housing and housing of BTN indirectly contribute greatly to the amount of waste generated and variations in the composition of waste being generated. Based on this phenomenon, this study has the objective to: (1) analyze the characteristics of the waste generated in the residential in Banyuning Sub-district and (2) analyze the characteristics of the waste composition of the residential in the Banyuning Sub-district. The method used in achieving the goals of this research is analytic survey with the settler population is a residential. This analytic survey research using a sample area with a purposive sampling techniques, and using proportional random sampling technique to take a sample of the subject in each residential which is used as a sample area. The analysis used in this research is descriptivestatistics. Descriptive statistical analysis is used to describe the characteristics of the settlers as well as waste generation and waste composition. The technique of collecting data through questionnaires and observation in accordance with SNI 19-3964-1994 about the sampling method and measurement examples of the composition and urban waste. Mapping on the distribution characteristics of waste generation and waste composition is the result of research obtained to understand the characteristics of most large waste produced by the settlers in the residential in the Banyuning Sub-district. Key words: Waste Generation, Waste Composition
IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH DESA SANGSIT SEBAGAI LABORATORIUM LAPANGAN GEOGRAFI UNTUK MENUNJANG MATA KULIAH KERJA LAPANGAN I Putu Ananda Citra; I Made Sarmita
Media Komunikasi Geografi Vol. 17 No. 2 (2016)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkg.v17i2.9030

Abstract

Identifikasi potensi wilayah merupakan hal pertama yang harus dilakukan dalam rangka mengetahui lebih dalam keadaan wilayah bersangkutan. Ketika potensi wilayah telah teridentifikasi, maka berbagai bidang studi bisa masuk kedalamnya untuk menerapkan segala teori, istilah, dalil, dan semacamnya yang telah diperoleh dalam buku-buku pelajaran. Salah satu ilmu yang berbasis pada potensi wilayah adalah geografi. Penerapan ilmu geografi di lapangan yang merupakan laboratorium sebenarnya dari ilmu ini akan lebih mudah dilakukan ketika potensi wilayah tersebut sudah diketahui. Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji terlebih dahulu potensi wilayah khususnya aspek fisik dan sosial Desa Sangsit, yang selanjutnya akan dianalisis mengenai kelayakan Desa tersebut sebagai laboratorium lapangan geografi guna kepentingan kuliah kerja lapangan (KKL) di masa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lokasi, dan wawancara terhadap Kepala Desa, dan Kelihan Banjar di Desa Sangsit. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa Potensi fisik wilayah Desa Sangsit batas dan luas wilayah, kondisi iklim, kondisi tanah, kondisi geologi, mineral dan bahan galian, sumberdaya air, dan sumberdaya pesisir.Potensi sosial wilayah Desa Sangsit meliputi keadaan penduduk, potensi pariwisata, dan tradisi masyarakat. Kelayakan Desa Sangsit sebagai laboratorium lapangan geografi dalam menunjang Kuliah Kerja Lapangan (KKL) berdasarkan perhitungan tingkat kelayakan secara umum kategori sedang atau cukup layak. Hal ini karena potensi fisik yang kategori rendah dan potensi sosial yang tinggi. Kata kunci: Potensi Wilayah, Laboratorium Lapangan, Geografi, KKL
PEMETAAN POTENSI EKOWISATA WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BULELENG I Putu Ananda Citra
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 5 No. 1 (2016)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v5i1.8280

Abstract

wilayah pesisir Kabupaten Buleleng dengan tujuan 1) mendeskripsikan potensi ekowisata yang dimiliki DTW wilayah pesisir Kabupaten Buleleng, 2) Menganalisis peranan masyarakat desa adat untuk pengembangan potensi ekowisata di pesisir Kabupaten Buleleng, 3) memetakan sebaran tingkat potensi ekowisata di kawasan pesisir Kabupaten Buleleng. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai didukung dengan metode observasi. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, 1) Potensi ekowisata yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Buleleng secara umum dapat dikembangkan sebagai ekowisata. 2) Peranan Desa Adat dalam pengembangan ekowisata pesisir dalam kategori tinggi. DTW yang dikelola oleh desa adat memberikan tanggung jawab langsung untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. 3) Sebaran tingkat potensi ekowisata pada kawasan timur masih perlu ditingkatkan, sedangkan wilayah pesisir bagian dan bagian barat memiliki potensi tinggi. Nilai tertinggi pada pesisir bagian barat. Hal ini karena DTW biorock di Desa Pemuteran melibatkan wisatawan untuk turut menjaga lingkungan dan berpartisipasi dalam melestarikan terumbu karang sebagai daya tarik utama. Kata kunci: Pemetaan, Ekowisata, Wilayah Pesisir Abstract This research was conducted in the coastal areas of Buleleng with the purpose of 1) describe the potential of ecotourism owned DTW coastal areas of Buleleng, 2) to analyze the role of indigenous villagers for potential development of ecotourism in the coastal district of Buleleng, 3) to map the distribution of the level of potential eco-tourism in the coastal area district Buleleng. The method used in this study is a survey supported by the observation method. Sampling with purposive sampling technique. Data was analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. Results showed that 1) The potential for ecotourism in the coastal areas of Buleleng in general can be developed as an ecotourism. 2) Role of the Village People in coastal ecotourism development in the high category. DTW managed by indigenous villages provide direct responsibility for developing potential. 3) Distribution rate ecotourism potential in the eastern region still needs to be improved, while the coastal areas and western parts have a high potential. The highest value on the western coast. This is because the DTW biorock in the village of Pemuteran involving tourists to participate in maintaining the environment and participate in the preservation of coral reefs as the main attraction. Keywords: Mapping, Ecotourism, Coastal Areas
ANALISIS FAKTOR PENGARUH PERTUMBUHAN WILAYAH DI KABUPATEN TABANAN (TEORI BARU PERTUMBUHAN WILAYAH) I Putu Ananda Citra
Media Komunikasi FPIPS Vol. 12 No. 1 (2013)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/mkfis.v12i1.1817

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan secara singkat tentang faktor pengaruh     pertumbuhan wilayah di Kabupaten Tabanan yang ditinjau dari teori baru     pertumbuhan wilayah. Metode yang digunakan yaitu metode kepustakaan dengan     penyajian secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif. Data diperoleh dari     berbagai sumber seperti buku, artikel, internet yang berupa data sekunder dari     instansi terkait.     Telah banyak teori yang dikembangkan para ahli guna memahami     fenomena wilayah, khususnya keterbelakangan dan ketimpangan wilayah.     Penyelesaian masalah kesenjangan antar wilayah akan kembali kepada konsep dan     implementasi dari masing-masing peran sektor/program-program yang     dilaksanakan di daerah. Tiap daerah memiliki sektor unggulan yang dapat     dikembangkan dan akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan wilayahnya.     Termasuk di Kabupaten Tabanan dimana sektor unggulan bukan di pariwisata     seperti Provinsi Bali, melainkan di sektor pertanian. Hal ini jelas sangat     mempengaruhi cepat lambatnya pertumbuhan wilayah di Kabupaten Tabanan.      Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan     wilayah Kabupaten Tabanan yang ditinjau dari teori baru pertumbuhan wilayah     maka faktor-faktor yang berpengaruh yaitu capital/ modal/ investasi, tenaga kerja,     sumberdaya alam, transportasi, teknologi dan sosial politik.  Secara umum terjadi     peningkatan dari masing-masing faktor tersebut, walaupun mengenai investasi     masih dalam perencanaan. Maka pertumbuhan kabupaten relatif lambat dimana     sektor pertanian penerimaan pendapatannya lebih lambat dibandingkan dengan     sektor industri dan jasa.      Kata kunci: Pertumbuhan Wilayah    
PEMETAAN KEDALAMAN LAUT UNTUK ZONA BUDIDAYA TERUMBU KARANG I Putu Ananda Citra; I Wayan Krisna Eka Putra; I Made Sarmita
JURNAL WIDYA LAKSANA Vol 12 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jwl.v12i1.54911

Abstract

Desa Temukus Kecamatan Banjar merupakan desa pesisir yang mengembangkan wilayah pesisir dengan salah satu programnya adalah budidaya terumbu karang. Namun, menemui kesulitan untuk memetakan kedalaman laut sebagai salah satu syarat budidaya terumbu karang. Tujuan dari kegiatan ini membuat Peta Batimetri wilayah pesisir Desa Temukus secara partisipatif. Masyarakat yang dilibatkan adalah kelompok nelayan, kelompok masyarakat pengawas dan kelompok sadar wisata Desa Temukus. Pendekatan partisipatif kepada kelompok masyarakat sasaran. Metode pemberdayaan masyarakat yaitu dengan metode diskusi, praktek kerja lapangan, dan pelatihan serta pendampingan. Hasil kegiatan menunjukkan antusias dan keaktifan dari kelompok sasaran. Menggunakan GPS dan Aquamaps dalam proses pemetaan kedalaman laut. Peta kedalaman laut (Peta Batrimetri) Desa Temukus sebagai dasar pembuatan zona konservasi wilayah pesisir. Konservasi wilayah pesisir dengan menentukan zona untuk pengembangan ekosistem terumbu karang. Pemetaan kedalam laut sebagai salah satu syarat hidup dari terumbu karang. Melibatkan kelompok nelayan, masyarakat pengawas, dan kelompok sadar wisata dalam tahap pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengawasan zona terumbu karang secara sistematis. Keberlanjutan kegiatan sangat memungkinkan karena pemahaman pentingnya menjaga terumbu karang sudah disadari dalam menjaga ekosistem laut terutama perikanan dan pariwisata.
Perbandingan Metode Supervised Classification dan Unsupervised Classification terhadap Penutup Lahan di Kabupaten Buleleng Rosi Septiani; I Putu Ananda Citra; A Sediyo Adi Nugraha
Jurnal Geografi : Media Informasi Pengembangan dan Profesi Kegeografian Vol 16, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jg.v16i2.19777

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Buleleng menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS (Operational Land Imager/ Thermal Infrared Sensor), dengan tujuan untuk (1) mendeskripsikan metode supervised classification terhadap klasifikasi penutup lahan, (2) mendeskripsikan metode unsupervised classification terhadap klasifikasi penutup lahan, dan (3) membandingkan tingkat akurasi metode supervised classification dengan unsupervised classification terhadap klasifikasi penutup lahan. Metode yang digunakan yaitu metode komparatif dengan membandingkan metode supervised classification dengan unsupervised classification terhadap penutup lahan di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) diperoleh delapan kelas penutup lahan pada metode supervised classification yang ditentukan oleh pengambilan training area, (2) diperoleh delapan kelas penutup lahan pada metode unsupervised classification yang ditentukan dengan memberikan nilai range statistik, dan (3) tingkat akurasi yang tertinggi dimiliki oleh metode supervised classification yaitu maximum likelihood dengan nilai overall accuracy sebesar 92% dibandingkan dengan metode unsupervised classification (k-means dan ISODATA) yang memiliki nilai overall accuracy yaitu 82,07%. Kesimpulannya adalah untuk deteksi klasifikasi penutup lahan metode yang paling baik dilakukan di Kabupaten Buleleng yaitu supervised classification dengan metode maximum likelihood.This study was conducted in Buleleng Regency using Landsat 8 OLI/TIRS imagery (Operational Land Imager/ Thermal Infrared Sensor), with the aim of (1) describing the supervised classification method for land cover classification, (2) describe the method of unsupervised classification on the classification of land cover, and (3) compare the level of accuracy of the supervised classification method and unsupervised classification on the classification of land cover. The method used is a comparative method  by comparing the supervised classification method with unsupervised classification of land cover in Buleleng Regency. The results showed that (1) eight land cover classes were obtained in the supervised classification method determined by the taking of the training area, (2) eight land cover classes were obtained in the unsupervised classification method determined by providing statistical range values, and (3) the accuracy level the highest is owned by the supervised classification method, namely maximum likelihood with the overall accuracy value of 92% compared to the unsupervised classification method (k-means and ISODATA) which has the overall accuracy value of 82,07%. The conclusion is that the detection of land cover classification method that is best done in Buleleng Regency is the supervised classification with the maximum likelihood method.