Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Synthesis of Phosphorylated Sugar Palm (Aren) Starch Using Low Level Sodium Tripolyphosphate (STPP) Sugih, Asaf Kleopas; Loanda, Jordi; Prasetyo, Susiana
Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol 8, No 1 (2019): June 2019 [Nationally Accredited - Sinta 2]
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jbat.v8i1.17685

Abstract

Sugar palm or aren (Arenga pinnata) is a traditional source of starch widely cultivated throughout Indonesia. Despite its potentiality to be used as feedstock for food industries, there has been very little research reported on sugar palm starch characterization and modification. This paper describes a preliminary experimental study on the chemical modification, i.e. phosphorylation of sago palm starch using low level of Sodium tripolyphosphate (STPP), and characterization of some important physicochemical and functional properties of the modified products. Starch phosphate synthesis was conducted at an initial pH of 9, reaction temperatures of 120-140 oC, and STPP intakes of 0.5-1.5%-weight based on dry starch. The experimental result shows that Degree of Substitution (DS) of the obtained products is accessible in the range of 0.0013 – 0.0068. An increase in reaction temperature as well as STPP intake leads to products with higher DS values. The modified starch products exhibit higher swelling power (16.57-24.81 g/g) and solubility (9.12-22.79 %-w/w) compared to native sugar palm starch (swelling power and solubility of 14.50 g/g and 7.91 %-w/w, respectively). Phosphorylated starch products also have significantly improved paste clarity clarity and water/ oil absorption capacity compared to native sugar palm starch. The result suggests that phosphorylation is a promising method to enhance the properties of sugar palm starch.
ACTIVE BIOPACKAGING FROM DAMMAR FOR COMMINUTED MEAT PRESERVATION Noryawati Mulyono; Asaf Kleopas Sugih
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. 26 No. 1 (2015): Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
Publisher : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Indonesia bekerjasama dengan PATPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.991 KB)

Abstract

This research aimed to develop biopackaging materials using thermoplastic starch matrix and Indonesian dammar extracts possessing antimicrobial activity, i.e. flesh dammar (Shorea leprosula) and stone dammar (S. eximia), for preserving comminuted meat. The packaging matrix was prepared using continuous melt mixing of tapioca starch and glycerol in a co-rotating twin extruder. Subsequently, the matrix was dipped in dammar extracts, with or without the addition of antimicrobial agents such as propyl paraben, zinc chloride, zinc acetate, and silver nitrate. As a result, flesh dammar performed greater antibacterial activity than that of stone dammar. Moreover, the antibacterial activity of silver nitrate in the biopackaging was comparable to that of zinc chloride while combined with dammar, but zinc acetate was less effective. On the other hand, active biopackaging comprised of combination of dammar and propyl paraben was the least effective. Among the eight combinations of two dammar extracts and four antimicrobial agents, flesh dammar extract comprised of 0.1% (w/v) zinc chloride and 1.0% (w/v) lecithin was found as the most promising formulation for dipping with regard to its production cost and antimicrobial activity. Total plate count (TPC) in comminuted meat wrapped with active biopackaging (initial microbial load of 5.2 ± 0.1 × 104 CFU/g) decreased to 2.8 ± 0.1 × 104 CFU/g over 9 days of storage at 40°C temperature. This number was lower than TPC value of nitrate-preserved meat (3.4 ± 0.2 × 104 CFU/g and 5.9 ± 0.4 × 105 CFU/g, respectively).
PEMANFAATAN BIJI HANJELI MENJADI PRODUK PANGAN FERMENTASI MENGGUNAKAN R ORYZAE DAN R OLIGOSPORUS Anastasia Prima Kristijarti; Asaf K Sugih; Rahma Rahma
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2012)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.932 KB)

Abstract

Diversifikasi pangan dengan memanfaatkan biji hanjeli dapat dilakukan salah satunya dengan membuat makanan berbahan dasar biji hanjeli terfermentasi menggunakan R oryzae dan R oligosporus. Metode yang akan dilakukan dengan menvariasikan jumlah ragi yang dipergunakan dengan waktu pemasakan biji hanjeli. Hasil analisis yang diperoleh adalah jumlah hifa yang menempel pada biji paling tinggi pada pemanasan selama 30 menit yaitu 5,6% hifa dari jumlah substrat. Dari proses pemasakan dengan waktu 45 menit, pada jumlah ragi yang diinokulasikan 0,6 g terjadi penurunan kadar air, kadar abu cenderung tetap. Kadar Protein dan lemak paling tinggi pada pemanasan 30 menit dan jumlah ragi 0.4g. Kadar pati tidak ada perbedaan dalam setiap variasi dan kadar serat tertinggi pada waktu pemanasan 45 menit dengan jumlah ragi 0,6g.
PENGUJIAN DAN PENINGKATAN MASA SIMPAN PRODUK MIE INSTAN BERBASIS HANJELI Asaf Kleopas Sugih; Henky Muljana
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2013)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.534 KB)

Abstract

Penelitian ini merupakan bagian dari roadmap penelitian yang lebih besar di Jurusan Teknik Kimia UNPAR untuk memanfaatkan hanjeli (sumber pati lokal Indonesia yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan walaupun mudah ditanam dan produktivitasnya cukup tinggi) sebagai bahan baku produk pangan dan non-pangan, yang telah dimulai sejak tahun 2010. Pemanfaatan hanjeli secara khusus terkendala oleh masih kurangnya pengembangan teknik pasca panen yang tepat dan inovasi produk-produk pangan yang berbasis hanjeli. Pada penelitian sebelumnya, salah satu upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan penggunaan hanjeli adalah dengan membuat produk-produk turunan hanjeli (biskuit, mie dan mie instan, serta food thickener).Pada penelitian ini akan dilakukan studi lanjutan dari penelitian terdahulu tentang pembuatan mie instan dari hanjeli. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mie hanjeli secara umum dapat diterima oleh konsumen, tetapi sebelum dapat diproduksi secara luas masih dibutuhkan pengujian masa simpan (shelf life) dari produk tersebut, mengingat mie instan perlu dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Pada penelitian ini, secara khusus akan dilakukan studi tentang masa simpan mie instan dari hanjeli, serta pengaruh penambahan berbagai aditif pengawet pangan untuk memperpanjang masa simpan mie instan hanjeli. Pendugaan waktu simpan produk akan dilakukan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) dengan menyimpan produk pada suhu yang cukup tinggi. Data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran kerusakan pangan pada suhu tinggi akan dimodelkan dengan kinetika reaksi orde pertama, dan digunakan untuk memperkirakan masa simpan produk pada suhu penyimpanan normal (suhu kamar).Aditif pangan yang ditambahkan terutama adalah antioksidan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya ketengikan pada minyak nabati yang digunakan untuk menggoreng mie instan, seperti asam askorbat, BHT, dan TBHQ. Penurunan kualitas produk akan diamati menggunakan parameter-parameter sederhana seperti uji organoleptik hingga menggunakan prosedur kimia dengan uji penentuan bilangan peroksida, acid value, dan free fatty acid.
PENGARUH PRETREATMENT SACCHAROMYCES CEREVICEAE DAN SUHU ENKAPSULASI DALAM ENKAPSULASI EKSTRAK TEMULAWAK DENGAN SACCHAROMYCES CEREVICEAE Katherine Katherine; Asaf Kleopas Sugih
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (880.462 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kemungkinan meningkatkan nilai tambah tumbuhan herba lokal Indonesia, yaitu temulawak. Ekstrak temulawak mudah rusak bila terkena paparan sinar matahari, pH dan udara. Untuk memperpanjang waktu penyimpanan ekstrak temulawak, ekstrak dienkapsulasi dalam medium enkapsulasi. Medium enkapsulasi yang dipilih adalah ragi Saccharomyces cereviceae dengan mempertimbangkan proses enkapsulasi dengan ragi relatif sederhana dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh dan murah.Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh pretreatment ragi dalam proses enkapsulasi dan pengaruh suhu enkapsulasi terhadap enkapsulasi ekstrak temulawak. Selain itu parameter enkapsulasi, yaitu konsentrasi yeast dan suhu enkapsulasi akan dipelajari menggunakan kurkumin murni. Efisiensi proses enkapsulasi dan yield proses enkapsulasi diperkirakan dengan mengukur kadar kurkumin yang ada di dalam mikrokapsul ragi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak temulawak dan kurkumin murni dapat dienkapsulasi dengan yeast. Adapun % EE dan % EY kurkumin murni ditentukan oleh konsentrasi yeast dan suhu enkapsulasi.Semakin tinggi konsentrasi yeast, semakin tinggi % EE dan % EY. % EE dan % EY ekstrak temulawak bergantung pada suhu enkapsulasi dengan suhu optimum adalah pada 45 °C. Analisis profil pelepasan kurkumin menunjukkan bahwa kurkumin dilepaskan secara bertahap di dalam waktu beberapa jam. Selain itu kelarutan kurkumin dari kurkumin murni dan ekstrak temulawak meningkat setelah dienkapsulasi.
Preparation and Characterization of Highly Water Soluble Curcumin – Dextrose Cocrystal Katherine Kho; Denny Nugroho; Asaf Kleopas Sugih
The Journal of Pure and Applied Chemistry Research Vol 7, No 2 (2018): Edition May-August 2018
Publisher : Chemistry Department, The University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.424 KB) | DOI: 10.21776/ub.jpacr.2018.007.02.401

Abstract

Curcumin is a natural food colorant isolated from rhizomes of turmeric (Curcuma longa). Despite its many favorable properties, curcumin is practically insoluble in water and relatively unstable, thus limiting its application. In this research, a potential method to improve curcumin solubility and stability, i.e. cocrystallisation of curcumin with dextrose was investigated.. The effect of curcumin content in the cocrystals on solubility and yield of the product was studied. The morphology of the cocrystals was observed using SEM. In addition, stability in different pH range was investigated.  Crystal structure and curcumin – dextrose interaction were analyzed using FT-IR spectra and DSC thermograms. The result shows that curcumin – dextrose cocrystal is a potential food colorant that could be applied to water – based food at various pH range. 
Pemanfaatan Ekstrak Protein dari Kacang-kacangan sebagai Koagulan Alami: Review Hans Kristianto; Susiana Prasetyo; Asaf Kleopas Sugih
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.068 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.46292

Abstract

Coagulation and flocculation are commonly used in water and wastewater treatment. Inorganic coagulant such as alum (Al2(SO4)3), ferrous sulphate (FeSO4), and polyaluminium chloride (PAC) are commonly used. These coagulants are known for its effectiveness and simple operation procedure. However, there are some drawbacks such as reduction in pH, potential negative health effect when the treated water is consumed, and large sludge volume. To overcome these problems, utilization of natural coagulants has been proposed. Based on its active coagulating agent, natural coagulant could be divided as polyphenolic, polysaccharides, and protein. Protein from beans and seeds is commonly used as the source of active coagulating agent, due to its effectiveness, availability, and relatively simple pretreatment is needed. Usually the protein is extracted by using 0.5-1 M NaCl solution as globulin is the major protein fraction in beans.The extracted protein could act as cationic polymer to neutralize negatively charged colloids through adsorption-charge neutralization mechanism. Extracted protein could work effectively to treat turbid and waste water with lower cost compared to alum. However, most of existing studies are still focused on small – pilot scale utilization thus further explorations are still needed.A B S T R A KKoagulasi dan flokulasi merupakan proses yang umum digunakan dalam pengolahan air dan limbah cair. Pada umumnya digunakan koagulan seperti alum (Al2(SO4)3), ferro sulfat (FeSO4), dan polialuminium klorida (PAC). Selain efektif, koagulasi merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah diterapkan. Akan tetapi koagulasi dengan koagulan anorganik memiliki beberapa kekurangan seperti menurunnya pH menjadi asam saat digunakan, potensi gangguan kesehatan jika air hasil pengolahan terkonsumsi, serta volume sludge yang dihasilkan relatif tinggi. Penggunaan koagulan alami menjadi alternatif dalam pengolahan air untuk mengatasi berbagai kekurangan tersebut. Berdasarkan bahan aktif koagulannya, koagulan alami dapat dibagi menjadi polifenol, polisakarida, dan protein. Protein dari kacang-kacangan merupakan salah satu sumber koagulan alami yang umum digunakan, karena selain efektif, kacang-kacangan mudah didapat, serta membutuhkan perlakuan yang relatif sederhana, meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, ekstraksi, serta purifikasi. Proses ekstraksi kacang-kacangan pada umumnya menggunakan larutan garam NaCl dengan konsentrasi 0,5-1 M, dikarenakan fraksi protein dominan pada protein kacang-kacangan pada umumnya berupa globulin. Protein yang terekstrak berfungsi sebagai polimer kationik yang cocok digunakan untuk mengolah koloid yang bermuatan negatif melalui mekanisme adsorpsi-netralisasi muatan. Pemanfaatan ekstrak protein dapat bekerja efektif untuk mengolah kekeruhan dan air limbah, dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan alum. Akan tetapi pemanfaatannya masih pada skala laboratorium-pilot, sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk isolasi ekstrak serta aplikasinya pada skala industri.
Potensi Polisakarida dari Limbah Buah-buahan sebagai Koagulan Alami dalam Pengolahan Air dan Limbah Cair: Review Hans Kristianto; Angelica Jennifer; Asaf Kleopas Sugih; Susiana Prasetyo
Jurnal Rekayasa Proses Vol 14, No 2 (2020)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.57798

Abstract

Nowadays, various studies related to utilization of biobased materials as natural coagulants have been explored. Based on the source, natural coagulants can be classified as animal, vegetable, or microbial based. Furthermore, based on the active ingredients, it can be classified as protein, polyphenols, and polysaccharides. Polysaccharides are abundant natural ingredients and are often found in plants or animals. In this study, we focused on polysaccharides, especially those from fruit waste, such as seeds and fruit peels. It is known that around 25-30% of the total weight of fruit is generally wasted, even though it contains phytochemicals and various active ingredients that can be utilized, especially as a natural coagulant. This review will focus on the use of pectin and starch from fruit waste as natural coagulants for water- wastewater treatment. Generally, pectin is commonly found in the skin of fruits as part of the cell wall structure, while starch is found in fruit seeds as food reserves. To be used as a natural coagulant, pectin or starch need to be extracted first. In particular, starch needs to be modified either physically or chemically. The coagulation mechanism of pectin and starch usually follows the interparticle bridging mechanism. The use of pectin and starch from fruit waste needs to be explored and further investigated, to substitute the use of chemical coagulants.Keywords: coagulation; fruit waste; natural coagulant; polysaccharidesA B S T R A KDewasa ini berbagai studi terkait pemanfaatan bahan alam sebagai koagulan alami telah banyak dieksplorasi. Berdasarkan sumbernya, koagulan alami dapat digolongkan berbasis hewani, nabati, maupun mikrobial, sementara berdasarkan bahan aktifnya dapat digolongkan sebagai protein, polifenol, dan polisakarida. Polisakarida merupakan bahan alam yang berlimpah dan seringkali dijumpai pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pada kajian ini difokuskan pada polisakarida terutama yang berasal dari limbah buah-buahan yang tidak termanfaatkan, seperti biji dan kulit buah. Diketahui sekitar 25-30% dari total berat buah pada umumnya terbuang, padahal memiliki kandungan fitokimia dan berbagai bahan aktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya sebagai koagulan alami. Pada tinjauan ini akan difokuskan pada pemanfaatan pektin dan pati dari limbah buah-buahan sebagai koagulan alami untuk pengolahan air dan limbah cair. Secara umum pektin umum dijumpai pada bagian kulit buah-buahan sebagai bagian dari struktur dinding sel, sementara pati umum dijumpai pada biji buah-buahan sebagai cadangan makanan. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai koagulan alami, pektin ataupun pati perlu diekstrak terlebih dahulu, dan pati secara khusus perlu dimodifikasi baik secara fisika maupun kimia. Secara umum mekanisme koagulasi oleh pektin dan pati mengikuti mekanisme interparticle bridging. Pemanfaatan pektin dan pati dari limbah buah-buahan perlu dieksplorasi dan diteliti lebih lanjut, agar dapat mensubstitusi penggunaan koagulan kimia secara komersial.Kata kunci: koagulasi; koagulan alami; limbah buah-buahan; polisakarida
Isolasi Alginat Rumput Laut Coklat (Sargassum sp.) menggunakan Jalur Kalsium Alginat Susiana Prasetyo S; Olivia Juliani; Asaf Kleopas Sugih
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan" 2017: PROSIDING SNTKK
Publisher : Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alginate has been widely used in industrial field because of its natural properties as gelling agent. Brownseaweed, especially Sargassum and Turbinaria as the alginate sources are widely grown in Indonesia; butunfortunately there has yet to be any alginate industry in Indonesia. Alginate content in Sargassum isconsidered quite large, about 35%, whereas alginate content in Turbinaria is only around 20-25%. In thisresearch, sodium alginate was isolated from dried brown seaweed (Sargassum sp.) which first passedthrough the acid treatment using 0,5%-b/v HCl and alkaline treatment using 0,5%-b/v NaOH. Extraction wasdone in batch, using 2%-b/v Na2CO3 solvent. The chosen post-treatment method was through the Ca-alginatepath with experimental design Reponse Surface Methods-Central Composite Design with 5 center point. Thevaried variable was the concentration of CaCl2 (0,11 – 2,09 M) and the ratio of CaCl2 solution/alginateextract (0,48 – 4,02 g/g). The result showed that higher concentration of CaCl2 increased the yield, viscosity,and ash content. As the ratio of CaCl2/alginate extract got higher, the viscosity had the tendency to decreaseand the ash content increased. Yield of the obtained sodium alginate powder was 6,95 -30,7%; 1,48 – 11,85cP viscosity; ash content about 18,46 – 52,65%; and water content around 6,14 – 8,32%. The optimumcondition was obtained at CaCl2 concentration of 1,02 M and the ratio of CaCl2/alginate extract about 2,01g/g with 27,72% yield, 11,38 cP viscosity, 19,56% ash content, and 6,14-8,32% water content of sodiumalginate.
Pemanfaatan Ekstrak Protein dari Kacang-kacangan sebagai Koagulan Alami: Review Hans Kristianto; Susiana Prasetyo; Asaf Kleopas Sugih
Jurnal Rekayasa Proses Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.068 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.46292

Abstract

Coagulation and flocculation are commonly used in water and wastewater treatment. Inorganic coagulant such as alum (Al2(SO4)3), ferrous sulphate (FeSO4), and polyaluminium chloride (PAC) are commonly used. These coagulants are known for its effectiveness and simple operation procedure. However, there are some drawbacks such as reduction in pH, potential negative health effect when the treated water is consumed, and large sludge volume. To overcome these problems, utilization of natural coagulants has been proposed. Based on its active coagulating agent, natural coagulant could be divided as polyphenolic, polysaccharides, and protein. Protein from beans and seeds is commonly used as the source of active coagulating agent, due to its effectiveness, availability, and relatively simple pretreatment is needed. Usually the protein is extracted by using 0.5-1 M NaCl solution as globulin is the major protein fraction in beans.The extracted protein could act as cationic polymer to neutralize negatively charged colloids through adsorption-charge neutralization mechanism. Extracted protein could work effectively to treat turbid and waste water with lower cost compared to alum. However, most of existing studies are still focused on small – pilot scale utilization thus further explorations are still needed.A B S T R A KKoagulasi dan flokulasi merupakan proses yang umum digunakan dalam pengolahan air dan limbah cair. Pada umumnya digunakan koagulan seperti alum (Al2(SO4)3), ferro sulfat (FeSO4), dan polialuminium klorida (PAC). Selain efektif, koagulasi merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah diterapkan. Akan tetapi koagulasi dengan koagulan anorganik memiliki beberapa kekurangan seperti menurunnya pH menjadi asam saat digunakan, potensi gangguan kesehatan jika air hasil pengolahan terkonsumsi, serta volume sludge yang dihasilkan relatif tinggi. Penggunaan koagulan alami menjadi alternatif dalam pengolahan air untuk mengatasi berbagai kekurangan tersebut. Berdasarkan bahan aktif koagulannya, koagulan alami dapat dibagi menjadi polifenol, polisakarida, dan protein. Protein dari kacang-kacangan merupakan salah satu sumber koagulan alami yang umum digunakan, karena selain efektif, kacang-kacangan mudah didapat, serta membutuhkan perlakuan yang relatif sederhana, meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, ekstraksi, serta purifikasi. Proses ekstraksi kacang-kacangan pada umumnya menggunakan larutan garam NaCl dengan konsentrasi 0,5-1 M, dikarenakan fraksi protein dominan pada protein kacang-kacangan pada umumnya berupa globulin. Protein yang terekstrak berfungsi sebagai polimer kationik yang cocok digunakan untuk mengolah koloid yang bermuatan negatif melalui mekanisme adsorpsi-netralisasi muatan. Pemanfaatan ekstrak protein dapat bekerja efektif untuk mengolah kekeruhan dan air limbah, dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan alum. Akan tetapi pemanfaatannya masih pada skala laboratorium-pilot, sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk isolasi ekstrak serta aplikasinya pada skala industri.