Safitri Wikan Nawang Sari
Fakultas Hukum Universitas Achmad Yani Banjarmasin

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI POLRI DALAM KASUS PENIPUAN DAN PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLRI (Studi Kasus di Polres Banjarbaru Kalimantan Selatan) Safitri Wikan Nawang Sari; Eroy Aryadi
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 1 (2019): QISTIE: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v12i1.2706

Abstract

Adanya keterlibatan oknum Anggota Polri Polres Banjarbaru berinisial AIPTU M, yang melakukan suatu tindak pidana penipuan dan penggelapan sesuai pasal 372 dan 378 KUHP. Adapun untuk tujuan dari penulisan ini adalah : (1) Sebagai pedoman dan keseragaman administrasi Penyidik Propam Polri dalam menjalankan tugasnya melakukan penyidikan perkara pelanggaran disiplin, pidana dan kode etik di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur); (2) Memberikan kejelasan tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersinergi dengan Surat Edaran Kapolri Nomor 6 Tahun 2014 tentang Teknis Pelaksanaan Penegakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri sehingga para penyidik Propam mampu bertindak secara professional, Modern dan Terpercaya.Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian empiris dengan pendekatan sosiologis, karena bahan hukum diperoleh langsung dari fakta-fakta yang ada dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.Pengumpulan data melalui studi kasus, penelitian dilapangan, dan wawancara.Hasil penelitian ini adalah : (1) Penyelesaian Perkara Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oknum berinisial Aiptu M dengan korban An. NOERANA diarahkan agar melaporkan pengaduan nya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Banjarbaru dikarenakan ditemukannya unsur pidana dalam pelanggaran yang dilakukan oleh oknum berinisial AIPTU M, namun yang bersangkutan tidak mau melaporkan kasus pidananya dan hanya berharap disidangkan disiplin saja, padahal sesuai dengan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/6/V/2014 tentang Tekhnis Pelaksanaan Penegakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri bahwa agar Fungsi Propam segera melimpahkan ke Fungsi Reskrim terhadap hasil pemeriksaan apabila ditemukan bukti permulaan yangcukup suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh personil Polri, sesuai ketentuan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana, adapun Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin di Institusi Polri sesuai dengan Perkap Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Anggota Polri; (2) Oknum Polri berinisial AIPTU M, terduga pelanggar dihadapkan pada sidang disiplin karena dipersangkakan telah melanggar peraturan disiplin berupa setiap anggota Polri dilarang “Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara pemerintah atau polri.”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf(a) PP RI Nomor 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin bagi anggota Polri,dan dijatuhi hukuman berupa Mutasi yang bersifat demosi sesuai Keputusan Hukuman Disiplin Nomor : Kep / 9 / IX / 2018/ Seksi Propam Polres Banjarbaru, terkait adanya korban lain yang melaporkan permasalahan yang sama melalui jalur perkara pidana, sampai dengan sekarang Sat Reskrim Polres Banjarbaru masih melakukan penyidikan, pengumpulan alat bukti dan pemeriksaan saksisaksi, melaksanakan gelar perkara untuk naik penyidikan dan meminta pendapat, saran hukum, kepada korban sebagai pelapor nantinya diberikan haknya berupa Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) apabila sudah dinyatakan 2 (dua) bukti permulaan yang cukup dan layak naik ke penyidikan oleh penyidik Sat Reskrim Polres Banjarbaru.Kata Kunci : Penyelesaian Perkara, Pelanggaran, Disiplin, Kode Etik Kepolisian
HARMONISASI UNDANG-UNDANG NOMOR11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM MANAJEMEN KANTOR ADVOKAT Safitri Wikan Nawang Sari
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2015): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v8i2.1416

Abstract

ABSTRAKUndang  – Undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap pergeseran paradigma konvensional menuju paradigma modern yang di fokuskan terhadap komputerisasi dan digitalisasi dalam manajemen kantor advokat, hal ini ditujukan terhadap automatisasi dalam layanan dan kepuasan bagi klien(s) sebagai konsumen(s) yang berasal dari seluruh dunia. Karena automatisasi yang bersifat lintas batas digunakan dalam elektonik manajement kantor advokat akan mempengaruhi prestasi / kinerja lawyer(s) profesional dalam memberikan layanan bantuan dibidang jasa hukum bagi masyarakat mulai dari masyarakat tingkat bawah sampai masyarakat tingkat atas, sehingga pada akhirnya profesionalisme kinerja layanan hukum lawyer(s) lebih meningkatkan kepercayaan dan kepuasaan bagi klien(s) terhadap layanan mereka. Kata Kunci : komputerisasi, digitalisasi, otomatisasi, manajemen kantor advokat
KETERIKATAN NEGARA INDONESIA PADA HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (782.896 KB)

Abstract

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional harus mampu beradaptasidengan kepentingan internasional melalui reformulasi hukum humaniter internasionaldalam hukum nasional, artinya secara ius constitutum, perjanjian internasional yangberkaitan dengan hukum humaniter dapat berintegrasi secara tidak langsung ke dalamhukum nasional melalui putusan-putusan pengadilan, sedangkan secara iusconstituendum perjanjian internasional yang berkaitan dengan hukum humaniter dapatmenjadi landasan kebijakan legislasi nasional dengan dibentuknya Rancangan KitabUndang-Undang Hukum Humaniter dalam penanganan konflik bersenjata / gerakanseparatis dan penanganan konflik SARA (Suku, Agama, Ras) termasuk kejahatanperang secara komprehensif yang meleburkan kepentingan militer, non - militer / sipil,dan kepentingan kemanusiaan dalam bingkai tanggung jawab hukum yang sama bagisemua golongan kepentingan tersebut demi menjamin pengakuan dan penghormatanterhadap hak asasi manusia secara global yang berkeadilan dan proporsionalitas.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM MELINDUNGI PEREMPUAN DAN ANAK PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (741.887 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penegakan hukum pidana dapat berlaku optimal dalam memberikan sanksi pidana yang tegas kepada pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas dengan disahkannya RUU Penghapusan kekerasan seksual menjadi Undang-Undang oleh pemerintah.Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik analisis yuridis empiris kualitatif menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap perbuatan pidana kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak disabilitas belum secara maksimal diatur dalamundang-undang yang lama (KUHP), sehingga perlu segera disahkannya RUU penghapusan kekerasan seksual menjadi UU oleh pemerintah untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia yang setara dengan lainnya dalam mendapatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai korban kejahatan yang sangat menjaga dan melindungi hak-hak korban kejahatan seksual khususnya perempuan dan anak penyandang disabilitas. Rekomendasi dari penelitian ini adalah apabila RUU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan sudah disahkan sebagai undang-undang yang merupakan aturan khusus dari KUHP diharapkan tidak hanya sekedar substansi hukumnya saja yang bagus tetapi peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterapkan dengan maksimal melalui sikap aparat penegak hukum yang jujur, adil, berkompeten, dan bebas suap sehingga dapat menerapkan aturan dengan penuh kewibawaan karena ketegasan dan pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum.