Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penataan Visual Signage Koridor Jalan Bunga Ejaya Kelurahan Bontoala Tua Kecamatan Bontoala Kota Makassar Citra Amalia Amal; Andi Annisa Amalia
WARTA LPM WARTA LPM, Vol. 24, No. 1, Januari 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/warta.v24i1.10903

Abstract

Kelurahan Bontoala Tua merupakan kawasan Kota lama Makassar yang menandai masa perkembangan agama Islam di Kota Makassar. Salah satu bukti sejarah perkembangan Islam di tempat ini, adanya Kompleks Pemakaman Sayye (Arab) yaitu Makam Lajangiru dan Makam Bunga Ejaya yang terletak di Jalan Bunga Ejaya. Namun koridor linkage menuju tempat tersebut belum tertata dengan baik, pada node koridor penghubung menuju lokasi tidak terdapat papan informasi atau signage sehingga menyulitkan pengunjung atau peziarah karena belum ada identitas lokasi sebagai penanda menuju ke lokasi pemakaman tersebut. Padahal node dan simpul-simpul jalur menuju tempat tersebut merupakan linkage penghubung koridor utama Kota seperti Jalan Veteran dan Jalan Masjid Raya Makassar. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat adalah mendesain dan membuat signage Pemakaman Arab di Jalan Bunga Ejaya yang memenuhi unsur visibilitas (terlihat), legibilitas (terbaca), dan aspek visual (estetika). Metode yang digunakan dalam kegiatan penataan visual signage ini adalah metode participatory approach (pendekatan semi partisipatif). Tahapan kegiatan yang dilakukan terdiri dari sosialisasi, survei lapangan, diskusi konsep, persiapan alat dan bahan serta perakitan, dan pemasangan signage Pemakaman Arab Bontoala. Signage yang diimplementasikan pada Koridor Jalan Bunga Ejaya adalah jenis free standing sign merupakan elemen penunjuk arah ke lokasi Pemakaman Arab Bontoala. Signage ini berkonsep Islami dengan tampilan visual warna hijau, simpel, ringan, sederhana, dan bentuk tiang menyatu dengan papan informasinya yang ditempatkan pada node Jalan Bunga Ejaya dengan Jalan Lamuru.
Identifikasi Aspek Perancangan Masjid Ramah Anak Berbasis Community Score Card Andi Asmuliany; Mutmainnah Sudirman; Andi Annisa Amalia
Journal of Green Complex Engineering Vol. 2 No. 1 (2024): Agustus
Publisher : Gio Architect

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59810/greenplexresearch.v2i1.125

Abstract

ABSTRAKDesain masjid yang inklusif dan ramah anak berperan penting dalam mendukung perkembangan spiritual, sosial, dan emosional anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep desain masjid ramah anak di Kota Makassar dengan menggunakan pendekatan berbasis Community Score Card (CSC). Pendekatan ini memungkinkan keterlibatan aktif masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi desain, memastikan kebutuhan anak-anak terpenuhi dengan optimal. Metodologi penelitian mencakup analisis kombinasi kuantitatif dan kualitatif melalui observasi desain masjid, wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan, survei komunitas, dan studi kasus di dua masjid, yakni Masjid Cheng Ho dan Al-Markaz Al-Islami. Analisis data dilakukan untuk mengidentifikasi fasilitas ramah anak yang dibutuhkan, seperti ruang bermain, taman edukasi, dan perpustakaan mini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kedua masjid telah memiliki elemen desain ramah anak, seperti area salat khusus, fasilitas pendukung lain masih terbatas. Partisipasi masyarakat melalui CSC terbukti efektif dalam mengidentifikasi kebutuhan spesifik, meningkatkan rasa kepemilikan komunitas, dan menciptakan desain yang lebih inklusif. Temuan ini memperkuat urgensi untuk mengintegrasikan desain masjid ramah anak dalam perencanaan fasilitas publik. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan desain arsitektur Islam dan mendukung kebijakan perlindungan anak. Implikasi utama adalah perlunya pedoman desain ramah anak untuk memastikan masjid tidak hanya menjadi ruang ibadah, tetapi juga pusat edukasi dan interaksi sosial bagi anak-anak. Penelitian lanjutan dapat mengeksplorasi implementasi di daerah pedesaan atau masjid dengan kapasitas terbatas. ABSTRACTMosques play a pivotal role not only as places of worship but also as centers for education and community development. However, their design often neglects the specific needs of children, limiting their potential as inclusive spaces for fostering spiritual, social, and emotional growth. This study aims to explore how community participation can enhance mosque designs to better serve children in urban areas like Makassar, Indonesia. Using a mixed-methods approach, the research integrates quantitative analysis of mosque facilities and qualitative insights from observations, interviews, and participatory methods like the Community Score Card (CSC). Two case studies, Masjid Cheng Ho and Al-Markaz Al-Islami, were analyzed to evaluate existing child-friendly elements and identify design gaps. The findings reveal that while some mosques provide basic child-friendly features, such as designated prayer areas, most lack vital facilities like playgrounds, educational spaces, and child-focused libraries. The CSC approach enabled direct community input, emphasizing the need for inclusive designs that balance the requirements of children and other mosque users. This participatory model fostered a sense of ownership among stakeholders and ensured relevance to local needs. This study contributes to Islamic architecture by providing practical guidelines for designing child-friendly mosques, with implications for policy and community-based planning. Future research should explore rural settings and assess the long-term impact of such designs on child development. Implementing these recommendations could transform mosques into vibrant spaces that nurture children’s holistic growth.
KONFIGURASI RUANG SIMBIOSIS PERMUKIMAN DI TEPIAN SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR Andi Annisa Amalia
Plano Madani : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 14 No 1 (2025)
Publisher : Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coastal areas are areas of community settlement development that have culturally become part of their living space and livelihoods. Communities that depend on the sea and rivers for their livelihoods tend to choose to settle near or directly integrated with waters. The interconnection and interdependence between urban settlements and water bodies are consistently characterized by the configuration of symbiotic spaces, Symbiotic spaces are manifestations of the results of stimulation by the existence of interactions between spaces. The Jeneberang Riverbank Settlement of Tanjung Merdeka Village Makassar has an unplanned spatial configuration, resulting in the existence of indigenous people's residential areas that are separated from the regional space system. On the other hand, the transformation of the Tanjung Bunga and Centre Point of Indonesia areas as a global business area is an opportunity for coastal communities to utilize the Jeneberang riverbank area as a source of livelihood that leads to a blue economy. This phenomenon has implications for the formation of symbiotic space The research objective is to explore the symbiotic spatial configuration of settlements on the banks of the Jeneberang River in Makassar City. The research method used is a case study with a rationalistic qualitative paradigm approach. The results found that (1) Symbiotic space configuration is formed as a spatial interaction between elements of residential space and livelihood space forming an organic pattern; (2) Symbiotic space configuration forms a floating pattern on the river, radial pattern, cluster pattern, linear pattern, and follows the shape of the footprint of residential outdoor space; (3) Livelihood space as an element of activity support for the area as well as the edge of the riverbank; (4) Transformation of the river's role as a lake affects the spatial order, both in the estuary, riverbank and land area as well as the coexistence of coastal economic livelihood space bound to the waters.