Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA KARTU ATM TERTELAN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PUTUSAN NO: 77/PEN/BPSK/MDN/2012) Donny Mangiring Tua Siburian; Tan Kamello; Dedi Harianto; Utary Maharani Barus
USU LAW JOURNAL Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (587.821 KB)

Abstract

ABSTRACT Transaction by using ATM (Automatic Teller Machine)  has  to  be  sure  that his ATM card can withdraw money and secrecy of PIN (Personal Identification Number).  A legal case in the ATM working system occurred that his ATM card was stuck in the machine and surprisingly he lost Rp. 76,800,000  from his accounts. The result of the research showed that protection for consumers in using ATM cards which are taken in ATM machines is regulated in Article 19, paragraph 1 of Law No. 8/1999 on Consumer Protection, Article 29, paragraph 5 of Law No. 10/1998 on Banking, the Regulation on Financial Service Authority No. 1/POJK.07/2013, and the Regulation of Bank Indonesia No. 16/1/PBI/2014 on Protection for Consumers as the Users of Financial System Service. It is recommended that regulation on legal protection for consumers whose ATM cards are taken in ATM machines,  the uniformity of judge’s decision in  BPSK verdict with the Court’s Ruling should also be established. Keywords: Legal Protection, ATM Card, Consumer Protection
PERJANJIAN JUAL-BELI DENGAN SISTEM TAKSIR MENURUT HUKUM ISLAM Razika Azmila; Utary Maharani Barus; Idha Aprilyana Sembiring; Yefrizawati
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 3 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i3.217

Abstract

Keabsahan Jual-beli dilakukan dengan membuat suatu perjajian yang dibuat oleh kedua belah pihak sebagai bukti terlaksanaya jual-beli. Perjanjian dalam jual-beli mempunyai tatacara dan pelaksanaan yang bermacam-macam. salah satunya adalah perjanjian jual beli dengan sistem taksir atau dalam Hukum Islam disebut jual beli jizaf. Jual beli jizaf merupakan kebiasaan masyarakat Kecamatan Tanah Putih dalam melakukan transaksi jual beli tanah yang belum diketahui secara pasti ukuran tanah yang akan menjadi penentu harga jual tanah. Rumusan masalah dalam penelitian ini: Bagaimana praktek perjanjian jual-beli dengan sistem taksir di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. ditinjau dari Hukum Islam. Bagaimana akibat hukum dari perjanjian jual beli dengan system taksir di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir,Provinsi Riau serta Bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang ditimbukan dari perjanjian jual beli dengan sistem taksir di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dimana sumber datanya diperoleh dari data primer dan data skunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum, yaitu : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dan kuesioner kepada responden. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif Hasil dari penelitian Praktek perjanjian jual beli dengan sistem taksir di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau merupakan suatu kebiasaan masyarakat adat setempat dalam bertransaksi jual beli tanah. Adapun perjanjian jual beli dengan sistem taksir ini ditinjau dari keabsahan rukun dan syarat akad jual beli yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat belum sesuai dengan Hukum Islam, dikarenakan tidak terpenuhinya syarat taksir dalam pandangan Hukum Islam. Akibat hukum dari perjanjian jual beli yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau pada saat berlangsungnya akad yang sudah dikendaki dan disepakati oleh kedua belah pihak secara sukarela, namun tanah yang menjadi obyek jual beli dengan sistem taksir mengandung kecacatatan sehingga menimbulkan kekeliruan pada sifat akad. Akad semacam ini dalam Hukum Islam dapat dibatalkan. Upaya penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian jual beli dengan sistem taksir di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dilakukan dengan musyawarah. Pihak penjual dan pembeli melakukan mediasi yang dihadiri oleh kepala desa atau ninik mamak sebagai hakim yang memberikan pemahaman sehingga kedua belah pihak yang bersengketa diberikan kebebasan untuk membuat perjanjian baru atau membatalkan perjanjian jual beli.
Interfaith Marriage Between Human Right and State Law Dhiyaul Habib Ifham; Rosnidar Sembiring; Utary Maharani Barus
International Conference on Health Science, Green Economics, Educational Review and Technology Vol. 7 No. 1 (2025): 9th IHERT (2025): IHERT (2025) FIRST ISSUE: International Conference on Health
Publisher : Universitas Efarina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/ihert.v7i1.449

Abstract

Indonesia is not a religious country but Indonesia is also not a secular country, Indonesia does not make any religion the basis of the state, but all activities and behavior of Indonesian citizens cannot be related to religious matters. As this is supported by the first principle, namely "Belief in One Almighty God", this means that even though Indonesia is not a religious country, all behavioral norms of Indonesian citizens must not conflict with the norms of God. The polemic about interfaith marriages has been going on for a long time. Apart from the fact that there is a feeling of love between men and women, it is also because society in Indonesia is heterogeneous. Article 10 paragraph (2) of the Human Rights Law states that a valid marriage can only be carried out with the free will of both parties. This article contains the principle of the free will of the partner in the marriage bond. The meaning of free will is a will that is born on the basis of sincere, holy intentions without any coercion, deception or pressure. The Human Rights Law only looks at the civil aspect that there is no element of religion that takes precedence in a valid marriage bond. Article 28B paragraph (1) of the 1945 Constitution states "Everyone has the right to form a family and continue their offspring through legal marriage". Interfaith marriages carried out secretly are still valid according to those who carry them out, but as long as they live in Indonesia the marriage must be registered so that it is recognized by the state. On the other hand, how can interfaith marriages be considered valid when there are several religions that prohibit it, such as Islam, Protestant Christianity, etc. The presence of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage cannot yet be convincing as a prohibition on Indonesian people wishing to carry out interfaith marriages, even though it is quite clear that Article 2 paragraph (1) states that "Marriage is valid if it is carried out according to the laws of each religion and belief. That". Then the Constitutional Court required that people who wanted to carry out interfaith marriages must ask permission from their respective religious leaders, so that the presence of religious leaders here greatly influences whether or not the interfaith marriage is valid. Not only that, some time ago, on July 17 2023, the Supreme Court issued SEMA Number 2 of 2023 concerning Instructions for Judges in Adjudicating Applications for Registration of Marriages Between People of Different Religions and Beliefs. The issuance of SEMA Number 2 of 2023 has a fundamental spirit to provide certainty and unity in the application of the law, so that there are no more loopholes for Indonesian people who wish to carry out interfaith marriages in Indonesia.
Analisis Yuridis Ketidaksesuaian dalam Peniliaian Aset pada Akad Musyarakah Mutanqisah Pembiayaan Serba Guna di PT Bank X Tri Rahmat; Rosnidar Sembiring; Utary Maharani Barus
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 4 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i4.4218

Abstract

PT Bank X menerapkan akad musyarakah mutanaqisah pada produk pembiayaan serba guna berbasis syariah. Meski portofolio pembiayaan meningkat, terdapat ketidaksesuaian dalam verifikasi aset nasabah yang hanya didasarkan pada dokumen fotokopi tanpa pengecekan langsung, melanggar prinsip syariah dan berpotensi membuka celah penipuan. Praktik ini tidak memenuhi asas kejujuran, melanggar prinsip kehati-hatian, dan dapat memicu risiko pembiayaan bermasalah. Penelitian dilakukan untuk menganalisis yuridis ketidaksesuaian ini sesuai aturan syariah dan hukum yang berlaku. Hasil penelitia ini menemukan bahwa implementasi akad musyarakah mutanaqisah pada produk pembiayaan serba guna di PT Bank X tidak sepenuhnya memenuhi Fatwa DSN No. 73/2008 dan No. 89/2013. Bank tidak melakukan penilaian dan verifikasi langsung atas aset, hanya mengandalkan dokumen fotokopi dan foto, sehingga aset tidak jelas atau nyata saat akad, yang dapat menyebabkan akad batal menurut hukum syariah. Secara legal, akad di bawah tangan diperbolehkan berdasarkan UU Perbankan Syariah dan POJK No. 31/2014, tetapi memiliki kelemahan pembuktian jika terjadi sengketa. Ketidakjelasan aset sebagai rukun utama akad menimbulkan risiko keabsahan, sebab akad tanpa objek yang jelas melanggar prinsip syariah.