Rizka Yulina
Balai Besar Tekstil, Kementerian Perindustrian, Bandung

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Preparation of chitosan-based nanofiber mats containing Soluplus® as a potential polymeric carrier by electrospinning process Rizka Yulina; Irene Bonadies; Giovanni Dal Poggetto; Paola Laurienzo
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 2 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24960/jli.v11i2.7149.124-130

Abstract

A preparation of chitosan-based nanofiber mats loaded with Soluplus as a novel carrier polymer was carried out. Soluplus, a water-soluble amphiphilic copolymer, was added to provide a nanofiber structure that will be useful in applications as drug delivery system. In this study, a mixture of chitosan, polyethylene oxide (PEO), and Soluplus micelles was electrospun into nanofibers and characterized using SEM to observe the fiber morphology. Rhodamine (Rh) was used as a model molecule trapped inside Soluplus micelles. The results showed that chitosan-based nanofiber mats were successfully realized by electrospinning of the chitosan/PEO polymer blend solution at a ratio of 3:2 with 4 wt% total polymer concentration. The optimum electrospinning parameters to obtain the nanofibers were at 30 kV electrical potential, 0.2 ml/hour feed rate, and 30 cm distance between the needle tip and the collector. The addition of Soluplus at four times greater critical micelles concentration (CMC) was still able to provide smooth and bead-less nanofibers morphology. Nanofiber mats with Rh-Soluplus have an average fiber diameter of 56 nm, a slightly thinner than the nanofibers with chitosan/PEO alone (63 nm). A preliminary study of Rh release from Soluplus micelles, as well as from Soluplus loaded in the nanofiber mats, showed slower release of Rh from Soluplus loaded in the nanofiber mats compared to the free Soluplus.
FIKSASI KITOSAN PADA KAIN KATUN SEBAGAI ANTIBAKTERI Wiwin Winiati; Cica Kasipah; Rizka Yulina; Tatang Wahyudi; Agus Surya Mulyawan; Wulan Septiani
Arena Tekstil Vol 29, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (969.547 KB) | DOI: 10.31266/at.v29i1.847

Abstract

Tujuan penelitian adalah mendapatkan metode fiksasi/pembubuhan kitosan pada kain katun untuk memperoleh kain katun yang bersifat antibakteri,  penelitian dilakukan dilaboratorium dan   selanjutnya metoda yang ditemukan di uji-coba dengan skala pilot di industri tekstil. Pada penelitian ini fiksasi  kitosan pada kain katun dilakukan dengan metoda kimia, yaitu modifikasi kovalen pada serat kapas yang merupakan serat selulosa dengan pembentukan gugus aldehida yang akan berikatan dengan gugus amina pada kitosan yang dilakukan dengan cara perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses oksidasi selulosa pada kain katun hingga memiliki gugus aldehida yang kemudian berikatan dengan gugus amina pada kitosan telah menghasilkan fiksasi kitosan pada kain  katun,  sehingga memberikan sifat antibakteri pada kain katun.  Penggunaan kitosan dengan BM 171.790 Da sebagai zat antibakteri pada kain katun telah menghasilkan kain katun antibakteri yang memiliki ketahanan terhadap proses pencucian, dan pemanasan (setrika), tidak menurunkan parameter kualitas tekstilnya seperti kekuatan  dan kenampakannya,  serta cocok (compatible) dengan zat-zat kimia tekstil yang digunakan pada proses tekstil  yaitu proses pencelupan. Hasil percobaan pembuatan kain katun antibakteri di laboratorium, telah diaplikasikan di industri dan memberikan hasil yang baik.
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK SERAT KITOSAN MELALUI PROSES PLASTISISASI DENGAN GLISEROL SETELAH PROSES DEHIDRASI DENGAN METANOL Wiwin Winiati; Tatang Wahyudi; Indra Kurniawan; Rizka Yulina
Arena Tekstil Vol 27, No 2 (2012)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (777.672 KB) | DOI: 10.31266/at.v27i2.1158

Abstract

Serat kitosan mempunyai sifat getas, kekuatan yang rendah terutama dalam keadaan basah dan elongasisaat putus yang rendah disebabkan kristalin yang tinggi. Untuk dapat digunakan sebagai benang operasimonofilamen, diperlukan serat kitosan dengan diameter yang relatif kecil tetapi mempunyai kekuatan tarik yangtinggi disertai fleksibilitas dan elongasi yang baik sehingga mudah dibuat simpul. Proses dehidrasi dengan metanoltelah berhasil meningkatkan kekuatan dan menurunkan diameter tetapi elongasi menurun. Penelitian ini ditujukanuntuk meningkatkan sifat mekanik terutama elongasi serat kitosan dengan cara melakukan proses plastisisasidengan gliserol setelah proses dehidrasi dengan metanol . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada serat kitosanyang dibuat dari larutan kitosan dengan viskositas 5.684 mPa.s dengan alat wet-spinning menggunakan spinneretdengan diameter 1500 μm, proses dehidrasi dengan metanol dilanjutkan dengan proses plastisisasi dengan gliserolmemberikan penurunan diameter 7 %, peningkatan densitas 46%, peningkatan kekuatan tarik 90%, danpeningkatan elongasi 167 %. Dengan proses plastisisasi serat kitosan menjadi lebih hidrofil, densitas dan %kristalinitas naik sehingga serat lebih padat merata dan memberikan peningkatan elongasi yang signifikan.
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERAT HOLLOW DARI SELULOSA BAKTERIAL DENGAN NANOPARTIKEL ZnO UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH TEKSTIL Rizka Yulina; Srie Gustiani; Wulan Septiani
Arena Tekstil Vol 29, No 1 (2014)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1615.062 KB) | DOI: 10.31266/at.v29i1.849

Abstract

Selulosa bakterial mempunyai sifat mekanik yang baik untuk digunakan sebagai membran pada proses pengolahan air limbah tekstil. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan dan karakterisasi serat hollow dari bahan baku selulosa bakterial nata de coco dengan penambahan nanopartikel ZnO sebagai fotokatalis terimmobilisasi. Selulosa bakterial disintesis menggunakan bakteri Acetobacter xylinum di dalam medium air kelapa dan gula. Selulosa bakterial dilarutkan bersama dengan nanopartikel ZnO menggunakan pelarut cuprietilen diamina (Cuen) dengan variasi selulosa bakterial 2,25% dan 2,50%. Serat berbentuk hollow dihasilkan dari proses wet spinning menggunakan koagulan NaOH. Serat hollow yang telah melalui koagulan kemudian direndam dalam larutan asam, gliserol, dan alkohol, dengan variasi waktu perendaman asam selama 1 dan 2 hari. Uji kekuatan tarik menunjukkan hasil yang terbaik yakni sebesar 815,72 gf pada konsentrasi selulosa bakterial 2,50% dan perendaman asam selama 2 hari. Dari hasil uji gugus fungsi menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR), terdapat beberapa gugus fungsi yang menunjukkan keberadaan selulosa dan nanopartikel ZnO. Proses dekolorisasi fotokatalitik terhadap air limbah tekstil artifisial yang mengandung zat warna reaktif Remazol Black 5 (RB5) menunjukkan bahwa pH optimum proses penyisihan warna yakni pada pH 9 dan dihasilkan persen penyisihan warna yang tertinggi yaitu 90,32%. Pada kondisi yang sama, proses dekolorisasi RB5 menggunakan serat hollow tanpa nanopatikel ZnO hanya menghasilkan persen penyisihan warna sebesar 32,10%. Berdasarkan laju penyisihan zat warna, aktivitas degradasi fotokatalitik terbesar (k’ = 0,2615) diperoleh pada konsentrasi ZnO 10% dan konsentrasi zat warna RB5 10 ppm.
PENGARUH BERAT MOLEKUL KITOSAN TERHADAP FIKSASI KITOSAN PADA KAIN KAPAS SEBAGAI ANTIBAKTERI Rizka Yulina; Wiwin Winiati; Cica Kasipah; Wulan Septiani; Agus Surya Mulyawan; Tatang Wahyudi
Arena Tekstil Vol 29, No 2 (2014)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.808 KB) | DOI: 10.31266/at.v29i2.878

Abstract

Proses depolimerisasi kitosan telah dilakukan untuk memperoleh kitosan dengan berat molekul yang lebih rendah dan mengetahui sifat antibakterinya setelah difiksasi pada kain kapas. Proses depolimerisasi dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan oven microwave disertai penambahan larutan garam elekrolit NaCl dan CaCl2. Variasi proses pemanasan dilakukan pada rentang daya microwave 300-800 watt dan rentang waktu selama 5-25 menit. Berat molekul kitosan ditentukan dari viskositasnya dan dihitung menggunakan persamaan Mark Houwink. Hasil depolimerisasi kitosan menggunakan pelarut campuran CH3COOH 1% /CaCl2 0,25 M dengan rasio volume 7:3 dan rentang daya microwave 300-650 watt telah berhasil menurunkan berat molekul kitosan secara signifikan dari 171.790 Da hingga mencapai 59.746 Da. Hasil analisa terhadap spektra Fourier Transform Infra Red menunjukkan bahwa proses depolimerisasi kitosan tidak mengubah gugus fungsi dari kitosan. Fiksasi kitosan terdepolimerisasi dengan rentang berat molekul 59.746-79.570 Da pada kain kapas menghasilkan sifat antibakteri yang sangat baik yakni mencapai 99-100%, sekalipun prosesnya diikuti dengan proses pencelupan warna. Hasil uji N-total menunjukkan bahwa kain kapas terfiksasi kitosan berat molekul 79.500 Da menghasilkan nilai N-total yang lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan berat molekul 171.790 Da. Hasil kurva ketuaan warna menunjukkan bahwa kitosan BM rendah cocok (compatible) dengan zat warna reaktif yang digunakan pada proses pencelupan dan memberikan warna pada kain kapas yang lebih tua dibandingkan dengan kitosan BM tinggi dan tanpa kitosan.
PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA DARI LIMBAH TONGKOL JAGUNG UNTUK PENGENTAL PADA PROSES PENCAPAN TEKSTIL Rifaida Eriningsih; Rizka Yulina; Theresia Mutia
Arena Tekstil Vol 26, No 2 (2011)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.18 KB) | DOI: 10.31266/at.v26i2.1177

Abstract

Limbah pertanian, antara lain tongkol jagung sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Untukitu dilakukan penelitian dengan tujuan menaikkan nilai tambah limbah tersebut melalui proses karboksimetilasi,sehingga dihasilkan produk, yaitu karboksimetil selulosa (CMC) yang dapat digunakan sebagai pengental padaproses pencapan tekstil. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan proses, meliputi pemurnian awal,delignifikasi, alkalisasi, karboksimetilasi, pemurnian CMC, penetralan dan pengeringan. Reaksi karboksimetilasiyang terjadi dapat diketahui melalui analisa dengan spektra FTIR yang menunjukkan adanya gugus fungsi C=O.Percobaan dilakukan dengan 4 (empat) variasi proses, dan kondisi optimal dicapai pada Variasi Proses IV,yaitu proses tanpa pemurnian awal dan delignifikasi yang menghasilkan derajat substitusi (DS) 0,55. Pada prosespencapan kain kapas dengan zat warna reaktif menggunakan kasa datar, digunakan CMC tongkol jagung tersebutdengan viskositas 1750 cps. Untuk mencapai viskositas tersebut diperlukan CMC 16,5%, sedangkanpembandingnya (CMC komersil) hanya 2,1%. Namun demikian memberikan kualitas pencapan yang cukup baik,yaitu tidak memberikan efek migrasi dan ketuaan warnanya terhadap CMC komersil relatif sama (rata - rata Δ E <1). Selain itu tahan luntur warnanya terhadap pencucian, gosokan, keringat dan sinar menunjukkan nilai baik dankekakuan kainnya relatif sama dengan kain tanpa cap. Dengan demikian CMC hasil penelitian ini memenuhipersyaratan sebagai pengental untuk proses pencapan tersebut, karena tidak menodai kain putih, tidak berpengaruhterhadap warna dari zat warna yang digunakan dan mudah dihilangan pada proses pencucian.
APLIKASI KITOSAN SEBAGAI ZAT ANTI BAKTERI PADA KAIN POLIESTER-SELULOSA DENGAN CARA PERENDAMAN Wiwin Winiati; Cica Kasipah; Wulan Septiani; Eva Novarini; Rizka Yulina
Arena Tekstil Vol 31, No 1 (2016)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.365 KB) | DOI: 10.31266/at.v31i1.1448

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah membubuhkan kitosan pada kain poliester-selulosa (poliester-kapas/rayon) yang berupa kain grey dan kain yang telah diberi warna untuk mendapatkan kain poliester-selulosa yang mempunyai sifat antibakteri. Kain yang digunakan adalah poliester-kapas 65:35 berupa kain grey dan kain loreng dan poliester-rayon 70:30 yang berupa kain grey dan kain hijau AD. Aplikasi kitosan dilakukan dengan cara perendaman dengan penambahan senyawa natrium periodat sebagai oksidator. Analisa gugus fungsi dengan FTIR (fourier transform infra red) menunjukkan bahwa kitosan dengan gugus –NH2 dan -OH sebagai gugus aktifnya telah berikatan dengan poliester yang diperlihatkan dengan terjadinya  peningkatan serapan gugus C=N  dan gugus C-O,  serta penurunan gugus C=O dari ester yang menunjukkan terjadi ikatan poliester dengan kitosan; dan peningkatan serapan pada bilangan gelombang 1641 cm-1 menunjukkan terjadinya ikatan antara aldehid dan kitosan yang menunjukkan terjadinya fiksasi kitosan pada selulosa (kapas dan rayon).  Fiksasi kitosan pada kain poliester-selulosa yang berupa kain grey dan kain yang telah diberi warna telah berhasil memberikan sifat antibakteri pada kain, tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan pada serat poliester maupun serat rayon/kapas pada kain, dan tidak mengakibatkan kerusakan/penurunan  ketuaan warna pada kain yang telah diberi warna, bahkan semakin banyak kitosan yang diberikan akan meningkatkan ketuaan warna-warna tersebut.
OPTIMASI KONDISI LARUTAN DAN PARAMETER PROSES PEMINTALAN ELEKTRIK PADA SINTESIS SERAT NANO KITOSAN-PEO Rizka Yulina; Wiwin Winiati; Irene Bonadies; Paola Laurienzo; Giovanni Dal Poggetto
Arena Tekstil Vol 33, No 1 (2018)
Publisher : Balai Besar Tekstil

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.581 KB) | DOI: 10.31266/at.v33i1.3537

Abstract

Serat nano kitosan telah berhasil dibuat dengan penambahan polietilen oksida (PEO) sebagai polimer sekunder pada kondisi larutan dan parameter proses pemintalan elektrik yang optimum. Pada penelitian ini, larutan polimer kitosan/PEO pada berbagai konsentrasi (3,2, 3,6, dan 4 wt%) dan rasio (3:2 dan 1:1) dipintal secara elektrik (electrospinning) untuk memperoleh serat dengan morfologi paling baik. Selain kondisi larutan, parameter proses pintal elektrik yang penting seperti tegangan, laju alir umpan, dan jarak antara jarum dengan kolektor juga disesuaikan untuk mendapatkan proses dengan kondisi jet polimer yang stabil. Serat nano yang terbaik yakni tanpa butiran polimer (polymer microspheres) dan minim jumlah manik-manik (beads) berhasil diperoleh pada konsentrasi kitosan/PEO 4 wt% dan rasio 3:2. Parameter proses yang digunakan untuk mendapatkan serat ini yaitu tegangan 30 kV, laju alir umpan 0,3 ml/jam, dan jarak antara jarum dan kolektor 30 cm. Karakterisasi morfologi serat dari setiap eksperimen dilakukan dengan menggunakan mikroskop Phenom. Selanjutnya, serat nano terbaik yang diperoleh dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan diameter rata-rata serat diukur dengan aplikasi ImageJ. Hasil menunjukkan bahwa serat nano yang dihasilkan pada kondisi optimum memiliki diameter rata-rata 68 nm dan distribusi ukuran diameter serat tersebar cukup lebar mulai dari 30-150 nm. 
Preparation of chitosan-based nanofiber mats containing Soluplus® as a potential polymeric carrier by electrospinning process Rizka Yulina; Irene Bonadies; Giovanni Dal Poggetto; Paola Laurienzo
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 2 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.735 KB) | DOI: 10.24960/jli.v11i2.7149.124-130

Abstract

A preparation of chitosan-based nanofiber mats loaded with Soluplus as a novel carrier polymer was carried out. Soluplus, a water-soluble amphiphilic copolymer, was added to provide a nanofiber structure that will be useful in applications as drug delivery system. In this study, a mixture of chitosan, polyethylene oxide (PEO), and Soluplus micelles was electrospun into nanofibers and characterized using SEM to observe the fiber morphology. Rhodamine (Rh) was used as a model molecule trapped inside Soluplus micelles. The results showed that chitosan-based nanofiber mats were successfully realized by electrospinning of the chitosan/PEO polymer blend solution at a ratio of 3:2 with 4 wt% total polymer concentration. The optimum electrospinning parameters to obtain the nanofibers were at 30 kV electrical potential, 0.2 ml/hour feed rate, and 30 cm distance between the needle tip and the collector. The addition of Soluplus at four times greater critical micelles concentration (CMC) was still able to provide smooth and bead-less nanofibers morphology. Nanofiber mats with Rh-Soluplus have an average fiber diameter of 56 nm, a slightly thinner than the nanofibers with chitosan/PEO alone (63 nm). A preliminary study of Rh release from Soluplus micelles, as well as from Soluplus loaded in the nanofiber mats, showed slower release of Rh from Soluplus loaded in the nanofiber mats compared to the free Soluplus.