A Ardinal
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Sintesis Asam Etoksi Lignosulfonat sebagai Surfaktan dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit A Ardinal; M Rif'at
Jurnal Litbang Industri Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.475 KB) | DOI: 10.24960/jli.v7i2.3369.81-91

Abstract

Synthesis of ethoxy lignosulfonic acid as a surfactant from a waste of palm oil empty fruit bunch was aimed to isolate lignin, studying the ethylation of the lignin and sulfonation of the alkyl lignin to produce ethoxy lignosulfonic acid moreover to investigate its activity as the surfactant. At first, lignin was isolated from the waste of palm oil empty fruit bunch by sulfate method, then lignin was alkylated with diethylsulfate (DES), and the resulted ethoxy lignin was sulfonated using sodium bisulfite. Each product was characterized by FT-IR and the success of the sulfonation was proven by SEM-EDX. Surfactant test properties included: determination of critical micelle concentration (CMC) with turbidimetry method, foam stability, emulsions index and emulsion stability. Lignin isolation gave lignin as light brown solid in 27.8% yield. Alkylation reaction of lignin with diethyl sulfate produced ethoxy lignin in 83.0% yield. Sulfonation of ethoxy lignin using sodium bisulfite afforded ethoxy lignosulfonic acid in 88.5% yield. It was known that there was a significant increase in oxygen percentage at the sulfonation process. Ethoxy lignosulfonic acid as the surfactant has CMC of 1.6 g/L, the surfactant concentration of 1.5 g/L gave stable foam for 100 minutes, the surfactant has an emulsion index of 35% in a gasoline-water system and 56% in the cooking oil-water system. The emulsion on both systems was stable for four days of measurement.ABSTRAKSintesis asam etoksi lignosulfonat sebagai surfaktan dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan dengan tujuan mengisolasi lignin dari TKKS, mempelajari etilasi terhadap lignin dan sulfonasi terhadap etoksi lignin untuk menghasilkan asam etoksi lignosulfonat serta uji aktifitasnya sebagai surfaktan. Lignin diisolasi dari TKKS dengan metode sulfat, lalu dialkilasi dengan dietil sulfat (DES) dan disulfonasi dengan natrium bisulfit. Tiap produk dikarakterisasi dengan FT-IR dan untuk mengetahui keberhasilan sulfonasi diketahui dengan SEM-EDX. Uji sifat surfaktan yang dilakukan antara lain: penentuan konsentrasi kritis misel (KKM) dengan metode turbidimetri, pengukuran kestabilan busa, indeks emulsi dan kestabilan emulsi. Isolasi lignin dari TKKS menghasilkan padatan cokelat terang lignin dengan rendemen 27,8%. Alkilasi lignin dengan DES menghasilkan etoksi lignin dengan rendemen 83,0%. Sulfonasi etoksi lignin dengan natrium bisulfit menghasilkan asam etoksi lignosulfonat dengan rendemen 88,5%. Keberhasilan reaksi sulfonasi etoksi lignin dikonfirmasi dari kenaikan persen atom oksigen menggunakan SEM-EDX. Senyawa asam etoksi lignosulfonat sebagai surfaktan memiliki KKM 1,6 g/L, pada konsentrasi surfaktan 1,5 g/L dan volume busa stabil selama 100 menit. Surfaktan asam etoksi lignosulfonat memiliki indeks emulsi 35% pada sistem bensin-air dan 56% pada sistem minyak goreng-air. Emulsi yang terbentuk pada kedua sistem stabil selama empat hari pengukuran.
Pengaruh penambahan natrium tetra boraks untuk pengawetan limbah batang kelapa sawit A Ardinal; Salmariza Sy; S Sofyan
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6981.59-66

Abstract

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini kurang lebih 11 juta hektar. Selain menghasilkan buah kelapa sawit yang melimpah, kebun sawit ini juga menghasilkan limbah replanting berupa batang kelapa sawit pada saat dilakukan regenerasi kebun. Tujuan dari penelitian ini adalah pengawetan limbah replanting batang kelapa sawit dengan natrium tetra boraks (Na2B3O4). Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan memvariasikan bagian batang sawit (kayu bagian dalam dan bagian luar batang sawit).  Konsentrasi pengawet natrium tetra boraks yaitu 1; 2,5 dan 5% dengan waktu perendaman 2, 4, dan 6 hari. Dari analisis awal limbah kayu bagian dalam sebelum pengawetan diperoleh rata-rata kadar air 35,1%, kuat lentur 26,48 kg/cm2, kuat tekan 3,73 kg/cm2, dan kerapatan 0,19 g/cm3. Sedangkan kayu bagian luar sebelum pengawetan memiliki rata-rata kadar air 25,5%, kuat lentur 32,16 kg/cm2, kuat tekan 5,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,25 g/cm3. Perlakuan terbaik diperoleh pada kayu bagian luar dengan perendaman selama 4 hari dan konsentrasi natrium tetra boraks 2,5%. Setelah dilakukan pengawetan terjadi peningkatan kuat tekan,  kuat lentur, dan kerapatan. Kayu perlakuan terbaik memiliki rata-rata kuat lentur 44,71 kg/cm2, kuat tekan 6,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,30 g/cm3. Kadar air rata-rata menurun setelah proses pengeringan menjadi 8,25%. Kayu  hasil pengawetan dapat digunakan untuk membuat produk asesoris dan produk furniture lainnya.
Pengaruh konsentrasi tawas dan tunjung dalam limbah cair pengolahan gambir (Uncaria gambir Roxb.) untuk penyamakan kulit A Ardinal; Salmariza Sy
Jurnal Litbang Industri Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24960/jli.v9i2.5751.141-149

Abstract

Penelitian penyamakan kulit dengan memanfaatkan air limbah pengolahan gambir telah dilakukan. Penelitian dilakukan dengan variasi persentase penambahan tawas dan tunjung sebagai mordan masing-masing 0%, 2%, 4% dan 6% kedalam limbah cair pengolahan gambir. Penambahan tawas dan tunjung dilakukan pada penyamakan tahap II. Pengamatan terhadap kulit tersamak meliputi tampilan warna kulit yang dihasilkan, dan analisis sifat kimia dan sifat fisika kulit tersamak dengan mengacu kepada SNI  0463- 1989-A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemakaian tawas dan tunjung sebagai mordan berpengaruh terhadap warna kulit tersamak. Pemakaian tawas memberikan warna kuning kemerahan sedangkan pemakaian tunjung memberikan warna hitam kehijauan pada kulit yang tersamak. Pemakaian tawas memberikan sifat kimia dan sifat fisika kulit yang lebih baik dari pada pemakaian tunjung. Hasil uji menunjukkan bahwa pemakaian tawas memberikan kelarutan tannin dalam air yang lebih rendah, kadar kulit mentah yang lebih kecil, tannin terikat lebih tinggi, kekuatan tarik lebih tinggi, kekuatan lentur/kemuluran yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan pemakaian tunjung. Perlakuan persentase pemberian tawas lebih berpengaruh terhadap sifat fisik kekuatan tarik dan kekuatan lentur kulit tersamak. Semakin tinggi persentase tawas, maka semakin tinggi kekuatan tarik dan sebaliknya semakin rendah kekuatan lentur. Perlakuan optimum didapatkan pada penambahan tawas 2%.ABSTRACTSkin tanning research has been carried out by utilizing gambier processing wastewater. The study was conducted with a variation of the percentage of alum and tunjung addition as mordant respectively 0%, 2%, 4% and 6% into gambier processing wastewater. The addition of alum and tunjung is carried out in the tanning phase II. Observation of tanned skin includes the appearance of the resulting skin color, and the analysis of chemical and physical properties of tanned skin with reference to SNI 0463-1989-A. The results showed that the treatment of alum and tunjung as mordant affected the tanned skin color. The treatment of alum as mordant gave a reddish yellow color while the use of tunjung gave a greenish black color to the tanned skin. The use of alum gives the chemical and physical properties of the skin better than the use of tunjung. The test results show that the use of alum provides lower tannins solubility in water, lower raw skin content, higher tannin bound, higher tanning levels, higher tensile strength, higher flexural strength / elongation strength compared to the treatment of using tunjung. The percentage treatment of alum is more influential on the physical properties of tensile strength and flexural strength of tanned skin. The higher the percentage of alum, the higher the tensile strength, on the other hand the lower the flexural strength. The optimum treatment was obtained at 2% addition of alum.
Pengaruh penambahan natrium tetra boraks untuk pengawetan limbah batang kelapa sawit A Ardinal; Salmariza Sy; S Sofyan
Jurnal Litbang Industri Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.785 KB) | DOI: 10.24960/jli.v11i1.6981.59-66

Abstract

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini kurang lebih 11 juta hektar. Selain menghasilkan buah kelapa sawit yang melimpah, kebun sawit ini juga menghasilkan limbah replanting berupa batang kelapa sawit pada saat dilakukan regenerasi kebun. Tujuan dari penelitian ini adalah pengawetan limbah replanting batang kelapa sawit dengan natrium tetra boraks (Na2B3O4). Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan memvariasikan bagian batang sawit (kayu bagian dalam dan bagian luar batang sawit).  Konsentrasi pengawet natrium tetra boraks yaitu 1; 2,5 dan 5% dengan waktu perendaman 2, 4, dan 6 hari. Dari analisis awal limbah kayu bagian dalam sebelum pengawetan diperoleh rata-rata kadar air 35,1%, kuat lentur 26,48 kg/cm2, kuat tekan 3,73 kg/cm2, dan kerapatan 0,19 g/cm3. Sedangkan kayu bagian luar sebelum pengawetan memiliki rata-rata kadar air 25,5%, kuat lentur 32,16 kg/cm2, kuat tekan 5,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,25 g/cm3. Perlakuan terbaik diperoleh pada kayu bagian luar dengan perendaman selama 4 hari dan konsentrasi natrium tetra boraks 2,5%. Setelah dilakukan pengawetan terjadi peningkatan kuat tekan,  kuat lentur, dan kerapatan. Kayu perlakuan terbaik memiliki rata-rata kuat lentur 44,71 kg/cm2, kuat tekan 6,47 kg/cm2, dan kerapatan 0,30 g/cm3. Kadar air rata-rata menurun setelah proses pengeringan menjadi 8,25%. Kayu  hasil pengawetan dapat digunakan untuk membuat produk asesoris dan produk furniture lainnya.
Pengaruh konsentrasi tawas dan tunjung dalam limbah cair pengolahan gambir (Uncaria gambir Roxb.) untuk penyamakan kulit A Ardinal; Salmariza Sy
Jurnal Litbang Industri Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.582 KB) | DOI: 10.24960/jli.v9i2.5751.141-149

Abstract

Penelitian penyamakan kulit dengan memanfaatkan air limbah pengolahan gambir telah dilakukan. Penelitian dilakukan dengan variasi persentase penambahan tawas dan tunjung sebagai mordan masing-masing 0%, 2%, 4% dan 6% kedalam limbah cair pengolahan gambir. Penambahan tawas dan tunjung dilakukan pada penyamakan tahap II. Pengamatan terhadap kulit tersamak meliputi tampilan warna kulit yang dihasilkan, dan analisis sifat kimia dan sifat fisika kulit tersamak dengan mengacu kepada SNI  0463- 1989-A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemakaian tawas dan tunjung sebagai mordan berpengaruh terhadap warna kulit tersamak. Pemakaian tawas memberikan warna kuning kemerahan sedangkan pemakaian tunjung memberikan warna hitam kehijauan pada kulit yang tersamak. Pemakaian tawas memberikan sifat kimia dan sifat fisika kulit yang lebih baik dari pada pemakaian tunjung. Hasil uji menunjukkan bahwa pemakaian tawas memberikan kelarutan tannin dalam air yang lebih rendah, kadar kulit mentah yang lebih kecil, tannin terikat lebih tinggi, kekuatan tarik lebih tinggi, kekuatan lentur/kemuluran yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan pemakaian tunjung. Perlakuan persentase pemberian tawas lebih berpengaruh terhadap sifat fisik kekuatan tarik dan kekuatan lentur kulit tersamak. Semakin tinggi persentase tawas, maka semakin tinggi kekuatan tarik dan sebaliknya semakin rendah kekuatan lentur. Perlakuan optimum didapatkan pada penambahan tawas 2%.ABSTRACTSkin tanning research has been carried out by utilizing gambier processing wastewater. The study was conducted with a variation of the percentage of alum and tunjung addition as mordant respectively 0%, 2%, 4% and 6% into gambier processing wastewater. The addition of alum and tunjung is carried out in the tanning phase II. Observation of tanned skin includes the appearance of the resulting skin color, and the analysis of chemical and physical properties of tanned skin with reference to SNI 0463-1989-A. The results showed that the treatment of alum and tunjung as mordant affected the tanned skin color. The treatment of alum as mordant gave a reddish yellow color while the use of tunjung gave a greenish black color to the tanned skin. The use of alum gives the chemical and physical properties of the skin better than the use of tunjung. The test results show that the use of alum provides lower tannins solubility in water, lower raw skin content, higher tannin bound, higher tanning levels, higher tensile strength, higher flexural strength / elongation strength compared to the treatment of using tunjung. The percentage treatment of alum is more influential on the physical properties of tensile strength and flexural strength of tanned skin. The higher the percentage of alum, the higher the tensile strength, on the other hand the lower the flexural strength. The optimum treatment was obtained at 2% addition of alum.
Sintesis Asam Etoksi Lignosulfonat sebagai Surfaktan dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit A Ardinal; M Rif'at
Jurnal Litbang Industri Vol 7, No 2 (2017)
Publisher : Institution for Industrial Research and Standardization of Industry - Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.475 KB) | DOI: 10.24960/jli.v7i2.3369.81-91

Abstract

Synthesis of ethoxy lignosulfonic acid as a surfactant from a waste of palm oil empty fruit bunch was aimed to isolate lignin, studying the ethylation of the lignin and sulfonation of the alkyl lignin to produce ethoxy lignosulfonic acid moreover to investigate its activity as the surfactant. At first, lignin was isolated from the waste of palm oil empty fruit bunch by sulfate method, then lignin was alkylated with diethylsulfate (DES), and the resulted ethoxy lignin was sulfonated using sodium bisulfite. Each product was characterized by FT-IR and the success of the sulfonation was proven by SEM-EDX. Surfactant test properties included: determination of critical micelle concentration (CMC) with turbidimetry method, foam stability, emulsions index and emulsion stability. Lignin isolation gave lignin as light brown solid in 27.8% yield. Alkylation reaction of lignin with diethyl sulfate produced ethoxy lignin in 83.0% yield. Sulfonation of ethoxy lignin using sodium bisulfite afforded ethoxy lignosulfonic acid in 88.5% yield. It was known that there was a significant increase in oxygen percentage at the sulfonation process. Ethoxy lignosulfonic acid as the surfactant has CMC of 1.6 g/L, the surfactant concentration of 1.5 g/L gave stable foam for 100 minutes, the surfactant has an emulsion index of 35% in a gasoline-water system and 56% in the cooking oil-water system. The emulsion on both systems was stable for four days of measurement.ABSTRAKSintesis asam etoksi lignosulfonat sebagai surfaktan dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan dengan tujuan mengisolasi lignin dari TKKS, mempelajari etilasi terhadap lignin dan sulfonasi terhadap etoksi lignin untuk menghasilkan asam etoksi lignosulfonat serta uji aktifitasnya sebagai surfaktan. Lignin diisolasi dari TKKS dengan metode sulfat, lalu dialkilasi dengan dietil sulfat (DES) dan disulfonasi dengan natrium bisulfit. Tiap produk dikarakterisasi dengan FT-IR dan untuk mengetahui keberhasilan sulfonasi diketahui dengan SEM-EDX. Uji sifat surfaktan yang dilakukan antara lain: penentuan konsentrasi kritis misel (KKM) dengan metode turbidimetri, pengukuran kestabilan busa, indeks emulsi dan kestabilan emulsi. Isolasi lignin dari TKKS menghasilkan padatan cokelat terang lignin dengan rendemen 27,8%. Alkilasi lignin dengan DES menghasilkan etoksi lignin dengan rendemen 83,0%. Sulfonasi etoksi lignin dengan natrium bisulfit menghasilkan asam etoksi lignosulfonat dengan rendemen 88,5%. Keberhasilan reaksi sulfonasi etoksi lignin dikonfirmasi dari kenaikan persen atom oksigen menggunakan SEM-EDX. Senyawa asam etoksi lignosulfonat sebagai surfaktan memiliki KKM 1,6 g/L, pada konsentrasi surfaktan 1,5 g/L dan volume busa stabil selama 100 menit. Surfaktan asam etoksi lignosulfonat memiliki indeks emulsi 35% pada sistem bensin-air dan 56% pada sistem minyak goreng-air. Emulsi yang terbentuk pada kedua sistem stabil selama empat hari pengukuran.