Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

DESKRIPSI HEMATOLOGI KELELAWAR DI GUNUNG TANGKOKO BERDASARKAN PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP Saimina, Arie; de Queljoe, Edwin; Lengkong, Hanry
PHARMACON Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : PHARMACON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT This study aimed to describe the hematological data of several bat species netted on Mount Tangkoko based on a complete blood examination. Purposive Random Sampling method was used for field sampling, Mistnet method was used for bats sampling and Screening Test method was used for hematological examination. Blood was examined using the Abx Micros 60 Hiruba Medical machine. The examined blood components were erythrocytes, leukocytes, haemoglobin, haematocrit, and platelets/thrombocytes. The examination results showed that each blood component had different amount compared to humans, some other mammals with relativity in size and some other birds. The highest leukocyte count was found in T. nigrescens which was 28.00 ± 19.04 × 103/mm3. The highest erythrocyte count was found in T. nigrescens which was 13.45 ± 1.52 × 106/mm3. The highest haemoglobin and haematocrit count were found in R. amplexicaudatus which were 19.70 ± 1.89 g/dl and 65.70 ± 5.65%. The highest platelet/thrombocyte count was found in T. nigrescens which was 975.2 ± 239.03 × 103/mm3. Keywords: Bats, Mount Tangkoko, Erythrocytes, Leukocytes, Haemoglobin, Haematocrit, Platelets  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data hematologi beberapa spesies kelelawar yang terjaring di Gunung Tangkoko berdasarkan pemeriksaan darah lengkap. Sampling lokasi menggunakan metode Purposive Random Sampling, penangkapan kelelawar menggunakan metode Mistnet dan pemeriksaan hematologi menggunakan metode Screening Test. Darah diperiksa menggunakan mesin Abx Micros 60 Hiruba Medical. Hasil menunjukan lima komponen darah yaitu eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit, dan platelet/trombosit masing-masing memiliki perbedaan dengan manusia dan beberapa spesies mamalia lain dengan ukuran yang relatif sama serta beberapa spesies burung sebagai pembanding. Nilai leukosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 28,00 ± 19,04 × 103/mm3. Nilai eritrosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 13,45 ± 1,52 × 106/mm3. Nilai hemoglobin dan hematokrit tertinggi terdapat pada spesies R. amplexicaudatus yaitu masing-masing 19,70 ± 1,89 g/dl dan 65,70 ± 5,65%. Nilai platelet/trombosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 975,2 ± 239,03 × 103/mm3. Kata kunci : Kelelawar, Gunung Tangkoko, Leukosit, Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit
KELIMPAHAN DAN KEKAYAAN SPESIES KELELAWAR DI GUNUNG TANGKOKO SULAWESI UTARA Awalyah, Siti; Rumende, Roojie; Lengkong, Hanry
PHARMACON Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : PHARMACON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT Bats are included into Chiroptera that originally derived from Greek. ?Cheir? means hand and ?Pteros? means wing or on the different side we can say it ?wing hand?. Bats are mammals that can fly. They are nocturnal because they are active to find their food, flying at midnight, sleeping by hanging upside down during the day. They habitually do that kind of sleep because bat wings only have slight membrane which are susceptible to sunlight. Bats have two Ordo, they are Megachiroptera dan Microchirotera. The purpose of this research is to analyze abundance and richness of Bat Species in Tangkoko Mountain North Sulawesi. The method applying in this research is purposive sampling method by using Mist net. The locations of this research are coastal forest, lowland forest, sub montane forest, and moss forest. The obtained bats belong to one family, five genus, seven species with the total number of individuals is 260 bats. The species of the netted bats are Thoopterus nigrescens, Rosettus celebensis, R. amplexicaudatus, Macroglossus minimus, Nyctimene cephalotes, Cynopterus brachyotis, and Cynopterus luzoniensis. The catch rate of species of bats on Tangkoko Mountain has the result of abundance, which is calssified as low, that is 0.23 ind/net/hour/day. The richness of bat species at the second location is 1.08 that is classified as low. Keywords : Bats, Abundance, Richness, Tangkoko Mountain, North Sulawesi ABSTRAK Kelelawar termasuk ordo Chiroptera yang berasal dari bahasa yunani  ?Cheir? yang berarti tangan dan ?Pteros? yang berarti sayap, atau bisa di sebut  sebagai ?sayap tangan?. kelelawar merupakan anggota hewan meyusui yang bisa terbang. Kelelawar bersifat nokturnal karena aktif mencari makan, terbang pada malam hari dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari. Karena hal tersebut di karenakan sayap kelelawar hanya berupa selaput tipis yang rentan terkena cahaya matahari. Kelelawar memiliki dua sub ordo yaitu sub ordo Megachiroptera dan Microchirotera. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelimpahan dan kekayaan kelelawar di Gunung Tangkoko Sulawesi Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling dengan menggunakan jaring kabut (Mist net). Titik lokasi penelitian yaitu hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan sub montana, dan hutan lumut. Kelelawar yang didapat termasuk ke dalam satu family, lima genus, tujuh spesies dengan jumlah seluruh individu 260 kelelawar. Spesies kelelawar yang terjaring yaitu Thoopterus nigrescens, Rosettus celebensis, R. amplexicaudatus, Macroglossus minimus, Nyctimene cephalotes, Cynopterus brachyotis, dan Cynopterus luzoniensis. Laju tangkapan spesies kelelawar di Gunung Tangkoko, memiliki hasil kelimpahan yang tergolong rendah yaitu sebesar 0.23 ind/net/jam/hari. Kekayaan spesies kelelawar pada kedua lokasi ialah 1,08 yang tergolong rendah.Kata kunci : Kelelawar, Kelimpahan, Kekayaan, Gunung Tangkoko, Sulawesi Utara.
DESKRIPSI HEMATOLOGI KELELAWAR DI GUNUNG TANGKOKO BERDASARKAN PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP Saimina, Arie J.; de Queljoe, Edwin; Lengkong, Hanry J.
PHARMACON Vol 8, No 3 (2019): PHARMACON
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/pha.8.2019.29388

Abstract

ABSTRACTThis study aimed to describe the hematological data of several bat species netted on Mount Tangkoko based on a complete blood examination. Purposive Random Sampling method was used for field sampling, Mistnet method was used for bats sampling and Screening Test method was used for hematological examination. Blood was examined using the Abx Micros 60 Hiruba Medical machine. The examined blood components were erythrocytes, leukocytes, haemoglobin, haematocrit, and platelets/thrombocytes. The examination results showed that each blood component had different amount compared to humans, some other mammals with relativity in size and some other birds. The highest leukocyte count was found in T. nigrescens which was 28.00 ± 19.04 × 103/mm3. The highest erythrocyte count was found in T. nigrescens which was 13.45 ± 1.52 × 106/mm3. The highest haemoglobin and haematocrit count were found in R. amplexicaudatus which were 19.70 ± 1.89 g/dl and 65.70 ± 5.65%. The highest platelet/thrombocyte count was found in T. nigrescens which was 975.2 ± 239.03 × 103/mm3.Keywords: Bats, Mount Tangkoko, Erythrocytes, Leukocytes, Haemoglobin, Haematocrit, Platelets ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data hematologi beberapa spesies kelelawar yang terjaring di Gunung Tangkoko berdasarkan pemeriksaan darah lengkap. Sampling lokasi menggunakan metode Purposive Random Sampling, penangkapan kelelawar menggunakan metode Mistnet dan pemeriksaan hematologi menggunakan metode Screening Test. Darah diperiksa menggunakan mesin Abx Micros 60 Hiruba Medical. Hasil menunjukan lima komponen darah yaitu eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit, dan platelet/trombosit masing-masing memiliki perbedaan dengan manusia dan beberapa spesies mamalia lain dengan ukuran yang relatif sama serta beberapa spesies burung sebagai pembanding. Nilai leukosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 28,00 ± 19,04 × 103/mm3. Nilai eritrosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 13,45 ± 1,52 × 106/mm3. Nilai hemoglobin dan hematokrit tertinggi terdapat pada spesies R. amplexicaudatus yaitu masing-masing 19,70 ± 1,89 g/dl dan 65,70 ± 5,65%. Nilai platelet/trombosit tertinggi terdapat pada spesies T. nigrescens yaitu 975,2 ± 239,03 × 103/mm3. Kata kunci : Kelelawar, Gunung Tangkoko, Leukosit, Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit
KELIMPAHAN DAN KEKAYAAN SPESIES KELELAWAR DI GUNUNG TANGKOKO SULAWESI UTARA Awalyah, Siti N.; Rumende, Rooije R. H.; Lengkong, Hanry J.
PHARMACON Vol 8, No 3 (2019): PHARMACON
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/pha.8.2019.29391

Abstract

ABSTRACT Bats are included into Chiroptera that originally derived from Greek. “Cheir” means hand and “Pteros” means wing or on the different side we can say it “wing hand”. Bats are mammals that can fly. They are nocturnal because they are active to find their food, flying at midnight, sleeping by hanging upside down during the day. They habitually do that kind of sleep because bat wings only have slight membrane which are susceptible to sunlight. Bats have two Ordo, they are Megachiroptera dan Microchirotera. The purpose of this research is to analyze abundance and richness of Bat Species in Tangkoko Mountain North Sulawesi. The method applying in this research is purposive sampling method by using Mist net. The locations of this research are coastal forest, lowland forest, sub montane forest, and moss forest. The obtained bats belong to one family, five genus, seven species with the total number of individuals is 260 bats. The species of the netted bats are Thoopterus nigrescens, Rosettus celebensis, R. amplexicaudatus, Macroglossus minimus, Nyctimene cephalotes, Cynopterus brachyotis, and Cynopterus luzoniensis. The catch rate of species of bats on Tangkoko Mountain has the result of abundance, which is calssified as low, that is 0.23 ind/net/hour/day. The richness of bat species at the second location is 1.08 that is classified as low. Keywords : Bats, Abundance, Richness, Tangkoko Mountain, North Sulawesi ABSTRAK Kelelawar termasuk ordo Chiroptera yang berasal dari bahasa yunani  “Cheir” yang berarti tangan dan “Pteros” yang berarti sayap, atau bisa di sebut  sebagai “sayap tangan”. kelelawar merupakan anggota hewan meyusui yang bisa terbang. Kelelawar bersifat nokturnal karena aktif mencari makan, terbang pada malam hari dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari. Karena hal tersebut di karenakan sayap kelelawar hanya berupa selaput tipis yang rentan terkena cahaya matahari. Kelelawar memiliki dua sub ordo yaitu sub ordo Megachiroptera dan Microchirotera. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelimpahan dan kekayaan kelelawar di Gunung Tangkoko Sulawesi Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling dengan menggunakan jaring kabut (Mist net). Titik lokasi penelitian yaitu hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan sub montana, dan hutan lumut. Kelelawar yang didapat termasuk ke dalam satu family, lima genus, tujuh spesies dengan jumlah seluruh individu 260 kelelawar. Spesies kelelawar yang terjaring yaitu Thoopterus nigrescens, Rosettus celebensis, R. amplexicaudatus, Macroglossus minimus, Nyctimene cephalotes, Cynopterus brachyotis, dan Cynopterus luzoniensis. Laju tangkapan spesies kelelawar di Gunung Tangkoko, memiliki hasil kelimpahan yang tergolong rendah yaitu sebesar 0.23 ind/net/jam/hari. Kekayaan spesies kelelawar pada kedua lokasi ialah 1,08 yang tergolong rendah.Kata kunci : Kelelawar, Kelimpahan, Kekayaan, Gunung Tangkoko, Sulawesi Utara.
Pendidikan, Pelestarian dan Potensi Ekowisata Terhadap Satwa Endemik Sulawesi Utara Pada SMA Kristen YPKM Manado Lengkong, Hanry Jefry; Pontororing, Hanny Hesky
VIVABIO: Jurnal Pengabdian Multidisiplin Vol 1, No 1 (2019): VIVABIO Jurnal Pengabdian Multidisiplin
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/vivabio.1.1.2019.24748

Abstract

Biodiversitas fauna sangatlah penting, mengingat tingginya keanekaragaman hayati yang ada di Sulawesi Utara. Hal ini karena terdapatnya beberapa satwa yang endemik di Sulawesi Utara, seperti: tangkasi (Tarsius spectrum), yaki (Macaca nigra), babirusa (Babyrousa babyrusa celebensis), anoa (Bubalus depresicornis), kalong sulawesi (Acerodon celebensis) dan kupu-kupu Troides. Akan tetapi, akibat perburuan dan perusakan hutan menyebabkan penurunan populasi satwa semakin menurun dan menjadi langka. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan dengan menindak tegas serta hukuman terhadap pemburu belumlah cukup. Untuk itu perlu adanya upaya lewat penyadaran terhadap masyarakat lewat pendidikan terhadap anak-anak sekolah sebagai masa depan bangsa untuk turut serta melindungi dan melestarikan satwa. Tujuan dilaksanakan pengabdian kepada masyarakat bagi anak-anak siswa SMA YPKM untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman agar supaya dapat berperan aktif dalam pelestarian lingkungan hidup khususnya satwa endemik yang berpotensi ekowisata di Sulawesi Utara. Metode yang digunakan adalah metode pendidikan lingkungan pada usia dini. Metode ini dilakukan secara langsung lewat tatap muka, melalui beberapa cara, yaitu: Pemberian penjelasan atau paparan dengan membagikan materi tentang lingkungan hidup, jenis-jenis satwa yang dilindungi, dan kegiatan konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa para siswa dapat menyerap materi yang disampaikan melalui bahasa lisan maupun tulisan dengan menggunakan alat bantu pengajaran lewat power point dan alat peraga berupa boneka tangan dan papan tebak gambar jenis-jenis satwa khususnya yang endemik dan dilindungi; Diskusi interaktif dengan siswa dan pengemukaan pendapat. Hal ini menunjukkan bahwa para siswa dapat bertukar pikiran, pandangan, ketrampilan dan pengetahuan, menghargai pikiran dan pendapat orang lain, dan kerjasama dalam menyebarluaskan informasi; Menuangkan kondisi lingkungan secara visualisasi dalam bentuk gambar. Hal ini menunjukkan bahwa para siswa dapat melihat kondisi lingkungan disekitarnya dan menjelaskannya dalam bentuk visual; Reward (pemberian penghargaan atau hadiah) kepada para siswa yang dapat menyelesaikan permainan dengan baik dan benar. Hal ini menunjukkan bahwa para siswa lebih aktif dan termotivasi untuk mengikuti pendidikan lingkungan. Pertumbuhan karakter pelestarian lingkungan ini perlu ditanamkan pada usia dini melalui berbagai metode yang dapat menarik perhatian sehingga secara efektif diingatnya, sehingga kegiatan ini perlu dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.   Kata kunci: Siswa SMA YPKM, Pendidikan Lingkungan, Satwa endemik, Ekowisata
Program Kemitraan Masyarakat Pemandu Wisata Desa Batu Putih Tangkoko Bitung Nangoy, Meis; Pudong, A.; Ransaleleh, Tiltje. A.; Assa, G. J.V.; Lengkong, Hanry
Jurnal MIPA Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jmuo.8.3.2019.26206

Abstract

Ancaman bahaya penyakit menular satwa liar merupakan isu strategi dunia dalam beberapa decade akhir ini. Peningkatan arus ekowisatawan dalam mengunjungi hutan-hutan memberi peluang bagi transimisi penyakit dari hewan liar ke hewan lain maupun manusia. Hutan merupakan tempat penyimpanan satwa liar yang unik, endemik dan  juga virus yang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia (zoonosis). Oleh karena itu telah dilakukan Program kemitraan Masyarakat kelompok pemandu wisata Batu Putih Tangkoko untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satwa liar ke manuasia melalui peningkatan pengetahuan dan  ketrampilan dalam mendeteksi dini hewan liar sakit yang dijumpai. Metode yang digunakan yaitu penyuluhan dan praktek lapang di Pos 2 Taman Wisata Alam Batu Putih Tangkoko. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa 20 (dua puluh) orang pemandu wisata telah mengetahui  dan memahami penyakit yang berpotensi zoonosis dan mengenali  tanda tanda hewan liar sakit serta tata cara pelaporannyaThreat of the contaminating disease of wild animals is a strategic issue in the world at last several decades. Increase of ecotourism flow visiting forrest destination become possible of disease transmition from wild animals to human. Forrest is the core of some unique wild animal.  Virus of animals would be able also to cause disease in human called zoonosis. Therefore, collaborative program of guidance groups of community for the ecotourisms was encouraged at Batu Putih Tangkoko to prevent contaminating disease  from wild animals to human by increasing knowledge and skill on early detection contaminated animals found. Method applied was extension and filed practices at Post 2 ecotourism natural park at Batu Putih Tangkoko. Result activity showed that 20 people guidance group had knowledge the potential zoonosis disease and symtoms of wild animals suffering from diseases as well as procedures of the case reports
Kajian Variasi Sekuens Interspesies dan Filogeni Kelelawar Pteropus sp. Menggunakan Gen COI Monalisa, Era; Mantiri, Feky Recky; Lengkong, Hanry Jefri
Jurnal MIPA Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jmuo.8.2.2019.24277

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi interspesies kelelawar Pteropus sp. dan menjelaskan hubungan filogeni Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain yang terdata di GenBank berdasarkan Gen COI. Analisis sekuens menggunakan Geneious v5.6.4 dan menunjukkan adanya variasi interspesies sekuens gen COI pada ketiga sampel Pteropus sp. yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan 5 pasang basa nukleotida pada urutan sekuens sampel nomor 157, 160, 421, 427 dan 652 dengan jarak genetik 0,006. Filogeni Ke-3 sampel kelelawar Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain dilakukan menggunakan MEGAX. Hasil filogeni menunjukkan bahwa sampel yang diteliti merupakan kelelawar dari genus Pteropus tetapi belum dapat dipastikan spesiesnya, karena ketika pohon filogeni dikonstruksikan membentuk satu klaster sendiri. Penjelasan dari proses tersebut adalah penyortiran garis keturunan yang tidak lengkap dan terjadinya hibridisasi, serta diduga bahwa primer yang digunakan kurang mampu dalam membedakan variasi intrespesies terhadap kelelawar genus PteropusThis study aimed to analyze the interspecificvariations of bats from Pteropus sp. and describethe phylogenetic relationship of Pteropus sp. with other Pteropus species recorded inGenBank based on the COI gene. Sequenceanalysis by Geneious v5.6.4 showed interspecificvariations of COI gene sequences in all threesamples of Pteropus sp. which was indicated byvariations in 5 nucleotide base pairs in thesequences number 157, 160, 421, 427 and 652with 0.006 of genetic distance value. Phylogeneticof the 3 bat samples of Pteropus sp. with otherPteropus species was carried out by MEGAX.Phylogenetic analyses showed that the samplesstudied are bats of the genus Pteropus, but theexact species cannot be determined because thesamples were grouped in the same cluster duringphylogenetic tree construction. The most probable explanation for this observation is hybridization between two different Pteropus spesies and also it is assumed that the primersused are not capable to distinguish interspecificvariations of the bats from the Pteropus genusPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi interspesies kelelawar Pteropus sp. dan menjelaskan hubungan filogeni Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain yang terdata di GenBank berdasarkan Gen COI. Analisis sekuens menggunakan Geneious v5.6.4 dan menunjukkan adanya variasi interspesies sekuens gen COI pada ketiga sampel Pteropus sp. yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan 5 pasang basa nukleotida pada urutan sekuens sampel nomor 157, 160, 421, 427 dan 652 dengan jarak genetik 0,006. Filogeni Ke-3 sampel kelelawar Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain dilakukan menggunakan MEGAX. Hasil filogeni menunjukkan bahwa sampel yang diteliti merupakan kelelawar dari genus Pteropus tetapi belum dapat dipastikan spesiesnya, karena ketika pohon filogeni dikonstruksikan membentuk satu klaster sendiri. Penjelasan dari proses tersebut adalah penyortiran garis keturunan yang tidak lengkap dan terjadinya hibridisasi, serta diduga bahwa primer yang digunakan kurang mampu dalam membedakan variasi intrespesies terhadap kelelawar genus Pteropus
LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA Hanry J. Lengkong
JURNAL ILMIAH SAINS Volume 11 Nomor 1, April 2011
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.455 KB) | DOI: 10.35799/jis.11.1.2011.37

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keadaan habitat dan penyebaran monyet hitam sulawesi di Cagar Alam Gunung Duasudara, dan aktivitas masyarakat yang terkait dengan keberadaan monyet hitam sulawesi di sekitar kawasan. Pengamatan kondisi habitat (termasuk profil penggunaan stratum vegetasi) dan interaksi antara monyet hitam sulawesi dan penduduk sekitar kawasan telah dilakukan selama 4 bulan (Mei sampai dengan Agustus 2006). Metode pengamatan habitat difokuskan pada penggunaan stratum vegetasi dan pohon tidur monyet hitam sulawesi dan hasilnya digambarkan dalam bentuk diagram profil habitat. Wawancara kepada masyarakat sekitar kawasan juga dilakukan untuk mendapatkan informasi aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan monyet hitam sulawesi. Dua stratum yang paling banyak digunakan untuk beraktifitas adalah stratum A dan B. Persentase pemanfaatannya yaitu sebesar 65,21%. Karakteristik pohon yang digunakan sebagai pohon tidur antara lain dekat dengan sumber pakan dan minum, pohon yang tinggi dan besar, serta mempunyai percabangan yang banyak. Penyebaran populasi monyet hitam sulawesi tergantung pada ketersediaan sumber pakan dan perlindungan di dalam hutan. Tanpa usaha mengurangi perburuan dan perambahan hutan, populasi ini akan mengalami kepunahan.Kata DEGRADATION RATE OF Macaca nigra HABITATIN DUASUDARA NATURE RESERVE, NORTH SULAWESIABSTRACTThis research aimed to observe habitat condition and distribution of sulawesi-black macaques (Macaca nigra) in Duasudara Nature Reserve, and society activities that were related to existence of these macaques. A survey was conducted on the habitat condition (including utilization profile of vegetation stratum) and the interaction between macaques and local people around the nature reserve in May – Agustus 2006. Methods of observing habitat focused on using vegetation stratum and trees for sleepingly macaques. The results were presented as diagram of habitat profile. Activities of local people that were related to macaques were obtained by interviewing these people. Two stratum (A and B) were frequently used, i.e. 65,21%. For sleeping, they preferred trees which were close to source of food and drink, high and big with many branches. Population distribution of macaques depended on the availability of food resources and protected area in the forest. The efforts to reduce hunting pressure and habitat loss are required to prevent macaques extinction.
Identifikasi Karakteristik Bio-Fisik Habitat Peneluran Penyu di Pulau Bunaken – Taman Nasional Bunaken Kezia Melania Clara Tiwa; Sendy Beatrix Rondonuwu; Hanry Jefry Lengkong; Eko Wahyu Handoyo
Jurnal MIPA Vol. 12 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jm.v12i1.43003

Abstract

Bunaken Island is one of the islands in Manado City, North Sulawesi Province which is one of the turtle nesting areas and has been designated as a Bunaken National Park Conservation Area. Turtles are protected animals based on Government Regulation No. 7 of 1999 concerning the preservation of plant and animal species and Government Regulation No. 8 of 1999 concerning the use of wild plant and animal species. Beach characteristics are an option for turtles in determining nesting locations. Research on the bio-physical characteristics of turtle nesting habitats on Bunaken Island for conservation efforts so that the conditions of turtle nesting habitats are maintained. The method used in this research is descriptive exploratory method. With bio-physical parameters consisting of measurements of beach width, temperature, humidity, sand texture, beach slope, coastal vegetation and the presence of predators. The results showed that stations 1 and 3 correspond to turtle nesting habitats with an evaluation value obtained of 100%. As for station 2 with an evaluation value of 73.33%, which means it is quite appropriate and the station has a limit that can be tolerated. 
APLIKASI BIOETANOL AREN SEBAGAI DISINFEKTAN UNTUK PETERNAKAN AYAM: (Application of Palm Bioethanol as a Disinfectant for Chicken Farming) Sangian, Hanny F; Lengkong, Hanry; Setlight, Mercy M.M.
Vivabio: Jurnal Pengabdian Multidisiplin Vol. 6 No. 3 (2024): VIVABIO: Jurnal Pengabdian Multidisiplin
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/vivabio.v6i3.57858

Abstract

This work explores the application of bioethanol derived from the sap of Arenga pinnata (sugar palm) as a disinfectant in poultry farming. Bioethanol, commonly known as an alternative fuel, also has strong antimicrobial properties, making it effective in eliminating bacteria, viruses, and fungi. Using Arenga pinnata as a bioethanol source provides a sustainable solution by leveraging renewable resources and reducing reliance on more hazardous chemical disinfectants. The study covers bioethanol production through fermentation, optimizing fermentation conditions to maximize ethanol yield. The antimicrobial efficacy tests show that bioethanol significantly reduces microbial load on poultry farm equipment and surfaces. Furthermore, feeding sick poultry with bioethanol-enhanced feed led to noticeable improvements within 2-3 days. These findings highlight bioethanol’s potential as an eco-friendly and safe disinfectant for both workers and poultry, offering practical guidelines for its application in farming. ABSTRAK Kegiatan ini membahas penggunaan bioetanol yang dihasilkan dari nira pohon aren (Arenga pinnata) sebagai disinfektan untuk peternakan ayam. Bioetanol, yang biasanya dikenal sebagai bahan bakar alternatif, juga memiliki kemampuan antimikroba yang kuat, sehingga efektif dalam membunuh bakteri, virus, dan jamur. Penggunaan pohon aren sebagai bahan baku bioetanol menawarkan solusi berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada disinfektan kimia yang lebih berbahaya. Studi ini melibatkan produksi bioetanol melalui proses fermentasi dan optimalisasi kondisi fermentasi untuk memaksimalkan produksi etanol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bioetanol ini efektif dalam mengurangi jumlah mikroba pada peralatan dan permukaan di peternakan. Penggunaan bioetanol dalam pakan unggas yang sakit juga menghasilkan peningkatan kesehatan yang signifikan dalam 2-3 hari. Hasil ini menunjukkan potensi besar bioetanol sebagai disinfektan ramah lingkungan yang aman bagi pekerja dan unggas, sekaligus memberikan panduan penerapan praktis di peternakan..