DWI SUCI SRI LESTARI
Unknown Affiliation

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 10 No. 14 (2011): jurnal teknik sipil dan arsitektur
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam perancangan arsitektur, pengaruh iklim merupakan salah satu faktor pertimbangan. Antara lain meliputi pengaruh-pengaruh: sinar matahari, angin, hujan, radiasi dan kelembaban. Implementasinya dalam desain bangunan meliputi: orientasi, bentuk atap, dinding, struktur, ataupun pemilihan bahan bangunan. Terkait hal itu, mengkaji karya arsitek bangsa asing: Belanda di bumi tropis Indonesia seperti halnya Gereja Blenduk Semarang dari aspek kenyamanan thermalnya, yang dipengaruhi oleh angin, suhu, radiasi panas dan kelembaban, sangatlah menarik. Hasil kajiannya, juga dapat untuk mengingatkan kepada setiap arsitek, bahwa keberhasilan perancangan bukan semata-mata dari pandangan arsiteknya sendiri, melainkan juga penilaian pengguna, antara lain melalui pengalamannya merasakan kenyamanan thermal bangunannya. Kajian dilakukan dengan alat ukur anemometer, psychometer dan thermometer, serta analisis kondisi interiornya. Ternyata hasil kondisi kenyaman thermal interiornya: kurang nyaman, disebabkan suhu Corected Effective Temperature (CET) interior: 29º C - 30,2º C adalah di atas persyaratan kenyamanan thermalnya: 22º C - 27º C
PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH BERDASARKAN REGULASI TERKAIT DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 14 No. 18 (2013): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diamanatkan dalam pasal 28H UUD 1945, rumah merupakan hak dasar manusia selain sandang dan pangan, serta merupakan pencerminan jati diri manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Terkait hal itu, gagasan penyelenggaraan hunian vertikal (rumah susun) diharapkan menjadi salah satu alternatif penyediaan rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah penduduk dengan mengedepankan efisiensi lahan/tanah di perkotaan. Sampai saat ini pembangunan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih berlanjut. Adanya program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan membutuhkan Model Penyelenggaraan rumah susun yang comprehensive, sehingga dapat membantu bagi penyelenggara dan pelaku pembangunan Rumah susun di daerah. Dengan melakukan kajian berdasarkan regulasi yang terkait penyelenggaraan rumah susun, dihasilkan penyelenggaraan rumah susun meliputi tiga tahap yaitu: a). Pra konstruksi, meliputi: penentuan Lokasi, perolehan tanah/lahan, rancang bangun, perizinan, tes pasar, pola kerja sama, mix-use; b). Konstruksi, meliputi: pembiayaan, subsidi, insentif, sosialisasi, pemasaran, pertelaan, pelaksanaan konstruksi, pre cast, value engineering; c). Pasca konstruksi, meliputi: sertifikasi sarusun, serah terima kunci, penghunian, kependudukan, perhimpunan pemilik dan penghuni rumah susun (pppsrs), pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, unsur-unsur biaya, dan peningkatan kualitas.
IDENTIFIKASI ARSITEKTUR PUSAT KOTA LAMA SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 11 No. 15 (2012): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota Surakarta berdasarkan sejarahnya, merupakan salah satu di antara kota-kota pusat pemerintahan tradisional di Pulau Jawa pada masa Mataram-Islam, disebut Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (KKSH). Tata ruang kotanya disusun dari empat komponen: keraton, Alun-alun, masjid, dan pasar yang disebut Catur Tunggal, berdasarkan konsep kosmogoni berorientasi pada sumbu utara-selatan dan timur-barat. KKSH yang didirikan pada tahun 1746 oleh Sunan Paku Buwono II pada tahun 1755 (dipecah menjadi dua: KKSH sendiri dan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang di kemudian hari menjadi kota Yogyakarta. Untuk Surakarta, dalam perkembangannya pusat kota lamanya selain pusat kota tradisional, juga pusat kota lama yang terbangun dari sebuah permukiman Eropa (Belanda): Europeschewijk, yang hingga kini masih banyak menyisakan bangunan-bangunan kolonial bersama sebuah permukiman Cina, yang keduanya berada di sekitar Pasar Gede. Metode untuk identifikasi arsitektur ini adalah survei lapangan dan eksplorasi pustaka. Hasilnya, dalam komponen pokok Catur Tunggal: Keraton, Alun-alun dan Masjid Agung berciri Arsitektur Tradisional Jawa sangat kuat; sedangkan pasar dalam hal ini Pasar Gede, berciri arsitektur perpaduan antara Jawa dan Eropa (Belanda). Selain itu terdapat beberapa bangunan lain (tempat ibadah, sekolah dan lainnya) berciri arsitektur Eropa (Belanda) di bekas kawasan Europeschewijk), juga bangunan rumah toko dan tempat ibadah di bekas permukiman Cina yang berciri Arsitektur Cina kuat. Dalam perkembangan setelah kemerdekaan hingga kini, muncul karakter-karakter arsitektur lain, antara lain Arsitektur Vernakular Jawa, sinkretisme Arsitektur Jawa dan Eropa serta Arsitektur Modern dalam berbagai ragamnya.
KEKELIRUAN PERSEPSI DALAM PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PENGGAL JALAN YOSODIPURO SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 18 No. 22 (2016): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ruang terbuka kota serta jalur pedestrian merupakan dua dari delapan elemen fisik perancangan kota yang harus terdapat dalam perancangan kota. Ruang terbuka kota dapat berbentuk ruang terbuka hijau (RTH), maupun ruang terbuka non hijau (RTNH) sebagaimana: jalan, jalur pedestrian; maupun badan air. Di antara bermacam-macam fungsi utama ruang tata hijau, adalah menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara kota, sebagai peneduh, produsen oksigen. Di tengah situasi perubahan iklim global yang berdampak kerusakan lingkungan dan bencana yang semakin memprihatinkan, sebagai responnya adalah pasal 63 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH):  prinsipnya pemerintah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah, dengan salah satu instrumen pembinaan dan pengawasan berupa: Program  Menuju Indonesia Hijau (Program MIH). Ini dilatarbelakangi oleh makin merosotnya luasan RTH di Surakarta hingga 11,9 %. Kementerian Pekerjaan Umum terdorong untuk mewujudkan Kota Hijau sebagai metafora Kota Berkelanjutan, yang mendorong  timbulnya  Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) bagi setiap kota, antara lain di Surakarta. Diduga terdapat kekeliruan persepsi dan bagi perencana dan pelaksanaan pelaksana P2KH dalam penambahan RTH, sehingga jalur-jalur pedestrian pada beberapa bagian penggal-penggal jalan di kota Surakarta, antara lain di penggal jalan Yosodipuro dari perempatan Monumen Pers Nasional–pertigaan dengan Jalan dr. Muwardi yang merupakan RTNH berubah menjadi RTH. Jalur pedestrianpun menghilang. Penelitian ini bertujuan untuk menggali macam kekeliruan persepsi dalam penyedian RTH pada penggal jalan Yosodipuro dari Monumen Pers Nasional-pertigaan dengan jalan dr. Muwardi. Macam metoda penelitiannya, deskriptik analitis kualitatif. Hasil penelitiannya, terdapat enam kelompok tema yang dirinci dalam sembilan macam tema kekeliruan dalam dan solusi penganggulangannya bagi pihak-pihak terkait di Surakarta
STUDI TIPOMORFOLOGIS BANGUNAN KANTOR PENINGGALAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI SURAKARTA PERIODE 1900-1940 DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 12 No. 16 (2012): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bangunan kolonial, dalam hal ini kolonial Belanda, adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya (Eropa) ke daerah koloni di seberang laut tersebar di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia (dulu: Hindia Belanda), dalam hal ini kota Surakarta. Suka atau tidak, bangunan dimaksud telah menjadi bagian dari khasanah arsitektur di Indonesia. Dalam menjalankan aktivitas mereka, kolonial Belanda antara lain memerlukan bangunan kantor. Dalam perkembangan jaman, sejak adanya politik etis dalam pemerintahan tradisional Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningratpun, muncul tipe bangunan kantor, yang belum dikenal dalam jaman-jaman sebelumnya. Tujuan penelitian, untuk mendeskripsikan perolehan macam tipologi dan morfologi  bangunan di Surakarta yang berfungsi awal kantor  yang dirancang dan dibangun antara tahun 1900-1940.  Penggalian tipomorfologinya, dirunut dari bangunan sumber pengaruh yang relevan di Belanda sebagai hasil pengaruh dari negara-negara relevan di sekitarnya, yang kemudian terbawa dan mempengaruhi bangunan yang diperuntukkan sejak awal sebagai kantor di Surakarta. Kajian tipomorfologis, selain dikaji tipologi arsitektural dan non arsitekturalnya, juga morfologi dalam tata letak, tata ruang dan bentuk arsitektural.  Metoda penelitiannya adalah perpaduan dari deskriptif analitis kualitatif dan historis. Hasil penelitian, dalam tipologi non arsitektural terkait kepemilikan lama bangunan, untuk tipologi arsitektural adalah asal tipologi bangunan kantor. Dalam morfologi tata letak terkait square dan jalan penting. Dalam  morfologi tata ruang, terkait tipe dasar, pola organisasi ruang, sifat dasar, berruang antara/selasar depan,  kesimetrisan dan hirarki ruang. Untuk morfologi bentuk, terkait bentuk geometris massa, berlantai tingkat atau tidak, gaya arsitektur, serta penampilan entranse. Perbedaan yang timbul, disebabkan antara lain oleh iklim dan budaya setempat serta karakter arsitek yang terlacak.
TIPOMORFOLOGI TATA LETAK BANGUNAN KANTOR ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PERIODE TAHUN 1870-1940 DI SEMARANG DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 15 No. 19 (2014): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia yang pada masa pra kemerdekaan disebut para leluhur sebagai Nusantara, dari segi penjajah/kolonial Belanda mereka sebut Hindia Belanda. Kolonial Belanda banyak meninggalkan arsitekturnya di masa lalu pada hamper seluruh wilayah negeri ini, tak terkecuali kota Semarang. Semarang sebagai kota pelabuhan, pada era kolonialisme Belanda kota ini berperan strategis bagi penyelenggaraan kegiatan supply pangan, komersial maupun pertahanan keamanan mereka. Antara lain terwujud dalam bangunan kantor.   Pada periode tahun 1870-1940 sejak diterbitkannya Undang-Undang Agraris adanya Cultuurstelsel dan adanya politik etis, hingga pada era surutnya arsitektur kolonial pada tahun 1940, di Semarang terdapat banyak bangunan kantor yang hingga kini masih dilestarikan, meski terdapat pula yang sudah terlanjur didemolisi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali macam tipologi dan morfologi  bangunan yang berfungsi awal kantor, dalam periode antara tahun 1870-1940.  Penggalian tipomorfologinya, ditelusur dari pengaruh arsitektur Belanda dan Negara sekitarnya yang terbawa dan mempengaruhi arsitektur lokal Jawa; baik dalam wujud yang masih kental karakter asal Eropanya, maupun yang lebih berimbang sebagai persenyawaan antara kedua karakternya.Baik dalam aspek tata letak, tata ruang dan bentuk arsitektural. Macam metoda penelitiannya, deskriptik analitis kualitatif. Hasil penelitiannya, macam tipomorfologi bangunan kantor di Semarang, baik yang berlokasi di kota lama Semarang, maupun di luar sekitarnya. Pertama, adalah tipologi sejenis dengan bangunan komersial  Eropa abad XVII. Kedua, serupa dengan tipe bangunan kantor merangkap rumah dinas di kota-kota lama di Nederland. Ketiga, Berdenah layaknya bangunan publik masa awal Arsitektur Modern, yang berperencanaan open plan Keempat, kurang spesifik sebagai bangunan karena  mirip denah bangunan rumah tinggal.
TATA MASA BANGUNAN PUSAT KOTA LAMA SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 17 No. 21 (2015): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota lama Surakarta, merupakan transformasi negara kota tradisional Mataram-Islam,yang disusun dari empat komponen: keraton, Alun-alun, masjid, dan pasar yang  disebut Catur Tunggal, disusun berdasarkan konsep kosmologi berorientasikan pada sumbu Utara-Selatan Hutan Krendowahono-Laut Kidul dan Timur-Barat Gunung Lawu-Gunung Merapi. Sumbu kosmologi utara-selatan, dari selatan ke utara adalah jalan Gading Kidul-jalan Pakubuwono-jalan Jenderal Sudirman.Dalam perkembangannya, pusat kota lamatradisional Surakarta diintervensi oleh kolonial Belanda. Khususnya pada jalan Jenderal Sudirman dibangun oleh Belanda,muncul bangunan-bangunan yang hingga kini masih ada: Benteng  Vastenburg, Bank Indonesia dan Gereja Katolik St. Antonius. Tujuan pembahasan, untuk mengidentifikasi tata masa bangunan  di jalan Jenderal Sudirman kota Surakarta, dilakukan dengan metoda survei, observasi lapangan, serta eksplorasi pustaka. Dihasilkan bahwatata masa bangunan komponen pokokCatur Tunggal dimaksud, yang berarsitektur tradisional Jawa, bertinggi bangunan  satu sampai dengan dua lantai, berkomposisi open plan. Sedangkan bagi bangunan kolonial Belandanya,bertata masa awal tunggal kemudian berkembang jamak berkomposisi open plan.
INTERAKSI ANTARA UPAYA KONSERVASI ARSITEKTUR DENGAN PENGEMBANGAN PUSAT KOTA LAMA KOLONIAL DI SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 19 No. 23 (2016): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam suatu kota seumumnya terdapat konflik-konflik dan ketidak pastian antara konservasi lingkungan dan bangunan dengan  pengembangan pelayanan umum, jasa komersial dan fasilitas budayanya. Sektor formal ekonomi perkotaanpun berkonflik dengan sector ekonomi informal. Kebijakan yang awalnya merupakan kebijakan pusatpun berkonflik dengan harapan dan kepentingan daerah setelah kota-kota berstatus otonom. Kesemua interaksi dimaksud menimbulkan kekacauan visual; kekumuhan, pelanggaran atas lingkungan dan bangunan yang dikonservasikan, marjinalisasi masyarakat kelas ekonomi bawah, menimbulkan penurunan kualitas lingkungan-lingkungan fisik,  alami dan sosial. Tujuan penelitian, untuk mendapatkan model perancangan perkotaan tersesuai bagi pusat kota lama kolonial Surakarta, berkarakteristik interaksi antara upaya konservasi arsitektur dengan pengembangan pusat kota.  Terujinya tingkat keefektifan dan feasibilitas model interaksi dimaksud, sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengendalikan interaksi dimaksud. Metoda penelitiannya adalah penelitian kualitatif, berketerpaduan faham rasionalistik dan naturalistik. Hasil penelitian adalah design guidelines model interaksi antara upaya konservasi arsitektur dengan pengembangan di pusat kota lama colonial di Surakarta, bergradasi tema interaksi.
PERKEMBANGANPERUMAHAN DAN PERMUKIMAN SEBAGAI PENENTU ARAH DAN BENTUK KEBUTUHAN PERMUKIMAN DI PINGGIRAN KOTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 21 No. 25 (2017): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang yang melandasi dilakukannya penelitianPerkembangan Perumahan dan Permukiman sebagai Landasan dalam Menentukan Arah dan Bentuk Kebutuhan Permukiman di Pinggiran Kota adalah terciptanya kesinambungan program, untuk mengatasi permasalahan perumahan dan permukiman yang kompleks, karena perumahan dan permukiman merupakan salah satu unsur utama dalam tata ruang wilayah yang berkembang dinamis sesuai perkembangan penduduk. Permasalahan yang terjadi  menyangkut belum tersedianya Naskah Akademik, sehingga memberi pengaruh yang sangat besar bagi program pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman di wilayah perdesaan dan perkotaan belum secara komprehensif memecahkan permasalahan perumahan dan permukiman, sebagai konsekuensi dari pertumbuhan penduduk terjadi perluasan fungsi wilayah dan peningkatan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang tidak terkendali. Tujuan jangka panjang dari kegiatan penelitian ini adalah terstrukturkannya upaya penataan dan mengantisipasi pengembangan dan pembangunan perumahan dan permukiman perdesaan dan perkotaan pada suatu kota/ wilayah. Metodologi yang direncanakan, tersusun atas dua tahapan yang terkait. Tahap pertama, metodologi yang digunakan adalah peran data-base dan naskah akademik untuk memberi arah dan bentuk pengembangan perumahan dan permukiman di perdesaan. Sedangkan tahap kedua  metodologi yang digunakan adalah peran data-base dan naskah akademik untuk memberi arah dan bentuk pengembangan perumahan dan permukiman di perkotaan. Pada masing-masing tahapan dilakukan analisis terhadap beberapa kebijakan rencana tata ruang, tata lingkungan, tata bangunan, serta pengembangan dan pembangunan perumahan dan permukiman pada berbagai bentuk kawasan perumahan dan permukiman.Secara keseluruhan diharapkan dapat diperoleh gambaran seutuhnya dari peran data-base dan naskah akademik dalam memberi arah dan bentuk pengembangan perumahan dan permukiman pada suatu wilayah. Manfaat dari penyusunan Naskah Akademik merupakan langkah inovatif bagi pengembangan ilmu perancangan arsitektur, perencanaan kota dan wilayah, serta lingkungan.  Mengingat dominasi pemanfaatan ruangnya diharapkan pengembangan dan pembangunan perumahan dan permukiman yang berciri kedesaan dan kekotaan dapat didukung oleh arahan dan pengendalian yang benar untuk menghindari terganggunya kelangsungan perkembangan wilayah, baik kegiatan fungsional maupun aktivitas penduduk di dalamnya.
PROSPEK REVITALISASI EKS PABRIK GULA COLOMADU KARANGANYAR TERHADAP PERKEMBANGAN KOTA KARANGANYAR DAN SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 22 No. 26 (2018): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eks  Pabrik  Gula  (PG)  Colomadu  Karanganyar  merupakan  salah  satu  dari dua  buah pabrik  gula  di Karanganyar  sebagai peninggalan  Sri Paduka  Mangkunegara  IV  (MN IV). Karenanya MN IV juga dikenal sebagai Bapak Gula. Lokasi PG Colomadu di Kecamatan  Colomadu,  suatu  enclave  dari  Kabupaten  Karanganyar  di  seb elah  barat Surakarta. Sedangkan PG Tasikmadu berlokasi di kecamatan Tasikmadu, di dekat Kecamatan  Kabupaten   Karangnyar,   di  sebelah   timur   Surakarta.   Dalam perkembangannya  PG  Tasikmadu  masih  beroperasi,  sedangkan  PG  Colomadu  tidak lagi.   Dengan  kehadiran   PG   ini,   Kabupaten   Karanganyar   sebagai  hinterland   kota Surakarta berkaitan dengan perkembangan kota Surakarta. Revitaslisasi PG Colomadu selain untuk menyelamatkan arsitektural dan aset-aset pabriknya, untuk menumbuhkan kembali  nilai-nilai  penting  Cagar  Budaya  dengan  penyesuaian  fungsi ruang  baru  yang tidak  bertentangan  dengan  prinsip  pelestarian  dan  nilai  budaya  masyarakat,  menjadi solusi  tepat   untuk   menghentikan   vandalisme   yang  melanda  peninggalan  arsitektural jaman    peninggalan    kolonial   Belanda    ini.    Pembahasan    revitalisasinya    ini   untuk mengetahui  apa  posisi  dan  makna  hasil  revitalisasinya  nanti  terhadap  perkembangan kota   Karanganyar   sendiri  dan   kota   Surakarta.   Dengan  metode  deskriptif  analitik kualitatif,  dihasilkan  bahwa  hasil  revitalisasi  bangunan  beserta  kawasannya  dimaksud akan   menjadi   ikon   baru   penanda   (landmark)      lingkungan   yang   menambah   dan merupakan rangkaian  daerah tujuan wisata di daerah Karanganyar  dan Surakarta.