DWI SUCI SRI LESTARI
Unknown Affiliation

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

KEUNIKAN ARSITEKTUR TRADISIONAL KASEPUHAN ADAT BANTEN KIDUL DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN KASUS: KAMPUNG CIPTARAS DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 6 No. 10 (2009): Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendokumentasian arsitektur lokal di Indonesia, sesederhana apapun dapat diibaratkan sebagai penyusunan keping-keping mozaik sebagai bagian-bagian, yang di kemudian hari akan  menjadi susunan sejarah arsitektur di Indonesia secara relatif utuh. Termasuk dalam hal ini adalah penidentifikasian Kampung Ciptarasa Kasepuhan Adat Banten Kidul (Selatan). Lokasi kampungnya, di tepi hutan Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Penghuni kampung seluruhnya adalah warga Kasepuhan Adat Banten Kidul yang berpeninggalan tradisi leluhur sejak 633 tahun lalu. Tradisi dimaksud berupa upacara-upacara adat,  cara bertani sebagai pekerjaan utamanya, keseniannya, maupun fisik arsitekturalnya. Dalam arsitektur, bentuk peninggalan tradisi yang dipegang teguh, berkaitan dengan pengaturan pemanfaatan lahan secara tegas, maupun tata kampung yang diatur berdasarkan orientasi dan hirarki. Masa bangunan disusun berbentuk klaster. Bahan bangunannya adalah bahan alamiah berasal dari lingkungan sekitar. Bentuk  kampung  yang berkeunikan arsitektur dan budaya sedemikian  sangat menarik dan berharga untuk diungkapkan.
HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN FUNGSI DAN FISIK ARSITEKTURAL RUANG TERBUKA BERSEJARAII KOTA DENGAN KEBIJAKAN PENGUASA PADA ERA 1901-2004 Studi Kasus: Taman Sriwedari Surakarta Dwi Suci Sri Lestari
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 7 No. 11 (2010): Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini berpendekatan naturalistik kualitatif, analisis isi dan Performance Management System. Tujuannya: interpretasi peneliti atas fenomena empirik hubungan antara perubahan  fungsi dan fisik arsitektural ruang terbuka bersejarah kota Surakarta: Taman Sriwedari dengan pengaruh kebijakan penguasa pada era 1893-2004. Tiga era tema perubahannya: 1901-1979, 1979-1984 dan 1984-2004.  Fungsi dan fisik awalnya didominasi budaya sakral (Malem Selikuran) serta profan (Maleman Sriwedari, wayang orang, ketoprak, rekreasi umum, olahraga dan pendidikan); berdomain publik. Penguasa tradisional pembangunnya (PB X, 1893-1939), berpemerintahan kuat, berpergaulan modern, memajukan budaya ke puncak. Perubahan terbesar pada era ketiga: Walikota Hartomo (1985-1994), merenovasi Sriwedari (1986), banyak mengalihkan  fungsi dan fisik budaya bernuansa alami berdomain publik ke fungsi dan fisik komersial berdomain privat. Kesimpulan, pertama: desain awal Taman Sriwedari berkarakter organic, (diduga) dipengaruhi konsep Garden City. Kedua, pendekatan tata ruang fungsional dan ekologis pemerintah, seyogyanya pendekatan perilaku dan partisipasi masyarakat
KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 8 No. 12 (2010): jurnal teknik sipil dan arsitektur
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kawasan tepi sungai  merupakan  kawasan tempat bertemunya daratan dan air sungai.  Kawasan dimaksud merupakan kawasan dinamis dan unik dari suatu kota, selain itu juga sangat strategis  karena mudah dicapai dari daratan maupun sungai. Kawasan ini difungsikan antara lain untuk perdagangan, rekreasi, perkantoran, pergudangan, pelabuhan, maupun perumahan. Khusus untuk kajian akan dibahas  perumahan. Sebagai studi kasus, dilakukan kajian pada kelurahan Selili kecamatan Samarinda Ilir kota Samarinda. Kota Samarinda merupakan kota yang unik, dengan bagian tengahnya mengalir Sungai Mahakam yang berfungsi untuk transportasi air berhubungan langsung dengan laut Selat Makasar. Di sepanjang tepi sungai  banyak ditempati masyarakat sebagai permukiman. Dari kajian yang dilakukan, disimpulkan tentang karakteristik perumahan di kawasan tepi sungai Mahakam kota Samarinda, yaitu :  lokasi perumahan menempati daerah tepi sungai, baik di darat maupun di atas permukaan air sungai. Masa bangunan yang berada di darat berbentuk teratur,dan  yang berada di atas permukaan air sungai juga berbentuk  teratur. Penampilan bangunan sederhana berbentuk panggung, struktur bangunan dibuat dari konstruksi rangka dari bahan kayu, untuk mencapai bangunan satu dengan lainnya dilengkapi dengan jembatan kayu.
PERILAKU PENGGUNA PADA SUB TERMINAL BUS TERBAN YOGYAKARTA Dwi Suci Sri Lestari
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 5 No. 9.A (2008): JURNAL TEKNIL SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setelah kegagalan karya-karya Arsitektur Modern (sebenarnya hanya langgam Internasional), timbul upaya untuk menghubungkan antara perancangan arsitektur dengan ilmu-ilmu perilaku. Arsitek wajib mengerti kebutuhan calon pengguna karyanya, tidak hanya dari perilaku pengguna terkait kebutuhan fungsi ruang, melainkan perilaku secara lebih luas. Terkait hal itu, penulis menjumpai indikasi menonjol dalam Sub Terminal Bus Terban Yogyakarta  pada tahun 1999; yaitu hampir tidak terdapatnya calon penumpang bus masuk melalui pintu utama, melainkan menunggu dan menumpang bus pada jalur keluar bus. Dengan demikian tujuan penelitian untuk mengetahui penyebabnya dari perilaku pengguna. Metode penelitian: physical traces, place-centered mapping, bus-centered mapping serta wawancara dengan pengguna.  Hasil penelitian: aktivitas calon penumpang memilih bus pada jalur keluar bus, disebabkan oleh efektifitas waktu dan jarak, keamanan dan kenyamanan baik dalam menunggu dan memilih bus. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketidak teraturan, ketidak amanan dan ketidak nyamanan dalam jalur masuk serta tempat tunggu
IDENTIFIKASI ARSITEKTUR PADA DAERAH PINGGIRAN KOTA SURAKARTA Kasus: Lingkungan Batas Kota Gerbang Makutho DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 13 No. 17 (2013): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Daerah pinggiran kota atau periphery adalah daerah yang terletak antara kota dan desa, ditandai dengan penggunaan tanah campuran. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi antara kota dan desa dengan berbagai faktor atau unsur dalam desa, dalam kota dan di antara desa dan kota. Interaksi ini dapat dilihatsebagai suatu proses sosial, ekonomi, budaya ataupun politik, yang lambat ataupun cepat dapat menimbulkan suatu realita atau kenyataan. Lingkungan sekitar Gerbang Makutho di Jalan Adi Sucipto di bagian barat kota Surakarta, adalah merupakan daerah pinggiran kota yang mengalami interaksi antara kota Surakarta dan desa di sekitarnya dalam lingkup wilayah Karanganyar. Dengan adanya interaksi dimaksud, menarik untuk dilakukan penelitian yang lebih mendalam, khususnya dilihatdari aspek arsitektur meliputi: fungsi, gaya bangunan, ketinggian bangunan, kepadatan bangunan, dan teknologi. Dengan melakukan pengumpulan data, observasi lapangan,dan analisis, dihasilkan: a) fungsi bangunan untuk: pendidikan, industri, hotel, kantor, gedung pertemuan, restoran, ibadah, rumah sakit, mini market, dealer mobil/ motor, bengkel/ cuci mobil, olah raga, rumah dan toko/ usaha, toko bahan bangunan, ibadah, dan rumah tinggal. b) Gaya bangunan meliputi: arsitektur Vernakular Jawa, Arsitektur Modern, Arsitektur Modern Tropis, dan Arsitektur Post Modern. c) Ketinggian bangunan satu sampai dengan lima lantai. d) Kepadatan bangunan relatif belum padat. e) Teknologinya, bersifat konvensional maupun modern.
KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 10 No. 14 (2011): jurnal teknik sipil dan arsitektur
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam perancangan arsitektur, pengaruh iklim merupakan salah satu faktor pertimbangan. Antara lain meliputi pengaruh-pengaruh: sinar matahari, angin, hujan, radiasi dan kelembaban. Implementasinya dalam desain bangunan meliputi: orientasi, bentuk atap, dinding, struktur, ataupun pemilihan bahan bangunan. Terkait hal itu, mengkaji karya arsitek bangsa asing: Belanda di bumi tropis Indonesia seperti halnya Gereja Blenduk Semarang dari aspek kenyamanan thermalnya, yang dipengaruhi oleh angin, suhu, radiasi panas dan kelembaban, sangatlah menarik. Hasil kajiannya, juga dapat untuk mengingatkan kepada setiap arsitek, bahwa keberhasilan perancangan bukan semata-mata dari pandangan arsiteknya sendiri, melainkan juga penilaian pengguna, antara lain melalui pengalamannya merasakan kenyamanan thermal bangunannya. Kajian dilakukan dengan alat ukur anemometer, psychometer dan thermometer, serta analisis kondisi interiornya. Ternyata hasil kondisi kenyaman thermal interiornya: kurang nyaman, disebabkan suhu Corected Effective Temperature (CET) interior: 29º C - 30,2º C adalah di atas persyaratan kenyamanan thermalnya: 22º C - 27º C
PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH BERDASARKAN REGULASI TERKAIT DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 14 No. 18 (2013): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diamanatkan dalam pasal 28H UUD 1945, rumah merupakan hak dasar manusia selain sandang dan pangan, serta merupakan pencerminan jati diri manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Terkait hal itu, gagasan penyelenggaraan hunian vertikal (rumah susun) diharapkan menjadi salah satu alternatif penyediaan rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah penduduk dengan mengedepankan efisiensi lahan/tanah di perkotaan. Sampai saat ini pembangunan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih berlanjut. Adanya program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan membutuhkan Model Penyelenggaraan rumah susun yang comprehensive, sehingga dapat membantu bagi penyelenggara dan pelaku pembangunan Rumah susun di daerah. Dengan melakukan kajian berdasarkan regulasi yang terkait penyelenggaraan rumah susun, dihasilkan penyelenggaraan rumah susun meliputi tiga tahap yaitu: a). Pra konstruksi, meliputi: penentuan Lokasi, perolehan tanah/lahan, rancang bangun, perizinan, tes pasar, pola kerja sama, mix-use; b). Konstruksi, meliputi: pembiayaan, subsidi, insentif, sosialisasi, pemasaran, pertelaan, pelaksanaan konstruksi, pre cast, value engineering; c). Pasca konstruksi, meliputi: sertifikasi sarusun, serah terima kunci, penghunian, kependudukan, perhimpunan pemilik dan penghuni rumah susun (pppsrs), pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, unsur-unsur biaya, dan peningkatan kualitas.
IDENTIFIKASI ARSITEKTUR PUSAT KOTA LAMA SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 11 No. 15 (2012): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota Surakarta berdasarkan sejarahnya, merupakan salah satu di antara kota-kota pusat pemerintahan tradisional di Pulau Jawa pada masa Mataram-Islam, disebut Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (KKSH). Tata ruang kotanya disusun dari empat komponen: keraton, Alun-alun, masjid, dan pasar yang disebut Catur Tunggal, berdasarkan konsep kosmogoni berorientasi pada sumbu utara-selatan dan timur-barat. KKSH yang didirikan pada tahun 1746 oleh Sunan Paku Buwono II pada tahun 1755 (dipecah menjadi dua: KKSH sendiri dan Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang di kemudian hari menjadi kota Yogyakarta. Untuk Surakarta, dalam perkembangannya pusat kota lamanya selain pusat kota tradisional, juga pusat kota lama yang terbangun dari sebuah permukiman Eropa (Belanda): Europeschewijk, yang hingga kini masih banyak menyisakan bangunan-bangunan kolonial bersama sebuah permukiman Cina, yang keduanya berada di sekitar Pasar Gede. Metode untuk identifikasi arsitektur ini adalah survei lapangan dan eksplorasi pustaka. Hasilnya, dalam komponen pokok Catur Tunggal: Keraton, Alun-alun dan Masjid Agung berciri Arsitektur Tradisional Jawa sangat kuat; sedangkan pasar dalam hal ini Pasar Gede, berciri arsitektur perpaduan antara Jawa dan Eropa (Belanda). Selain itu terdapat beberapa bangunan lain (tempat ibadah, sekolah dan lainnya) berciri arsitektur Eropa (Belanda) di bekas kawasan Europeschewijk), juga bangunan rumah toko dan tempat ibadah di bekas permukiman Cina yang berciri Arsitektur Cina kuat. Dalam perkembangan setelah kemerdekaan hingga kini, muncul karakter-karakter arsitektur lain, antara lain Arsitektur Vernakular Jawa, sinkretisme Arsitektur Jawa dan Eropa serta Arsitektur Modern dalam berbagai ragamnya.
KEKELIRUAN PERSEPSI DALAM PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PENGGAL JALAN YOSODIPURO SURAKARTA DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 18 No. 22 (2016): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ruang terbuka kota serta jalur pedestrian merupakan dua dari delapan elemen fisik perancangan kota yang harus terdapat dalam perancangan kota. Ruang terbuka kota dapat berbentuk ruang terbuka hijau (RTH), maupun ruang terbuka non hijau (RTNH) sebagaimana: jalan, jalur pedestrian; maupun badan air. Di antara bermacam-macam fungsi utama ruang tata hijau, adalah menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara kota, sebagai peneduh, produsen oksigen. Di tengah situasi perubahan iklim global yang berdampak kerusakan lingkungan dan bencana yang semakin memprihatinkan, sebagai responnya adalah pasal 63 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH):  prinsipnya pemerintah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah, dengan salah satu instrumen pembinaan dan pengawasan berupa: Program  Menuju Indonesia Hijau (Program MIH). Ini dilatarbelakangi oleh makin merosotnya luasan RTH di Surakarta hingga 11,9 %. Kementerian Pekerjaan Umum terdorong untuk mewujudkan Kota Hijau sebagai metafora Kota Berkelanjutan, yang mendorong  timbulnya  Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) bagi setiap kota, antara lain di Surakarta. Diduga terdapat kekeliruan persepsi dan bagi perencana dan pelaksanaan pelaksana P2KH dalam penambahan RTH, sehingga jalur-jalur pedestrian pada beberapa bagian penggal-penggal jalan di kota Surakarta, antara lain di penggal jalan Yosodipuro dari perempatan Monumen Pers Nasional–pertigaan dengan Jalan dr. Muwardi yang merupakan RTNH berubah menjadi RTH. Jalur pedestrianpun menghilang. Penelitian ini bertujuan untuk menggali macam kekeliruan persepsi dalam penyedian RTH pada penggal jalan Yosodipuro dari Monumen Pers Nasional-pertigaan dengan jalan dr. Muwardi. Macam metoda penelitiannya, deskriptik analitis kualitatif. Hasil penelitiannya, terdapat enam kelompok tema yang dirinci dalam sembilan macam tema kekeliruan dalam dan solusi penganggulangannya bagi pihak-pihak terkait di Surakarta
STUDI TIPOMORFOLOGIS BANGUNAN KANTOR PENINGGALAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI SURAKARTA PERIODE 1900-1940 DWI SUCI SRI LESTARI
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol. 12 No. 16 (2012): JURNAL TEKNIK SIPIL DAN ARSITEKTUR
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bangunan kolonial, dalam hal ini kolonial Belanda, adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya (Eropa) ke daerah koloni di seberang laut tersebar di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia (dulu: Hindia Belanda), dalam hal ini kota Surakarta. Suka atau tidak, bangunan dimaksud telah menjadi bagian dari khasanah arsitektur di Indonesia. Dalam menjalankan aktivitas mereka, kolonial Belanda antara lain memerlukan bangunan kantor. Dalam perkembangan jaman, sejak adanya politik etis dalam pemerintahan tradisional Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningratpun, muncul tipe bangunan kantor, yang belum dikenal dalam jaman-jaman sebelumnya. Tujuan penelitian, untuk mendeskripsikan perolehan macam tipologi dan morfologi  bangunan di Surakarta yang berfungsi awal kantor  yang dirancang dan dibangun antara tahun 1900-1940.  Penggalian tipomorfologinya, dirunut dari bangunan sumber pengaruh yang relevan di Belanda sebagai hasil pengaruh dari negara-negara relevan di sekitarnya, yang kemudian terbawa dan mempengaruhi bangunan yang diperuntukkan sejak awal sebagai kantor di Surakarta. Kajian tipomorfologis, selain dikaji tipologi arsitektural dan non arsitekturalnya, juga morfologi dalam tata letak, tata ruang dan bentuk arsitektural.  Metoda penelitiannya adalah perpaduan dari deskriptif analitis kualitatif dan historis. Hasil penelitian, dalam tipologi non arsitektural terkait kepemilikan lama bangunan, untuk tipologi arsitektural adalah asal tipologi bangunan kantor. Dalam morfologi tata letak terkait square dan jalan penting. Dalam  morfologi tata ruang, terkait tipe dasar, pola organisasi ruang, sifat dasar, berruang antara/selasar depan,  kesimetrisan dan hirarki ruang. Untuk morfologi bentuk, terkait bentuk geometris massa, berlantai tingkat atau tidak, gaya arsitektur, serta penampilan entranse. Perbedaan yang timbul, disebabkan antara lain oleh iklim dan budaya setempat serta karakter arsitek yang terlacak.