Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA Eka Susylawati
AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial Vol. 3 No. 1 (2008)
Publisher : Faculty of Sharia IAIN Madura collaboration with The Islamic Law Researcher Association (APHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/al-lhkam.v3i1.2598

Abstract

Salah satu alasan yang sering dijadikan dalil oleh suami dan/atau isteri ketika mengajukan perceraian adalah bahwa antara keduanya terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan ketika suami dan/atau isteri berkeinginan untuk bercerai, tetapi tidak memiliki dalil yang cukup, maka alasan perselisihan dan pertengkaran selalu dapat dipergunakan. Di pengadilan agama, alasan tersebut lazim disebut dengan syiqâq. Dalam Pasal 76 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa dalam perkara syiqâq sebelum hakim memutuskan perkara perceraian, haruslah terlebih dahulu mendengar keterangan dari keluarga atau orang-orang terdekat dan dapat pula mengangkat hakam yang bertindak sebagai arbitrator. Praktik di pengadilan agama, pengangkatan hakam jarang dilakukan, karena pengadilan lebih sering  mencukupkan pada kesaksian dari keluarga atau kerabat terdekat. Alasan lain adalah  bahwa dengan kehadiran hakam, biasanya akan membuat proses penyelesaian perkara memerlukan waktu yang relatif lama, jika dibandingkan dengan tidak adanya hakam.
KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DALAM MENANGANI PERKARA WARIS SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 3 TAHUN 2006 Eka Susylawati
AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial Vol. 2 No. 1 (2007)
Publisher : Faculty of Sharia IAIN Madura collaboration with The Islamic Law Researcher Association (APHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/al-lhkam.v2i1.2618

Abstract

Walaupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah berlaku selama hampir 17 tahun (sampai tahun 2006) pada masyarakat Muslim di Indonesia, tetapi ternyata fungsi peradilan agama dalam menangani perkara waris belumlah maksimal. Dengan berlakunya undang-undang tersebut masyarakat belum dapat mengubah perilaku dari kebiasaan berperkara di pengadilan negeri kemudian beralih ke pengadilan agama. Hal ini oleh sebagian orang dianggap lumrah karena hukum waris merupakan bagian dari hukum perdata, di mana di dalam hukum perdata terdapat azas kebebasan memilih hukum. Namun apabila hal tersebut dikaitkan dengan personalitas keislaman, maka perilaku tersebut masih jauh dari harapan. Namun hak opsi dalam waris tersebut saat ini akan sulit untuk dilakukan karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 mengisyaratkan pemberlakuan hukum waris Islâm dalam sengketa waris antar orang yang beragama Islâm, sehingga tidak dimungkinkan lagi pemilihan hukum waris. Hanya saja pertanyaannya sekarang, akan effektifkah berlakunya Undang-Undang tersebut nantinya.
PUTUSAN VERSTEK PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN Eka Susylawati; Moh. Hasan
NUANSA: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam Vol. 8 No. 1 (2011)
Publisher : Research Institute and Community Engagement of IAIN MADURA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/nuansa.v8i1.9

Abstract

Ideally, in investigation of divorce case of husband and wife attend in assembly.With attendance of the spouses, judge will be more easy to strive the peace mentioned above. Ironically, in practice is sometimes wife or husband in capacities as requested / sued have never attended or if to give the authority at a advocate, the side requested / sued have never attended to conference. Pursuant to section 125 HIR to express that if sued absents to face the assembly and do not order others ones as its proxy, hence the accusation will be granted with decision the outside attending of sued ( verstek decision). From result of research obtained by conclusion that is; First, which cause to be requested / to be sued never absents at divorce case raised by applicant / plaintiff so that resulting the verstek decision in Religion Justice of Pamekasan, for example: because shame, so that the session will take place quickly, because sued / requested is shy and or fear to deal with trial, and there is still some of village headman and or modin still have a notion, society in a countryside must inform if they will divorce. Judge of Religion Justice of Pamekasan assess the evidence appliances raised by applicant / plaintiff in divorce case decided by verstek guiding at HIR and also regulation of other constitutions. In the verdict of divorce case, judge council of Religion Justice of Pamekasan only relates at evidence appliance raised by plaintiff / applicant.
IMPLEMENTASI PERKARA PRODEO BAGI ASYARAKAT MISKIN DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN Eka Susylawati
NUANSA: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam Vol. 10 No. 1 (2013)
Publisher : Research Institute and Community Engagement of IAIN MADURA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/nuansa.v10i1.165

Abstract

Indonesia adalah negara hukum (rechsstaaat) sebagaimana bunyi pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin persamaan setiap orang di hadapan hukum serta melindungi hak asasi manusia. Persamaan di hadapan hukum memiliki arti bahwa semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan perlakuan di hadapan hukum tersebut berlaku bagi setiap orang tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ekonomi atau keturunan, untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan. Dalam hukum acara perdata orang yang mengajukan perkara harus membayar biaya perkara yang harus dibayar pada waktu pendaftaran. Namun tidak semua orang mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai (miskin). Dalam hukum acara perdata terdapat pengeculian bagi yang miskin dapat mengajukan perkara prodeo dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah. Namun ternyata anggaran yang disiapkan oleh negara dalam anggaran DIPA pengadilan agama Pamekasan tidaklah memadai sehingga setiap tahunnya hanyalah 30 perkara saja. Hal ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah perkara yang diputus oleh pengadilan agama Pamekasan setiap tahunnya yang rata rata 1000 lebih perkara.
Bantuan Hukum Terhadap Istri dalam Perkara Perceraian Melalui Posbakum di Pengadilan Agama Sampang Eka Susylawati; Siti Musawwamah
NUANSA: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam Vol. 19 No. 2 (2022)
Publisher : Research Institute and Community Engagement of UIN MADURA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/nuansa.v19i2.6168

Abstract

Posbakum is a place within the Religious Courts that provides free legal aid services to the poor. But in reality there are certain parties who need more services than Posbakum, for example the wife in fighting for her rights in divorce. Considering that wives in general have low levels of education, economy and access compared to their husbands. This study uses a qualitative approach that is directed at a sociological approach by using interview, observation and documentation data collection techniques. The results showed that the application of legal assistance for wives in divorce cases through Posbakum at the Sampang Religious Court was in accordance with applicable regulations, namely providing consultation and making claims (application for divorce) and providing information about advocate organizations that can provide legal assistance and among these services the dominant one is the making of divorce papers. The obstacles to the role of Posbakum in providing legal assistance to wives in divorce cases include the Posbakum rules which only provide services in the early stages of making a lawsuit (application for divorce), the wife's knowledge is minimal about the role and function of Posbakum, the Posbakum service room which is one with a court waiting room (without any partitions) and the lack of funds allocated by the state through the DIPA of the Sampang Religious Court. (Posbakum merupakan tempat yang berada di dalam Pengadilan Agama yang memberikan layanan bantuan hukum secara prodeo kepada masyarakat miskin. Namun dalam realita terdapat pihak tertentu yang membutuhkan pelayanan lebih dari Posbakum, misalnya pihak istri dalam memperjuangkan hak-haknya dalam perceraian. Mengingat istri pada umumnya memiliki tingkat pendidikan, ekonomi dan akses yang rendah dibandingkan dengan suami. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang diarahkan pada pendekatan sosiologis dengan menggunakan tehnik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan bantuan hukum bagi istri dalam perkara perceraian melalui Posbakum di Pengadilan Agama Sampang telah sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu pemberian konsultasi dan pembuatan gugatan (permohonan cerai gugat) serta pemberian informasi tentang organisasi advokat yang dapat memberikan bantuan hukum dan diantara layanan tersebut yang dominan adalah pembuatan surat gugat cerai. Adapun kendala atas peran Posbakum dalam memberikan bantuan hukum bagi istri dalam perkara perceraian antara lain aturan Posbakum yang hanya memberikan layanan pada tahap awal pembuatan gugatan (permohonan cerai gugat), pengetahuan pihak istri yang minim tentang peran dan fungsi Posbakum, ruang pelayanan Posbakum yang menjadi satu dengan ruang tunggu sidang (tanpa ada sekat) dan minimnya dana yang diperuntukan oleh negara melalui DIPA Pengadilan Agama Sampang.)