Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DAYA ADAPTASI PELAKU BRAIN GAIN DALAM BERUSAHATANI HORTIKULTURA DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN BANJARNEGARA Wiwik Yuniarti; Sumardjo Sumardjo; Widiatmaka Widiatmaka; Winny Dian Wibawa
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 2 (2021): Juli 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n2.2021.p187-201

Abstract

The Brain Gain Actors Adaptability in Horticultural Farming in The Dieng Highlands, Banjarnegara Districts. The number of farmers in Indonesia is decreasing while the regeneration of young farmers has not optimally contributed. The return of educated and skilled personnel to rural areas called brain gain is a potential approach for regenerating the agricultural actors. Horticulture is one of the agricultural sub-sectors which dominantly attracts brain gain actors, and adaptation becomes an important determinant of farming sustainability. This study examined the adaptability of brain gain actors as well as the factors that affected the brain gain actor’s adaptability in horticultural farming in the highlands. The study was carried out through a survey design and cluster random sampling, from June to December 2020. 100 respondents came from seven sub-district of Banjarnegara Regency and were further analyzed with descriptive statistics and Partial Least Square (PLS). The results showed that the filterability and competitiveness were in the high category, while the partner ability was in a low category. Information technology support was the most influential factor to brain gain actors competency. Increasing personal, social, managerial, and technical competence will increase the adaptability of brain gain actors in horticultural farming.Kata kunci: brain gain, adaptability, competence, regeneration, farmers ABSTRAK Jumlah petani di Indonesia semakin menurun sedangkan regenerasi petani muda belum memberikan kontribusi yang optimal. Kembalinya tenaga terdidik dan berkeahlian ke perdesaan untuk melakukan usaha tani (brain gain) merupakan potensi mengatasi permasalahan keterlambatan dan kualitas regenerasi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang dominan menarik minat pelaku brain gain, dan dalam prosesnya adaptasi menjadi hal penting sebagai penentu keberlanjutan.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya adaptasi pelaku brain gain serta faktor-faktor yang memengaruhi daya adaptasi pelaku brain gain dalam berusahatani hortikultura di dataran tinggi. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2020 dengan desain survei dan teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Jumlah responden 100 orang berasal dari tujuh lokasi kecamatan dataran tinggi Kabupaten Banjarnegara. Pengolahan data menggunakan teknik deskriptif dan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saring dan daya saing berada pada kategori tinggi, sedangkan daya sanding berada pada kategori rendah.  Dukungan teknologi informasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kompetensi. Peningkatan kompetensi personal, sosial, manajerial dan teknis akan meningkatkan daya adaptasi pelaku brain gain dalam berusahatani komoditas hortikultura.Kata kunci: brain gain, daya adaptasi, kompetensi, regenerasi, petani
ANALISIS KINERJA PENYULUH PERTANIAN KABUPATEN BOGOR Wiwik Yuniarti; Yoyon Haryanto
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol 7 No 2 (2012)
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.089 KB) | DOI: 10.51852/jpp.v7i2.299

Abstract

This research aimed to describe the level of performance of agricultural extension workers after participating in the functional extension training programs, and to describe the influence factors of agricultural extension workers performance in Bogor Regency. The populations were the agricultural extension workers graduated from the functional extension training programs and the number of them are 89. The research variables included: independent variables, which consist of four factors that covered characteristics of the agricultural extension workers (X1), training process (X2), supporting factors of agricultural extension (X3), and environmental factors (X4); and dependent variables that covered the competencies (Y1) and the performance of the agricultural extension workers (Y2). Data analysis techniques included descriptive statistics analysis to describe the research data, and path analysis to predict the independent variables towards the dependent variables to determine direct and indirect effects among variables. The results of the research showed that the factor with dominant influence is characteristics of the agricultural extension workers.
MODEL HUBUNGAN STAKEHOLDER DALAM MEWUJUDKAN REGENERASI PETANI BERBASIS PELATIHAN Wiwik Yuniarti
Diklat Review : Jurnal manajemen pendidikan dan pelatihan Vol 7 No 1 (2023)
Publisher : Komunitas Manajemen Kompetitif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35446/diklatreview.v7i1.1290

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis aktor-aktor yang memiliki kepentingan dan pola keterhubungan antar pemangku kepentingan terhadap percepatan regenerasi pertanian. Metode yang digunakan adalah Matrix of Alliances, Conflicts, Tactics, Objectives, and Recommendations (MACTOR) dengan penggalian informasi menggunakan focus group discussion. Ada sepuluh lembaga ahli dalam penelitian ini yang berasal dari Pusat Pendidikan Pertanian Kementerian Pertanian; Bappeda Provinsi Jawa Tengah; BPTP Provinsi Jawa Tengah; Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara; Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Wonosobo; penyuluh pertanian, kelompok tani-pelaku usaha; duta petani milenial; pemimpin komunitas; dan akademisi. Hasil penelitian menunjukkan gambaran aktor yang paling aktif sebagai bentuk penguatan yaitu Dinas Pertanian, Kementerian Pertanian, dan lembaga pelatihan, dengan skor mobilisasi masing-masing sebesar 36,3, 33,7, dan 33,0. Institusi pendidikan, petani lokal, dan tokoh masyarakat merupakan aktor selanjutnya yang berperan penting dalam regenerasi. Sebagian besar pelaku setuju dengan tujuan meregenerasi petani, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan penggunaan teknologi
Petani Maju Sebagai Agen Pembangunan Pertanian Haryanto, Yoyon; Wiwik Yuniarti
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol 19 No 2 (2024)
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51852/jpp.v19i2.769

Abstract

Penyuluh swadaya yang berasal dari petani maju hadir karena adanya tuntutan pendekatan partisipatori agar petani dapat menjadi subjek dalam program pembangunan pertanian mulai dari tahap mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan hingga tahap mengevaluasinya. Petani maju memiliki keunggulan dalam melaksanakan perannya sebagai agen perubahan di perdesaan karena bagian dari komunitasnya dan lebih dipercaya oleh sesama petani. Tulisan ini merupakan hasil telaah dan kajian yang bertujuan memaparkan konsep tentang petani maju dapat menjadi penyuluh swadaya dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan penyuluhan dari petani ke petani. Selain sebagai pembantu penyuluh, petani maju sebagai penyuluh swadaya juga menjadi pelaku aktif dalam konsep metode belajar dari petani ke petani. Optimalisasi peran petani maju sebagai penyuluh swadaya dalam mendorong percepatan regenerasi petani menjadi salah satu solusi dalam menyusun road map pengembangan agropreneur muda. Hal ini telah terbukti bahwa petani maju sebagai penyuluh swadaya mampu berperan dalam menyebarkan teknologi tradisional berbasis kearifan lokal, menjadi pemimpin informal dan mampu bersinergi dengan sesama petani dalam mendorong pembangunan pertanian di pedesaan. Petani maju memiliki kecenderungan kapabilitas menjadi penyuluh swadaya sebagai penggerak penyuluhan dari petani ke petani. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas penyuluh swadaya dalam hal mengorganisasikan dan memandirikan petani sehingga paradigma penyuluhan yang partisipatori dan meninggalkan pola lama pemerintah (top down) dapat terwujud.