Zulfan M. Alibasyah
Faculty Of Dentistry, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

The efficacy of sarang semut extract (Myrmecodia pendens Merr & Perry) in inhibiting Porphyromonas gingivalis biofilm formation Zulfan M. Alibasyah; Ambrosius Purba; Budi Setiabudiawan; Hendra Dian Adhita; Dikdik Kurnia; Mieke H. Satari
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 50 No. 2 (2017): June 2017
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (989.148 KB) | DOI: 10.20473/j.djmkg.v50.i2.p55-60

Abstract

Background: Porphyromonas gingivalis (P. gingivalis) is a pathogenic bacteria present in the oral cavity involved in the pathogenesis of chronic periodontitis and biofilm. This mass of microorganisms represents one of the virulent factors of P. gingivalis which plays an important role as an attachment initiator in host cells. Sarang semut is a natural material possessing the ability to inhibit the growth of P. gingivalis. Purpose: This study aims to analyze the effect of sarang semut extract on the formation of P. gingivalis biofilm. Methods: The study used methanol sarang semut extract and P. gingivalis ATCC 33277 and phosphomycin as a positive control. Treatment was initiated by means of culturing. Biofilm test and P. gingivalis biofilm formation observation were subsequently performed by means of a light microscope at a magnification of 400x. Results: The formation of P. gingivalis biofilms tended to increase at 3, 6, and 9 hours. Results of the violet crystal test showed that concentrations of 100% and 75% of the sarang semut extract successfully inhibited the formation of P. gingivalis biofilm according to the incubation time. Meanwhile, the sarang semut extracts at concentrations of 50%, 25%, 12.5%, and 6.125% resulted in weak inhibition of the formation of P. gingivalis biofilm. The biofilm mass profile observed by a microscope tended to decrease as an indicator of the effects of the sarang semut extract. Conclusion: Sarang semut extract can inhibit the formation of P. gingivalis biofilm, especially at concentrations of 100% and 75%. Nevertheless, phosphomycin has stronger antibiofilm of P. gingivalis effects than those of the sarang semut extract at all of the concentrations listed above.
DISTRIBUSI FREKUENSI HALITOSIS PADA PASIEN SINUSITIS DI RSUD MEURAXA BANDA ACEH Sunnati Sunnati; Zulfan M. Alibasyah; Fikri Rozan
Cakradonya Dental Journal Vol 13, No 1 (2021): Februari 2021
Publisher : FKG Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.592 KB) | DOI: 10.24815/cdj.v13i1.20918

Abstract

Halitosis atau bau mulut merupakan suatu kondisi yang bisa berdampak terhadap sosial seseorang dan sekitar 25% penduduk dunia mengalami halitosis. Penyebab halitosis 87% berasal dari rongga mulut dan 13 % dari ekstra oral. Sinusitis merupakan salah satu penyebab halitosis karena pada sinusitis terjadi aliran lendir melalui nasofaring serta merupakan media bagi bakteri untuk menghasilkan Volatile Sulphur Compound (VSC). Keadaan penyakit hidung obstruktif seperti sinusitis dapat menyebabkan bernafas melalui mulut sehingga menimbulkan serostomia yang dapat meningkatkan jumlah plak pada gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi halitosis pada pasien sinusitis di RSUD Meuraxa Banda Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional, yang dilakukan terhadap 25 pasien sinusitis yang berobat di poli THT RSUD Meuraxa Banda Aceh. Pemeriksaan halitosis dilakukan dengan Breath Checker. Metode pengambilan subjek dilakukan dengan cara total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien sinusitis mengalami halitosis. Pada pasien sinusitis akut, skor halitosis yang dominan adalah 1 dan 2 sedangkan pada sinusitis kronik skor halitosis yang dominan adalah 3. Hasil penelitian ini juga menunjukkan 68% pasien sinusitis memiliki tingkat kebersihan rongga mulut yang sedang dan 32% memiliki tingkat kebersihan rongga mulut yang buruk. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 96% pasien sinusitis mengalami halitosis dan pada sinusitis kronik memiliki skor halitosis yang dominan lebih tinggi dibandingkan sinusitis akut.
DISTRIBUSI FREKUENSI HALITOSIS PADA PASIEN SINUSITIS DI RSUD MEURAXA BANDA ACEH Sunnati Sunnati; Zulfan M. Alibasyah; Fikri Rozan
Cakradonya Dental Journal Vol 13, No 1 (2021): Februari 2021
Publisher : FKG Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/cdj.v13i1.20918

Abstract

Halitosis atau bau mulut merupakan suatu kondisi yang bisa berdampak terhadap sosial seseorang dan sekitar 25% penduduk dunia mengalami halitosis. Penyebab halitosis 87% berasal dari rongga mulut dan 13 % dari ekstra oral. Sinusitis merupakan salah satu penyebab halitosis karena pada sinusitis terjadi aliran lendir melalui nasofaring serta merupakan media bagi bakteri untuk menghasilkan Volatile Sulphur Compound (VSC). Keadaan penyakit hidung obstruktif seperti sinusitis dapat menyebabkan bernafas melalui mulut sehingga menimbulkan serostomia yang dapat meningkatkan jumlah plak pada gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi halitosis pada pasien sinusitis di RSUD Meuraxa Banda Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional, yang dilakukan terhadap 25 pasien sinusitis yang berobat di poli THT RSUD Meuraxa Banda Aceh. Pemeriksaan halitosis dilakukan dengan Breath Checker. Metode pengambilan subjek dilakukan dengan cara total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien sinusitis mengalami halitosis. Pada pasien sinusitis akut, skor halitosis yang dominan adalah 1 dan 2 sedangkan pada sinusitis kronik skor halitosis yang dominan adalah 3. Hasil penelitian ini juga menunjukkan 68% pasien sinusitis memiliki tingkat kebersihan rongga mulut yang sedang dan 32% memiliki tingkat kebersihan rongga mulut yang buruk. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 96% pasien sinusitis mengalami halitosis dan pada sinusitis kronik memiliki skor halitosis yang dominan lebih tinggi dibandingkan sinusitis akut.