Konsep waktu merupakan elemen fundamental dalam kehidupan masyarakat Melayu, yang mencerminkan pengaruh budaya, sosial, dan keagamaan. Dalam budaya Melayu, pemaknaan waktu tidak hanya bersifat fungsional sebagai alat ukur aktivitas, tetapi juga memiliki dimensi filosofis dan religius. Sejarah mencatat bahwa pemahaman waktu dalam masyarakat Melayu berkembang melalui pengaruh Hindu, Islam, dan Barat, yang terlihat dalam bahasa, tradisi, serta sistem penanggalan yang digunakan. Masyarakat Melayu memiliki pendekatan fleksibel terhadap waktu, yang sering kali bertentangan dengan standar ketepatan waktu dalam budaya modern. Konsep "jam karet" mencerminkan nilai sosial yang lebih mengutamakan keharmonisan daripada ketepatan waktu yang kaku. Dalam perspektif keagamaan, waktu memiliki peran sentral dalam menjalankan ibadah seperti salat lima waktu dan puasa Ramadan, yang menegaskan pentingnya keteraturan dalam dimensi spiritual. Kajian ini juga menyoroti perbedaan konsep waktu dalam bahasa Melayu, di mana kata-kata seperti masa, waktu, dan zaman memiliki makna yang bervariasi dan mengalami perubahan akibat pengaruh bahasa Sansekerta, Arab, dan Inggris. Selain itu, pemaknaan waktu juga terlihat dalam struktur sosial masyarakat Melayu, di mana usia menjadi faktor penting dalam menentukan hierarki sosial dan bentuk interaksi. Dengan semakin kuatnya pengaruh globalisasi dan modernisasi, terjadi transformasi dalam cara masyarakat Melayu memahami dan mengelola waktu. Meskipun teknologi telah meningkatkan efisiensi dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai tradisional masih tetap bertahan dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana konsep waktu dalam budaya Melayu terus berkembang, serta tantangan dalam menyeimbangkan antara tradisi dan modernitas.