Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmu Budaya

BELE KAMPUNG SEKODI: INTERAKSIONISME SIMBOLIK Mita Rosaliza; Tengku Syarifah Dzikra Hanania; Tengku Abyan Hanif
Jurnal Ilmu Budaya Vol. 21 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/jib.v21i1.22691

Abstract

The environment is one of the most important aspects of a community. So is the Sekodi community with the Bele Kampung tradition. This research is intended to obtain an overview of (a) To find out the process of implementing the Bele Kampung tradition in the Tanjung Community of Sekodi Village. (b) To find out the meaning of the Bele Kampung tradition in the people of Tanjung , Sekodi Village. This research uses a descriptive method with a qualitative research type used to reveal and describe how the Bele Kampung tradition occurs in maintaining the village in Sekodi village, Bengkalis Regency. Data were obtained from informants/speakers through interviews, recording and observation. The data obtained was then analyzed. Based on the research results. The symbols in the Bele Kampung tradition contain complex and deep meanings. The Bele Kampung tradition is carried out at the house of the implementing shaman once a year after a deliberative decision. It is done for three consecutive days. On the first day, they send a pebuang tool to the Tanjung and recite a congratulatory prayer there, then return home with water for bathing on the third day. On the second day, there is swinging, and the community is given words of advice and patted with fresh flour before swinging. After swinging and patting fresh flour, they then send pebuang tools to Tumu, Nipah, and Baran, and throw away the ancak used for bathing. On the third day, residents of Tanjung from three sacred places: Tanjung, Nipah, and Tumu. This tradition is very useful in maintaining the cleanliness and preservation of the village traditionally and the clean culture continues to be well maintained
Interpretasi Etnometodologi Masyarakat Melayu : Waktu, Praktik, dan Tatanan Sosial Mita Rosaliza
Jurnal Ilmu Budaya Vol. 21 No. 2 (2025): Vol. 21 No. 2 (2025)
Publisher : Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/jib.v21i2.26471

Abstract

Konsep waktu merupakan elemen fundamental dalam kehidupan masyarakat Melayu, yang mencerminkan pengaruh budaya, sosial, dan keagamaan. Dalam budaya Melayu, pemaknaan waktu tidak hanya bersifat fungsional sebagai alat ukur aktivitas, tetapi juga memiliki dimensi filosofis dan religius. Sejarah mencatat bahwa pemahaman waktu dalam masyarakat Melayu berkembang melalui pengaruh Hindu, Islam, dan Barat, yang terlihat dalam bahasa, tradisi, serta sistem penanggalan yang digunakan. Masyarakat Melayu memiliki pendekatan fleksibel terhadap waktu, yang sering kali bertentangan dengan standar ketepatan waktu dalam budaya modern. Konsep "jam karet" mencerminkan nilai sosial yang lebih mengutamakan keharmonisan daripada ketepatan waktu yang kaku. Dalam perspektif keagamaan, waktu memiliki peran sentral dalam menjalankan ibadah seperti salat lima waktu dan puasa Ramadan, yang menegaskan pentingnya keteraturan dalam dimensi spiritual. Kajian ini juga menyoroti perbedaan konsep waktu dalam bahasa Melayu, di mana kata-kata seperti masa, waktu, dan zaman memiliki makna yang bervariasi dan mengalami perubahan akibat pengaruh bahasa Sansekerta, Arab, dan Inggris. Selain itu, pemaknaan waktu juga terlihat dalam struktur sosial masyarakat Melayu, di mana usia menjadi faktor penting dalam menentukan hierarki sosial dan bentuk interaksi. Dengan semakin kuatnya pengaruh globalisasi dan modernisasi, terjadi transformasi dalam cara masyarakat Melayu memahami dan mengelola waktu. Meskipun teknologi telah meningkatkan efisiensi dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai tradisional masih tetap bertahan dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana konsep waktu dalam budaya Melayu terus berkembang, serta tantangan dalam menyeimbangkan antara tradisi dan modernitas.