This Author published in this journals
All Journal Kapata Arkeologi
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat Maluku Indonesia Karyamantha Surbakti; Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 1, Juli 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i1.316

Abstract

Hatusua is a late prehistoric site in the southern coast of west Seram. Chronologically dated until 1,100 BP, Hatusua is a site with rich molusc findings. The aim of this research is to identify the profile of molusc in Hatusua site and its habitation characteristic in the regional context. Collecting data with surface survey, excavation and bibliographical study have been adopted as the approach in this research. The results show that The Hatusua Site is Site Complex with the history of geological genesis was a part of wallacea with the biotic marine faunal profile related to Sahul. Situs Hatusua adalah situs berkarakter masa prasejarah akhir di wilayah pesisir selatan seram bagian barat. Situs yang memiliki penanggalan hingga 1,100 tahun silam, ini merupakan salah satu situs yang banyak diidentifikasi temuan moluska. Penelitian ini bertujuan untuk mengenali profil temuan moluska yang ada di Situs Hatusua dan karakteristik habitasinya dalam konteks kawasan. Pengumpulan data dilakukan melalui survei permukaan, ekskavasi dan telaah pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Situs Hatusua yang berada di Seram Bagian Barat merupakan kawasan situs yang memiliki histori pembentukan geologisnya termasuk dalam zona transisi Asia-Australia (Wallasea) dengan kecenderungan fauna biotis lautnya termasuk dalam kategori Zona Kawasan Sahul.
Arkeologi Kawasan Hatusua di Seram Bagian Barat Maluku: Hasil Penelitian Terkini dan Arah Pengembangannya Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.317

Abstract

Hatusua in West Seram is one of the well known site in the archaeological study of Maluku. The first academic record of this site has been existed since the late 1980s. Archaeological studies with sufficient depth has been conducted since the first half of 1990s by the collaboration team of Indonesia and United States. In 2006 and 2009 Balai Arkeologi Ambon conducted research in this area. Despite the high records of archaeological studies, in reality a relatively complete picture and a comprehensive understanding of the site apparently cannot be obtained yet. Since 2012-2015 Balai Arkeologi Ambon started a more structured research which included the mapping of potenial and excavation to identify the character of Hatusua Site. Which is included the chronological test that dated on ± 1,100  BP. This article is the review of the research result in Hatusua Complex in the last three years.  Reconissance survey and excavation were adopted as the approach in this research.  The study found that Hatusua is a complex of sites with the coastal-inland landscape, open site and cave habitation site, with notes on continuing tradition until recently. Hatusua di Seram Bagian Barat merupakan salah satu situs yang sudah cukup dikenal dalam rekam studi arkeologi di Maluku. Catatan akademis pertama mengenai situs ini muncul di penghujung era 1980-an. Studi arkeologi dengan cukup mendalam mulai dilakukan pada paruh pertama tahun 1990-an oleh kolaborasi tim penelitian Indonesia-Amerika Serikat. Tahun 2006 dan 2009 Balai Arkeologi Ambon kembali melakukan beberapa kajian di situs ini. Meski rekam studi arkeologi yang telah dilakukan cukup tinggi, dalam kenyataannya gambar yang relatif utuh dan pemahaman yang komprehensif  atas situs ini agaknya belum bisa diperoleh. Sejak tahun 2012 hingga 2015 Balai Arkeologi Ambon mulai melakukan studi yang lebih terarah meliputi pemetaan potensi secara lengkap serta rangkaian ekskavasi untuk menemukenali karakter kepurbakalaan yang lebih utuh dari Situs Hatusua.Termasuk uji konologi yang memberikan usia peradaban hingga ± 1,100 TYL. Artikel ini merupakan ulasan atas hasil studi yang dilakukan di Situs Hatusua selama tiga tahun terakhir. Sebagai upaya untuk merekam profil situs secara utuh maka pendekatan yang digunakan dalam rangkaian penelitian meliputi survei permukaan, ekskavasi arkeologi, studi geologi,  dan kajian etnografi. Hasil penelitian menemukan bahwa Hatusua merupakan kompleks situs dalam karakter bentang alam pesisir-pedalaman; situs hunian gua-situs terbuka, dengan ciri tradisi yang berlanjut hingga saat ini.
Arkeologi Kepulauan Tanimbar Bagian Utara: Tinjauan Potensi di Pulau Fordata dan Pulau Larat Maluku Indonesia Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 1, Juli 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i1.318

Abstract

Tanimbar islands is one of the most southern island group in Maluku.  This area is a land bridge that connects Kei-Aru Islands and Papua with the Babar-Sermata Islands until Timor.  Directly adjacent to Australia, Tanimbar is also an area of the outer boundary of Indonesia. This area is also known for its rich variety of cultural heritage. As reflected in the academics works and diverse collection of Tanimbar material culture in various world museum.  Archaeological study have been conducted since 2006 but only covered the southern part of this archipelago. This paper is the result of the archaeological studies in the Northern Part of the Tanimbar Islands with the focus on Fordata and Larat Island. The reconaissance survey have been adopted as the approach in this research. This study found that the island of Larat and Fordata is rich with the archaeological potential and is recommended to be followed with the further research in the future.Kepulauan Tanimbar merupakan salah satu gugus pulau paling selatan yang terletak di Maluku. Wilayah ini merupakan jembatan darat yang menghubungkan antara Kepulauan Kei-Aru dan Papua dengan Kepulauan Babar-Sermata hingga Timor dan Nusa Tenggara. Berbatasan langsung dengan Australia, Kepulauan Tanimbar juga merupakan kawasan tapal batas terluar Nusantara. Wilayah ini juga dikenal dengan ragam pusaka budaya yang kaya. Sebagaimana ditemukan dalam karya akademis dan ragam koleksi benda budaya Tanimbar di berbagai museum dunia. Studi arkeologi telah dilakukan sejak tahun 2006 namun hanya menjangkau wilayah bagian selatan dan tenggara kepulauan ini. Makalah ini merupakan hasil studi arkeologis untuk wilayah Tanimbar Bagian Utara dengan perhatian pada Pulau Fordata dan Pulau Larat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei penjajakan. Hasil penelitian menemukan bahwa Pulau Fordata dan Pulau Larat kaya dengan potensi kepurbakalaan dan layak ditindaklanjuti dengan studi arkeologis yang lebih mendalam.
Sebelum Jalur Rempah: Awal Interaksi Niaga Lintas Batas di Maluku dalam Perspektif Arkeologi Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 13 No. 1, Juli 2017
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v13i1.388

Abstract

Spice Route has become one of the main issues in the cultural historical studies of Indonesia recently. The discussion is still attached to effort to understand the existence of spice route as the part of the extensive trade system that have been initiated by the history of contact and interaction with the traveler from Western Asia; China; and the European explorers. There were almost no discussion that tried to explore the nature of the spice route prior to the contact with the Mainland Asia and the European. Including in the Maluku Archipelago. This paper discuss the formation process of the spice trade system in the prehistoric period and early historic period in Maluku from the archaeological perspective. The approach that has been adopted in this research is bibliographical studies. This paper found that the trade system and exchange in Maluku has been initiated since the prehistoric period as has been highlighted by the arcaheological studies in the region. Jalur rempah kembali menjadi salah satu isu yang mengemuka dalam diskusi sejarah budaya Nusantara setahun terakhir. Dimana wacana yang mengemuka umumnya masih mengamati keberadaan jalur rempah sebagai jejaring yang dibentuk oleh sejarah kontak dan interaksi dengan para penjelajah dari Asia Barat; Tiongkok dan terutama para pendatang Eropa. Hampir tak ada diskusi yang mencoba mengamati kemungkinan tumbuh kembang jalur niaga ini di era yang jauh lebih awal. Termasuk di Kepulauan Maluku. Makalah ini mencoba mengamati proses pembentukan jaringan niaga dan perdagangan rempah serta aneka komoditi eksotik di masa prasejarah dan awal sejarah di Kepulauan Maluku dari sudut pandang studi arkeologi.  Pendekatan yang digunakan adalah kajian pustaka. Hasil kajian menemukan bahwa jaringan niaga dan pertukaran di Maluku telah dibentuk semenjak masa prasejarah sebagaimana ditunjukkan oleh ragam hasil penelitian arkeologi.
Sharing Knowledge: Archaeology and Education in the Maluku, Indonesia Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 14 Iss. 1, July 2018
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v14i1.466

Abstract

Mengembangkan kurikulum Sekolah bermuatan sejarah yang representatif merupakan sebuah tantangan di Indonesia. Berbagai macam etnis dan latar belakang budaya di negara ini telah menciptakan situasi manajemen pendidikan yang unik. Suatu pendekatan yang tidak konvensional yang menekankan muatan lokal telah dikembangkan oleh Pemerintah dalam dua dekade terakhir untuk memenuhi permintaan terhadap representasi isu-isu lokal dalam sejarah dan mata pelajaran yang terkait di sekolah-sekolah. Meskipun sudah ada pendekatan yang diinisiasi, namun pelaksanaan program di tingkat nasional masih jauh dari efektif karena keterbelakangan konsep dan kekurangan sumber daya manusia. Partisipasi lembaga, kelompok, atau individu dengan pengetahuan dan keahlian tertentu tentang budaya lokal di luar lembaga pendidikan formal dewasa ini diadopsi sebagai solusi yang mungkin efektif. Dalam hal ini arkeologi sangat mungkin memberikan kontribusi positif. Tulisan ini akan membahas masalah dengan berfokus pada kontribusi arkeologi untuk mengembangkan muatan lokal dalam pendidikan di wilayah Maluku, Indonesia. Pembahasan tulisan ini akan mencakup contoh sejumlah program dan proyek, yang telah dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir.Developing representational historical content for school curricula is a challenge in Indonesia. The wide range of ethnicities and cultural backgrounds in the country has created a unique education management situation. An unconventional approach emphasizing local content (muatan lokal) has been developed by the national government in the last two decades to address the demand for more representation of local issues in history and related subjects at schools. Despite this creative approach, the implementation of the program at the national level is still far from effective due to the underdevelopment of the concept and shortage of human resources. The participation of institutions, groups or individuals with the particular knowledge and expertise on local culture outside the formal educational institution has recently been adopted as a possible effective solution. This is a role in which archaeology might also make a positive contribution. This paper will discuss this issue by focusing on the contribution of archaeology to develop the local content in the education of Moluccas region in Indonesia. The discussion will include the examples of the program and project, which has been conducted in the last ten years.