Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Tinggalan Batu Dulang Di Situs Alang Assaude, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Karyamantha Surbakti
Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol 19 No 1 (2016)
Publisher : Balai Arkeologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1482.096 KB) | DOI: 10.24832/bas.v19i1.20

Abstract

AbstractBatu dulang at Alang Assaude Village, Waisala District, West Seram Regency is still in-situ. in archaeology, such type of stone object is known as batu meja (table stone) or dolmen. This research is an attempt to view batu dulang in a holistic way, to see whether the utilization still shows elements of Megalithic tradition, which concept is ancestor worship. in other words, this research aimed at determining whether the objects are living monuments. Data collecting is done through surveys, observations, and interviews. The result reveals that putting coins on batu dulang are done by the local communities as an act to respect their inheritance from their ancestors. As a conclusion, the Megalithic aspect of batu dulang lies in the formal dimension, but they no longer used as the media for certain religion (death monument).AbstrakBatu dulang di Desa Alang Assaude, Kecamatan Waisala, Kabupaten Seram Bagian Barat masih insitu. Dalam khasanah arkeologi batu ini dikenal dengan istilah batu meja ataupun dolmen. Penelitian ini merupakan upaya dalam melihat tinggalan batudulang secara holistik, apakah penggunaannya masih menunjukkan tradisi megalitik yang berkonsep terhadap pemujaan roh leluhur (living monument). Pengumpulan data dilakukan melalui survei, observasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa uang koin di batu dulang merupakan perlakuan masyarakat setempat sebagai upaya untuk menghargai tinggalan leluhur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa aspek megalitik batu dulang terletak pada dimensi bentuk, namun bukan digunakan sebagai media untuk keperluan religi tertentu (death monument).
PEMANFAATAN TINGGALAN KOLONIAL DI PULAU NEIRA, KEPULAUAN BANDA, KABUPATEN MALUKU TENGAH SEBAGAI UPAYA PRESERVASI CAGAR BUDAYA Karyamantha Surbakti
Forum Arkeologi VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2021
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/fa.v34i1.586

Abstract

This article written to explain about heritage preservation in Banda, especially how to made some management and utilization of cultural heritage in Banda Island. Banda actually is an important locality related to past civilization, where in this area there are many traces of colonial buildings that must be preserved in order to treat the historiographical pieces that exist in one of Indonesia regions. In the past, Neira Island was the center of trade and cultural activities for the various ethnic groups. This research aims to look at the various archaeological remains in Banda Neira and what kind of management form that use have been carried out by various stakeholders there. Are they use management and utilization based on significance value and conservation perspective. The methods applied in this research are surveys and interviews. The result showed that Neira which has aquite number of archaeological remains in the form of colonial buildings, has now changed its use to government offices, mini museums, and etc. The management of cultural heritage in Neira shows a situation where the function and use of colonial buildings has not been managed optimally. In other words, management that ignores significance value and not to tendention for conservation and preserved authentic value of archaeological remains, will ruined as cultural heritage meaning. Artikel ini ditulis untuk melihat bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan warisan budaya yang ada di Pulau Banda. Pulau Banda sendiri menjadi lokalitas penting berkaitan dengan peradaban silam, dimana di wilayah ini banyak terdapat jejak tinggalan bangunan kolonial yang harus dipreservasi guna merawat kepingan historiografi yang ada di salah satu wilayah Indonesia. Pulau Neira di masa lalu menjadi pusat aktivitas perdagangan dan kultural dari berbagai suku bangsa yang pernah singgah di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan melihat pelbagai tinggalan arkeologis di Banda Neira dan menilik bentuk pemanfaatan dan pengelolaan yang sudah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan di sana. Apakah pengelolaan dan pemanfaatan jejak tinggalan arkeologis disana sudah berbasis nilai penting dan berwawasan pelestarian. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah survei dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Neira yang memiliki cukup banyak tinggalan arkeologis berupa bangunan kolonial, kini penggunaanya telah beralih fungsi menjadi kantor pemerintahan, museum mini, dan sebagainya. Pengelolaan warisan budaya di Neira menunjukkan situasi dimana alih fungsi pemanfaatan bangunan kolonial, belum dikelola secara maksimal. Dengan kata lain pengelolaan yang tidak mengindahkan manajemen berbasis nilai penting dan bertendensi pelestarian akan mengakibatkan tergerusnya nilai otentik dari tinggalan-tinggalan arkeologis tersebut sebagai cikal bakal cagar budaya. Kata kunci: Nilai penting; pelestarian; warisan budaya; manajemen sumberdaya budaya.
Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat Maluku Indonesia Karyamantha Surbakti; Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 1, Juli 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i1.316

Abstract

Hatusua is a late prehistoric site in the southern coast of west Seram. Chronologically dated until 1,100 BP, Hatusua is a site with rich molusc findings. The aim of this research is to identify the profile of molusc in Hatusua site and its habitation characteristic in the regional context. Collecting data with surface survey, excavation and bibliographical study have been adopted as the approach in this research. The results show that The Hatusua Site is Site Complex with the history of geological genesis was a part of wallacea with the biotic marine faunal profile related to Sahul. Situs Hatusua adalah situs berkarakter masa prasejarah akhir di wilayah pesisir selatan seram bagian barat. Situs yang memiliki penanggalan hingga 1,100 tahun silam, ini merupakan salah satu situs yang banyak diidentifikasi temuan moluska. Penelitian ini bertujuan untuk mengenali profil temuan moluska yang ada di Situs Hatusua dan karakteristik habitasinya dalam konteks kawasan. Pengumpulan data dilakukan melalui survei permukaan, ekskavasi dan telaah pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Situs Hatusua yang berada di Seram Bagian Barat merupakan kawasan situs yang memiliki histori pembentukan geologisnya termasuk dalam zona transisi Asia-Australia (Wallasea) dengan kecenderungan fauna biotis lautnya termasuk dalam kategori Zona Kawasan Sahul.
Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Pulau Haruku dan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah Karyamantha Surbakti
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i2.661

Abstract

Abstract. The management of cultural heritage in various parts of Indonesia is still a major issue that is often used in many studies of Cultural Resource Management. Problems that arise often intersect with matters of identity, authenticity, and authority that directly target the cultural heritage. The three things mentioned above are significant in seeing the root of the problem, about how cultural heritage with physical appearances has not been included in the list of cultural heritage. This research is an exploratory survey conducted in Haruku and Saparua Islands, or known locally as Lease Islands. The purpose of this study is to share about public archaeology to the community and stakeholders, based on the management issues in several old mosques and colonial heritage fortresses in Haruku and Saparua Islands. The method used in this study was by collecting data in the form of photographs and geographical degrees, as well as conducting interviews with local people. The result of this research hopefully will benefit the community and stakeholders when doing archaeological management system of those heritage buildings. Keywords: Management, Significant Value, Archaeological Resources, Mollucas, Haruku and Saparua Islands Abstrak. Permasalahan pengelolaan tinggalan warisan budaya (heritage) di berbagai wilayah Indonesia menjadi isu utama yang kerap digunakan dalam banyak studi culture resource management. Permasalahan yang muncul sering bersinggungan dengan hal identitas, otentisitas, dan otoritas yang langsung menyasar warisan budaya tersebut. Ketiga hal yang disebutkan di atas tersebut sering menjadi hal ikhwal dalam melihat akar permasalahan, bagaimana suatu warisan budaya, terutama yang berupa bangunan belum dimasukkan dalam daftar cagar budaya. Penelitian ini bersifat survei eksploratif yang dilakukan di Pulau-pulau Lease, yaitu Haruku dan Saparua. Tujuan penelitian ini untuk mendistribusikan pengetahuan arkeologi, khususnya pemahaman arkelogi publik. Metode penelitian yang dilakukan di lapangan adalah pengumpulan data berupa foto, keletakan geografis, dan pengumpulan data oral hasil wawancara terhadap informan secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah berkenaan otentisitas Masjid Tua Rohomoni, Benteng New Zelandia di Pulau Haruku, dan Duurstede di Pulau Saparua yang masih cukup terjaga keasliannya karena masyarakat dan stakeholder lain di sekitar situs menganggap semua bangunan tersebut bernilai penting yang harus dikelola dengan sistem manajemen arkeologi yang berbasis nilai penting pula. Kata kunci: Pengelolaan, Nilai Penting, Sumber Daya Arkeologi, Maluku, Pulau Haruku dan Saparua
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI DI PULAU HARUKU DAN SAPARUA, KABUPATEN MALUKU TENGAH Karyamantha Surbakti
KALPATARU Vol. 29 No. 2 (2020)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The management of cultural heritage in various parts of Indonesia is still a major issue that is often used in many studies of Cultural Resource Management. Problems that arise often intersect with matters of identity, authenticity, and authority that directly target the cultural heritage. The three things mentioned above are significant in seeing the root of the problem, about how cultural heritage with physical appearances has not been included in the list of cultural heritage. This research is an exploratory survey conducted in Haruku and Saparua Islands, or known locally as Lease Islands. The purpose of this study is to share about public archaeology to the community and stakeholders, based on the management issues in several old mosques and colonial heritage fortresses in Haruku and Saparua Islands. The method used in this study was by collecting data in the form of photographs and geographical degrees, as well as conducting interviews with local people. The result of this research hopefully will benefit the community and stakeholders when doing archaeological management system of those heritage buildings. Permasalahan pengelolaan tinggalan warisan budaya (heritage) di berbagai wilayah Indonesia menjadi isu utama yang kerap digunakan dalam banyak studi culture resource management. Permasalahan yang muncul sering bersinggungan dengan hal identitas, otentisitas, dan otoritas yang langsung menyasar warisan budaya tersebut. Ketiga hal yang disebutkan di atas tersebut sering menjadi hal ikhwal dalam melihat akar permasalahan, bagaimana suatu warisan budaya, terutama yang berupa bangunan belum dimasukkan dalam daftar cagar budaya. Penelitian ini bersifat survei eksploratif yang dilakukan di Pulau-pulau Lease, yaitu Haruku dan Saparua. Tujuan penelitian ini untuk mendistribusikan pengetahuan arkeologi, khususnya pemahaman arkelogi publik. Metode penelitian yang dilakukan di lapangan adalah pengumpulan data berupa foto, keletakan geografis, dan pengumpulan data oral hasil wawancara terhadap informan secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah berkenaan otentisitas Masjid Tua Rohomoni, Benteng New Zelandia di Pulau Haruku, dan Duurstede di Pulau Saparua yang masih cukup terjaga keasliannya karena masyarakat dan stakeholder lain di sekitar situs menganggap semua bangunan tersebut bernilai penting yang harus dikelola dengan sistem manajemen arkeologi yang berbasis nilai penting pula.
GAMBAR CADAS ANTROPOMORFIK DI KEPULAUAN MALUKU: Studi Kasus di Pulau Kaimear dan Kisar, Maluku Lucas Wattimena; Marlyn J. Salhuteru; Godlief A. Peseletehaha; Karyamantha Surbakti; Muhammad Al Mujabuddawat; Andrew Huwae
AMERTA Vol. 39 No. 2 (2021)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract. Anthropomorphic Images of Rock Art In Moluccas Archipelago, Indonesia (Case Study In Kaimear and Kisar Island, Maluku). The Maluku Islands Cluster consists of a group of large and small islands located horizontally and vertically between the equator. These geographical conditions make the Maluku Islands as one of the characters of archipelagic rock image sites in Indonesia. This paper presents the shape and distribution of anthropomorphic rock images in the Maluku Islands in the Wallacea Region. The research location covers the southeastern part of the Maluku Islands, namely Kaimear Island and Kisar Island, Maluku Province. The purpose of this paper is to determine the shape and distribution of anthropomorphic rock images in the Maluku Islands. This study used the descriptive qualitative method. The data used is a combination of data obtained from research in 2014 - 2019. The results show that there are eighty forms of human rock images scattered on sites on Kisar Island, which include the Here Sorot Entapa, Herku, Intutun, Irmula, Kulwasuru, Lenhorhorok, Liotitin, Salpuru,Wakurai, Hersorsorot, and one site on Kaimear Island, the Kel lein Site. Abstrak. Gugusan Kepulauan Maluku terdiri atas gugusan pulau-pulau besar dan kecil terletak sejajar secara horizontal dan vertikal di antara garis khatulistiwa. Kondisi geografis tersebut menjadikan Kepulauan Maluku sebagai salah satu karakter situs gambar cadas kepulauan di Indonesia. Tulisan ini menyajikan bentuk dan sebaran gambar cadas motif antropomorfik di Kepulauan Maluku yang berada di Kawasan Wallacea. Lokasi penelitian mencakup wilayah gugusan Kepulauan Maluku bagian tenggara, yaitu Pulau Kaimear dan Pulau Kisar, Provinsi Maluku. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk dan sebaran gambar cadas antropormofik di Kepulauan Maluku. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang digunakan merupakan gabungan antara data yang diperoleh dari penelitian tahun 2014 - 2019. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat delapan puluh bentuk gambar cadas manusia yang tersebar di situs di Pulau Kisar, yang meliputi Situs Here Sorot Entapa, Herku, Intutun, Irmula, Kulwasuru, Lenhorhorok, Liotitin, Salpuru, Wakurai, Hersorsorot, dan satu situs di Pulau Kaimear, yaitu Situs Kel lein.