Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Penggunaan Temephos di Rumah Tangga dan Pengaruhnya terhadap Kepadatan Jentik Aedes sp di Kelurahan Balaroa, Kota Palu Ade Kurniawan; MADE AGUS NURJANA; YUYUN SRIKANDI
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 1 (2019): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.252 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i1.993

Abstract

Abstract Cases of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) have increased from year to year which has become a health problem in Indonesia. DHF vector control using chemicals, especially temephos, is still popular in the community compared to other controls and has received attention from most program managers because it is still effective in killing larvae of Aedes sp. The purpose of this study was to explore the use of temephos in the household and its relationship with the larva density of larvae of Aedes sp in the Balaroa village of Palu City with a cross sectional design Data collection was done by larva survey and interview using a structured questionnaire. The results of a study of 200 homes surveyed showed that households that used temephos were very few (19.5%), 97.4% of them used temephos correctly. Households that use temephos correctly, 65.8% of larvae densities are low, while 34.2% are still found to be high with the most use by housewives. Households in Balaroa Village use very little money to control dengue mosquitoes. It is necessary to increase the use of abate in the household through the dissemination of information about functions, and the practice of using temephos to the community, especially to housewives and improve the distribution system of temephos through posyandu activities or other activities. Abstrak Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat dari tahun ke tahun sehingga menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pengendalian vektor DBD menggunakan bahan kimia terutama temephos masih popular di masyarakat dibanding dengan pengendalian lain dan mendapat perhatian oleh sebagian besar pengelolah program karena masih efektif membunuh jentik Aedes sp. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplor penggunaan temephos di rumah tangga dan hubungannya dengan kepadatan jentik Aedes spdi kelurahan Balaroa Kota Palu dengan desain cross sectional Pengumpulan data dilakukan dengan survei jentik dan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian dari 200 rumah yang disurvei menunjukkan bahwa rumah tangga yang menggunakan temephos sangat sedikit (19,5%), 97,4% diantaranya menggunakan temephos dengan benar. Rumah tangga yang menggunakan temephos dengan benar, 65,8% angka kepadatan jentiknya rendah, sedangkan 34,2% masih ditemukan tinggi dengan penggunaan paling banyak oleh ibu rumah tangga. Rumah tangga di Kelurahan Balaroa sangat sedikit menggunakan temepos untuk mengendalikan nyamuk DBD. Perlu peningkatan penggunaan abate di rumah tangga melalui penyebarluasan informasi mengenai fungsi, dan praktik penggunaan temephos kepada masyarakat terutama pada ibu rumah tangga dan memperbaiki system distribusi temephos melalui kegiatan posyandu ataupun kegiatan lainnya.
Distribusi Vektor Filariasis Paska Transmission Assesment Survey Pertama (TAS-1) di Kabupaten Donggala Made Agus Nurjana; junus widjaja; yuyun srikandi; Risti Risti
Jurnal Vektor Penyakit Vol 15 No 2 (2021): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v15i2.5302

Abstract

ABSTRACT First Transmission Assessment Survey (TAS-1) has been carried out successfully in Donggala District. The success was supported by epidemiological aspects, including data on the presence of vectors and the environment that is potential as a breeding places for mosquitoes. In order for Donggala District to achieve filariasis elimination formally, it is important to determine the existence of vectors and itspotential environment so as to continuously control them instead of other epidemiological interventions. A cross-sectional study was conducted to determine the presence of post-TAS-1 vector in Donggala District Activities include mosquito surveys and environmental surveys in two selected locations, namely Kelurahan Kabonga Kecil, Kecamatan Banawa and Sabang Village, Kecamatan Dampelas Donggala District. The results showed that 2,978 mosquitoes were caught from the genera Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, Armigeres, Uranotaenia, Coquilettidia and Aedomvia, the results of PCR examination showed mosquitoes were negative Brugia malayi. The mosquitoes” habitats were tree holes, ponds, rice fields, used goods, post -mining excavations, rivers, waterways, puddles, swamps, ponds, dug holes, springs, boats, water reservoirs, used tires, wells, coconut shells, and used cans. Monitoring and evaluation of program implementation by the local government, including routine vectors and environmental monitoring, must be continued as to maintain the elimination status of filariasis in Donggala District. ABSTRAK Transmission Assessment Survey pertama (TAS-1) telah dilakukan di Kabupaten Donggala dan dinyatakan lulus. Keberhasilan didukung oleh aspek epidemiologi di antaranya adalah data keberadaan vektor dan lingkungan yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Agar Kabupaten Donggala mencapai eliminasi filariasis maka keberadaan vektor dan lingkungan yang potensial dapat dikendalian disamping intervensi terhadap aspek epidemiologi lainnya. Studi potong-lintang dilakukan untuk mengetahui keberadaan vektor paska TAS-1 di Kabupaten Donggala. Kegiatan meliputi survei nyamuk dan survei lingkungan di dua lokasi terpilih yaitu Kelurahan kabonga Kecil, Kec. Banawa dan Desa Sabang, Kec. Dampelas Kabupaten Donggala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamuk tertangkap sebanyak 2.978 ekor dari genus Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, Armigeres, Uranotaenia, Coquilettidia dan Aedomvia, hasil pemeriksaan PCR menunjukkan nyamuk negatif Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yaitu: lubang pohon, kolam, sawah, barang bekas, bekas galian tambang, sungai, saluran air, genangan air, rawa, tambak, lubang galian, mata air, perahu, penampungan air, ban bekas, sumur, batok kelapa, dan kaleng bekas. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah termasuk pemantauan vektor dan lingkungan secara rutin harus terus digalakkan agar status eliminasi filariasis di Kabupaten Donggala dapat dipertahankan.
Penyusunan dan Penerapan Peraturan Desa tentang Pengendalian Schistosomiasis di Daerah Endemis Junus Widjaja; Ahmad Erlan; Intan Tolistiawaty; Yuyun Srikandi; Hasrida Mustafa
Jurnal Vektor Penyakit Vol 15 No 2 (2021): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v15i2.5492

Abstract

ABSTRACT In Indonesia, schistosomiasis is caused by the blood worm Schistosoma japonicum, resulting harmful impact on the economy and public health. Can lead to including stunting (stunting) and reduced learning ability, especially in of children. Schistosomiasis elimination strategies include cross-sectoral involvement and community participation. Implementation of the Bada Model is community empowerment in an effort to control schistosomiasis. Implementation of the Schistosomiasis Village Regulation is an important part. Methods were activities of drafting, submitting the drafts to the secretariat of the Poso Regional Government, socializing village regulations and ratifying village regulations and evaluating the implementation of village regulations. There was a decrease in the prevalence of schistosomiasis in humans, increased fecal collection coverage, and a decline in the number of snail foci. The application of village regulations apparently strengthens the control of schistosomiasis in endemic areas. ABSTRAK Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh cacing darah Schistosoma japonicum, Dampak buruk pada ekonomi dan kesehatan masyarakat. stunting dan berkurangnya kemampuan belajar pada anak-anak. Strategi eliminasi schistosomiasis antara lain keterlibatan lintas sektor dan peran serta masyarakat, Implementasi Model Bada merupakan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian schistosomiasis, Pelaksanaan Peraturan Desa Schistosomiasis merupakan salah bagian yang penting. Metode melalui pembuatan draf, pengajuan draf ke sekretariat Pemda Poso, sosialisasi perdes, pengesahan perdes dan evaluasi penerapan perdes. Adanya penurunan prevalensi schistosomiasis pada manusia, peningkatan cakupan pengumpulan tinja dan berkurangnya jumlah fokus keong. Penerapan Perdes menguatkan pengendalian schistosomiasis di daerah endemis.
PENENTUAN KAPASITAS VEKTORIAL Anopheles spp. DI DESA REJEKI KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH Yuyun Srikandi; M. Arie Wuryanto; Martini Martini
Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip) Vol 3, No 1 (2015): JANUARI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.715 KB) | DOI: 10.14710/jkm.v3i1.11345

Abstract

Malaria remains a public health problem public health problem in Sulawesi, especially in Rejeki Village, Palolo Subdistrict, Sigi District. Rejeki village was a high endemic area of malaria from 2009 until 2012. In 2013, there was no positive case malaria, but the environmental condision there were very approriate to malaria transmission. Recently, in Indonesia there was lack of data about vectorial status and host identification as Anopheles bloodmeal. This research aimed to determine the vectorial capacity value of Anopheles spp. This Study was descriptive obsevational analysis with cross sectional design. The sample was female Anopheles spp. that caught allnight from 06.00 pm up to 06.00 am, and the mosquitoes that caught at the rest time in early morning. The collection was held for 6 times start from April until September. The mosquitoes that collected in Rejeki village were An. barbirostris, An. nigerrimus, An. tesselatus, An. vagus, An. indifinitus, and An. umbrosus. The result showed the species which potency as malaria vector that An. barbirostris (0,001-0,003) and An. nigerrimus (0,001-0,058). The average age of An. barbirostris was 8,58-13,78 days and An. nigerrimus was 4,24-13,78 days. ELISA bloodmeals test resulted mosquitoes which consumed human bloodmeals are An. barbirostris and An. nigerrimus, include in anthropophilic and tend to endophagic. Integrated vector control method is recommended to be applied in effort to maintained low malaria endemicity. Cattle barrier was a good solution for the control of malaria.
Pola Spasial Temporal Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 Mujiyanto Mujiyanto; Made Agus Nurjana; Yuyun Srikandi; Hayani Anastasia; Ni Nyoman Veridiana; Ade Kurniawan; Nurul Hidayah; Sitti Chadijah; Rosmini Rosmini
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 32 No 2 (2022)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v32i2.2617

Abstract

Dengue Fever is a disease neglected tropical diseases are still a major problem in the field of public health, especially the tropics and subtropics. The spatial distribution of dengue fever cases and a location-based early warning system have not yet been developed properly. Modeling the spatial epidemiology of dengue is one of the applications of Geographic Information Systems (GIS). GIS can be used to determine the spatial patterns of temporal occurrence of dengue cases. The purpose of this study is to determine the spatial-temporal patterns of dengue cases based on the spatial statistical analysis in Palu 2011-2016. This study was an observational study with the cross-sectional design. . Samples of dengue cases were all reported from 2011 to June 2016 and were analyzed statistically using the averagenearest neighbor and space-time permutation. Estimation The results showed the spatial pattern of dengue cases from 2011- June 2016 tend to cluster. Clustering of dengue cases from 2011-2016 obtained two regions with significant clusters. The first cluster region has a p-value of 0.021.Time occurrence of dengue cases that have significant value from 1 March to 30 November 2011 with a total of 25 cases. Furthermore, for the second cluster showed a p-value of 0.037 with a span of the case from 1 May - June 30, 2013, with 17 cases. The main cluster locations or those that are spatially and temporally significant are located in six villages and become a priority in dengue controlling. The implementation of the eradication of dengue mosquito nests with the 3M plus movement and the one house one inspector movement was carried out intensively by prioritizing areas with significant clusters. Surveillance of cases and disease vectors should be improved and developed using GIS. Abstrak Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah utama di bidang kesehatan masyarakat khususnya negara-negara tropis dan subtropis. Distribusi spasial kasus demam berdarah dan sistem kewaspadaan dini berbasis lokasi sampai saat ini belum dikembangkan dengan baik. Pemodelan spasial epidemiologi DBD merupakan salah satu aplikasi dari Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG dapat digunakan untuk menentukan pola spasial temporal kejadian kasus DBD. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pola spasial-temporal kasus DBD berdasarkan analisis spasial statistik di Kota Palu Tahun 2011-2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan studi potong lintang. Sampel kasus DBD adalah semua yang dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan Juni 2016 dan dianalisis secara spasial statistik menggunakan average nearest neighbour dan space-time permutation. Estimation. Hasil penelitian menunjukkan pola spasial kasus DBD Tahun 2011- Juni 2016 cenderung mengelompok. Untuk pengelompokan kasus DBD Tahun 2011-2016 secara spasial-temporal didapatkan dua daerah dengan klaster yang signifikan. Wilayah klaster tersebut memiliki p-value 0,021 untuk wilayah pertama. Waktu kejadian kasus DBD yang memiliki nilai signifikan tersebut antara rentang waktu 1 Maret – 30 November 2011 dengan jumlah 25 kasus. Selanjutnya untuk klaster kedua didapatkan hasil p-value 0,037 dengan rentang waktu kasus 1 Mei – 30 Juni 2013 dengan jumlah 17 kasus. Lokasi klaster utama atau yang signifikan secara spasial temporal terdapat di enam kelurahan dan menjadi prioritas dalam pengendalian DBD. Pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk DBD dengan gerakan 3M plus dan gerakan satu rumah satu jumantik secara intensif dilakukan dengan memprioritaskan daerah dengan klaster yang signifikan. Surveilans kasus dan vektor penyakit harus ditingkatkan dan dikembangkan dengan memanfaatkan SIG.
Identifikasi Kecacingan pada Hewan Coba di Instalasi Hewan Coba Balai Litbang Kesehatan Donggala G Gunawan; Tri Juni Wijatmiko; Yuyun Srikandi; Intan Tolistiawaty; Leonardo Taruk Lobo
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2021: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.143 KB)

Abstract

Penyakit kecacingan pada hewan coba masih perlu mendapatkan perhatian dalam pemeliharaan hewan coba di Instalasi Hewan Coba Balai Litbang Kesehatan Donggala. Hewan coba yang dikembangbiakkan di Instalasi Hewan Coba adalah mencit (Mus musculus) dan tikus putih (Rattus norvegicus). Hewan coba tersebut banyak digunakan dalam penelitian, pengujian dan Pendidikan. Oleh karena itu, hewan coba harus memenuhi syarat bebas penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kecacingan pada hean coba di Instalasi Hewan Coba, Balai litbang Kesehatan Donggala. Penelitian dilakukan pada bulan Juli Tahun 2019. Sampel feses mencit berjumlah 40 ekor dan tikus putih berjumlah 44 ekor berhasil dikumpulkan. Sampel tersebut diperiksa dilaboratorium parasitologi, Balai Litbang Kesehatan Donggala dengan menggunakan metode formalin eter. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak dua sampel mencit terinfestasi telur cacing Aspicularis tetrapeta. Sedangkan sebanyak 17 ekor sampel tikus putih terinfestasi telur cacing Hymenolopis sp. Berdasarkan hasil pemeriksaan feses, maka perbaikan manajemen kandang untuk mengurangi dan mencegah resiko kejadian infeksi cacing parasit harus segera dilakukan. Dan juga perlu mempertimbangkan pemberian obat cacing pada hewan coba secara periodik.
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Anis Nur Widayati; Yuyun Srikandi; R Risti; N Nelfita; Intan Tolistiawaty; Hayani Anastasia
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.067 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
Tingkat Kepadatan Jentik Aedes di Pemukiman Warga Endemis DBD Kecamatan Turikale Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan Nurul Hidayah; Octaviani Mesatoding; Yuyun Srikandi
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.279 KB)

Abstract

Indonesia adalah negara kedua dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Jumlah kasus DBD keseluruhan tercatat sebanyak 1.213.324 selama 10 tahun terakhir. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu dari lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode tahun 2008-2017. Turikale merupakan salah satu wilayah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tinggi di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Kepadatan jentik nyamuk Aedes menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian DBD tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan tingkat kepadatan jentik nyamuk Aedes pada tempat perkembangbiakan nyamuk di pemukiman warga di Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros. Lokasi tersebut merupakan salah satu wilayah dengan kasus DBD yang tinggi setiap tahun. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019 dengan desain penelitian observasional. Survei dilakukan pada 150 rumah yang dipilih secara acak. Pada penelitian dilakukan pengukuran parameter indeks jentik, yaitu Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index (BI). Hasil penelitian ditemukan 58 rumah positif jentik. Hasil pengukuran parameter indeks jentik di lokasi penelitian diperoleh nilai CI sebesar 12,3%, HI sebesar 38,7% dan BI sebesar 57,3. Berdasarkan hasil pengukuran parameter jentik, tingkat kepadatan jentik nyamuk Aedes di Kecamatan Turikale termasuk dalam kriteria tinggi. Hal tersebut menjadi informasi yang penting sebagai kewaspadaan dini bagi masyarakat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Maros untuk mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah tersebut.
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Anis Nur Widayati; Yuyun Srikandi; R Risti; N Nelfita; Intan Tolistiawaty; Hayani Anastasia
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (818.247 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
Prevalensi Serkaria Schistosoma japonicum pada Keong Oncomelania hupensis lindoensis, Kepadatan Keong, dan Daerah Fokus, di Daerah Endemis, Indonesia Hayani Anastasia; Junus Widjaja; Samarang Samarang; Yuyun Srikandi; Risti Risti; Ade Kurniawan
Jurnal Vektor Penyakit Vol 16 No 1 (2022): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v16i1.6015

Abstract

ABSTRACT Schistosomiasis in Indonesia is caused by the trematode worm S. japonicum, with the snail Oncomelania hupensis lindoensis as the intermediate host. To eliminate schistosomiasis by 2020, cross-sectoral schistosomiasis control is carried out, including implementing environmental management based on the results of mapping the focus areas. This study aimed to determine whether there was a decrease in foci and infection rates in snails with comprehensive cross-sectoral schistosomiasis control activities in the pilot village. This study used a cross-sectional design conducted in six schistosomiasis endemic areas. The results showed that snail density, infection rate, and the number of focus areas decreased after the inter-sectoral intervention. The prevalence of schistosomiasis in snails varied; in some focus areas, the prevalence of schistosomiasis in snails decreased after the intervention, but in some focus areas, the prevalence of snails did not decrease. ABSTRAK Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis S. japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020 pengendalian schistosomiasis dilakukan oleh lintas sektor termasuk didalamnya pelaksanaan manajemen lingkungan yang dilakukan berdasarkan hasil pemetaan daerah fokus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada penurunan jumlah fokus dan infection rate pada keong dengan adanya kegiatan pengendalian schistosomiasis secara komprehensif oleh lintas sektor di desa percontohan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan di enam daerah endemis schistosomiasis. Hasil menunjukkan kepadatan keong, infection rate, dan jumlah daerah fokus menurun setelah dilakukan intervensi oleh lintas sektor. Prevalensi schistosomiasis pada keong bervariasi, sebagian daerah fokus prevalensi schistosomiasis pada keong berkurang setelah dilakukan intervensi, namun pada beberapa daerah fokus prevalensi pada keong tidak mengalami penurunan.