Agus Arifin Sentosa
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN INTRODUKSI DI DANAU BATUR, BALI Agus Arifin Sentosa; Danu Wijaya
BERITA BIOLOGI Vol 11, No 3 (2012)
Publisher : Research Center for Biology-Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/beritabiologi.v11i3.503

Abstract

Lake Batur is the largest lake in Bali island, however information on introduced fish community is not available yet. The research aimed to identify the community structure and ecological status of the introduced fish in Lake Batur, Bali. The study was carried out on May, July and October 2011 using survey method. The fishes were obtained using experimental gill nets and by fishermen. Data analysis included index of diversity, evenness, dominance, species richness and the abc (abundance-biomass comparison) curve. The results showed the tilapia (Oreochromis niloticus) was the dominant species. The status of introduced fish community suggested to ecological stress but it was relatively undisturbed.
KELIMPAHAN STOK IKAN ARWANAPAPUA(Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) DI SUNGAI KUMBE, KABUPATEN MERAUKE, PAPUA Agus Arifin Sentosa; Arip Rahman; Hendra Satria
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.059 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.2.2015.115-122

Abstract

Sungai Kumbe merupakan salah satu habitat utama ikan arwana Papua (Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) di Kabupaten Merauke. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelimpahan ikan arwana Papua di Sungai Kumbe, Merauke. Pengambilan data dilakukan pada Februari–Maret dan November-Desember 2013 dengan metode survei melalui percobaan penangkapan serta wawancara langsung dengan nelayan dan pengumpul anakan arwana. Kelimpahan dihitung dengan membagi jumlah induk atau anakan arwana dengan luas area tercakup. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kelimpahan induk dan anakan ikan arwana Papua di Sungai Kumbe adalah sebanyak 1 ekor induk/ha dan 58 ekor anakan/ha. Total anakan yang dapat dimanfaatkan dari perairan Sungai Kumbe agar populasi ikan arwana Papua terjaga kelestariannya adalah sebanyak 321 – 6.419 ekor anakan.Kumbe River is one of the major habitats of saratoga (Scleropages jardinii Saville-Kent, 1892) in Merauke Regency. This research aims to determine saratoga abundance in Kumbe River, Merauke. The data were collected in February–March and November-December 2013 by survey methods through experimental fishing and direct inverview with fishermen and fries saratoga collectors. The abundance was calculated by the total catch of brood and fries per area. Results show that the abundance of the saratoga broodstocks and fries was estimated about 1 individual/ ha and 58 individual/ha respectively. Total fries saratoga that can be harvested for sustainable saratoga fisheries in Kumbe River ranged of 321–6,419 fries.
PARAMETER POPULASI HIU MARTIL (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA Agus Arifin Sentosa; Dharmadi Dharmadi; Didik Wahju Hendro Tjahjo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.288 KB) | DOI: 10.15578/jppi.22.4.2016.253-262

Abstract

Hiu martil (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) merupakan salah satu target tangkapan bagi perikanan artisanal di Indonesia. Dengan status konservasi masuk dalam Appendix II CITES, pengelolaan terhadap hiu martil telah menjadi perhatian khusus di bidang perikanan tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek parameter populasi hiu martil yang tertangkap di perairan selatan Nusa Tenggara pada periode Januari – Desember 2015. Data ukuran panjang dan jenis kelamin diperoleh di Tempat Pendaratan Ikan Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Analisis dilakukan secara deskriptif menggunakan perangkat lunak FiSAT II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 634 ekor hiu martil yang tertangkap didominasi oleh jenis kelamin betina dengan sebaran ukuran panjang total berkisar antara 81 – 320 cm (rerata 211,2 cm) dan jenis kelamin jantan berkisar antara 91 – 310 cm (rerata 176,9 cm). Dominasi kelompok hiu muda yang belum matang kelamin berpotensi terjadinya recruitment overfishing. Hiu martil mampu mencapai panjang asimtot 399 cm. Laju pertumbuhan dan mortalitas jenis hiu jantan lebih tinggi dibandingkan jenis betina. Populasi hiu martil telah mengalami kondisi tangkap lebih sehingga perlu adanya regulasi dan pengelolaan agar pemanfaatannya tetap lestari. The scalloped hammerhead sharks (Sphyrna lewini Griffith & Smith, 1834) is one of the main target fishing for artisanal shark fisheries in Indonesia. By the conservation status of Appendix II CITES, its management had been concerned in capture fisheries. This research aimed to assess some aspects of scalloped hammerhead shark population parameters caught in the southern of Nusa Tenggara in the period from January to December 2015. Fish length and sex was obtained in Tanjung Luar landing site, East Lombok, West Nusa Tenggara. The analysis was done descriptively used FiSAT II software. The results showed that 634 individuals of hammerhead shark caught dominated by female with a total length size distribution ranging between 81-320 cm (mean 211.2 cm) and male ranged between 91-310 cm (mean 176.9 cm). The dominance catch of juvenile sharks with immature was potential to recruitment overfishing. Sphyrna lewini was capable of reaching 399 cm asymptotic length. The growth rate and mortality of male sharks was higher than female. The population of S. lewini had been overfished so that the regulation and management are needed in order to maintain their sustainability of the population.
SEBARAN UKURAN MORFOLOGI LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) HASIL TANGKAPAN DI SUMATERA SELATAN Agus Arifin Sentosa; Astri Suryandari
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 20, No 3 (2014): (September 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.116 KB) | DOI: 10.15578/jppi.20.3.2014.129-136

Abstract

Labi-labi (Amydacartilaginea) merupakan salah satu komoditas tangkapan untuk ekspor di Sumatera Selatan. Status perlindungannya telah masuk dalam Appendix II CITES dan kategori rawan menurut IUCN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran ukuran morfologi A. cartilaginea hasil tangkapan di Sumatera Selatan. Data tangkapan labi-labi diperoleh dari catatan enumerator  selama 2013 di Kabupaten Musi Rawas, Musi Banyuasin dan Lubuklinggau. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa labi-labi yang tertangkap dari Musi Rawas dan Lubuklinggau memiliki ukuran morfologi yang lebih besar dibandingkan dari MusiBanyuasin. Labi-labi yang dominan tertangkap memiliki bobot < 5,5 kg (52,45%). Sebaran labi-labi yang tertangkap dengan bobot tangkapan total > 1000 kg dan total tangkapan > 200 ekor tahun-1 terdapat di Jaya Loka, Megang Sakti dan Lakitan Ulu (Kabupaten Musi Rawas) serta di Sekayu, Batanghari Leko dan Babat Toman (Kabupaten Musi Banyuasin).The Asiatic softshell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) is one of the export commodities in South Sumatera. Its conservation status has been included in Appendix II CITES and IUCN vulnerable category. The objective of study is to determine the distribution of morphological size of A. cartilaginea caught in South Sumatera. The softshell turtle catch data was collected and recorded by enumerators during 2013 in District Musi Rawas, Musi Banyuasin and Lubuklinggau. Data were analysed descriptively. The results show that the morphological size of softshell turtle caught from Musi Rawas and Lubuklinggau were bigger than from Musi Banyuasin. The Asiatic softshell turtle catch distribution with a total catch body mass >1000 kg and total catch >200 individuals year-1 were found in Jaya Loka, Megang Sakti and Lakitan Ulu (Musi Rawas Regency) and Sekayu, Batanghari Leko and Babat Toman (Musi Banyuasin Regency).
PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN HIU DARI RAWAI HANYUT DAN DASAR YANG BERBASIS DI TANJUNG LUAR, LOMBOK Agus Arifin Sentosa; Nanang Widarmanto; Ngurah Nyoman Wiadnyana; Fayakun Satria
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.309 KB) | DOI: 10.15578/jppi.22.2.2016.105-114

Abstract

Aktivitas penangkapan hiu sebagai target tangkapan utama bagi perikanan rawai di Tanjung Luar, Lombok Timur berlangsung sepanjang tahun dengan upaya penangkapan yang terus meningkat. Tingginya upaya penangkapan dapat meningkatkan jumlah dan jenis hasil tangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan hiu dari alat tangkap rawai hanyut dan rawai dasar yang dioperasikan oleh nelayan yang berbasis di PPI Tanjung Luar, Lombok Timur. Data tangkapan diperoleh melalui catatan enumerator di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Januari – November 2015. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan perhitungan laju tangkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju tangkap rawai hiu yang dioperasikan nelayan Tanjung Luar berfluktuasi tiap bulan dengan rerata 73,98±40,58 kg/hari dan rerata laju pancing 4,32±2,23 ekor/100 pancing. Laju tangkap cenderung mulai mengalami peningkatan mulai bulan April dan mencapai puncaknya sekitar November. Laju tangkap rawai hanyut lebih tinggi dibandingkan rawai dasar. Total hasil tangkapan didominasi oleh Carcharhinus falciformis (42,12%), Prionace glauca (10,51%) dan C. limbatus (10,32%) dimana C. falciformis dan P. glauca cenderung lebih banyak tertangkap oleh rawai hanyut sedangkan C. limbatus banyak tertangkap oleh rawai dasar. Jenis hiu hasil tangkapan rawai dasar lebih beragam (26 jenis) dibanding rawai hanyut (18 jenis). Rawai hanyut cenderung lebih banyak menangkap jenis hiu dengan status konservasi rawan dan langka menurut Daftar Merah IUCN serta masuk dalam Appendiks CITES.