Rita Evalina
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Gambaran Klinis dan Kelainan Imunologis pada Anak dengan Lupus Eritematosus Sistemik di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan Rita Evalina
Sari Pediatri Vol 13, No 6 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.6.2012.406-11

Abstract

Latar belakang. Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang disebabkan oleh keterkaitan faktor lingkungan, hormonal dan genetik. Manifestasi klinis dan hasil laboratorium diperlukan untuk menegakkan diagnosis LES. Tujuan. Untuk melihat pola gambaran klinis dan abnormalitas laboratorium pada anak LES yang datang ke Poli Alergi Imunologi Anak Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan. Metode. Penelitian merupakan studi deskriptif terhadap 12 anak dengan diagnosis LES berdasarkan kriteria American College of Rheumatology(ACR) revisi yang datang ke Poliklinik Alergi Imunologi Anak RSUP Adam Malik Medan sejak tahun 2006-2010. Catatan medis pasien LES dikumpulkan untuk melihat gambaran klinis dan kelainan imunologis. Hasil. Dua belas pasien memenuhi kriteria ACR yang direvisi, terdiri dari 11 anak perempuan dan satu anak laki-laki, dengan rerata usia 10,25 (antara 3-15 tahun). Semua pasien dengan manifestasi klinis demam, ruam kulit berbentuk kupu-kupu, nyeri sendi dan penurunan berat badan. Pemeriksaan laboratorium pada semua pasien menunjukkan anemia, test ANA positif, dan kenaikan titer anti ds-DNAKesimpulan. Demam, ruam kupu-kupu, nyeri sendi dan penurunan berat badan merupakan manifestasi klinis yang paling sering dan ditemukan pada semua pasien.Anemia, test ANA positif, dan kenaikan titer anti-dsDNA juga ditemukan pada semua pasien.
Studi Deskriptif Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan Rita Evalina
Sari Pediatri Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.2.2012.73-8

Abstract

Latar belakang. Anak mendapat infeksi HIV terutama akibat transmisi selama dalam kandungan, saat persalinan, dan saat mendapat air susu ibu. Bayi dan anak yang terinfeksi HIV kemungkinan akan berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome(AIDS) atau akan tetap asimtomatis sampai beberapa tahun sebelum terjadi infeksi oportunistik. Tujuan. Menilai profil infeksi HIV di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan.Metode. Penelitian deskriptif retrospektif terhadap semua anak dengan infeksi HIV antara tahun 2006 sampai 2010. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Hasil. Selama periode 5 tahun didapatkan 53 anak dengan diagnosis infeksi HIV (35 laki-laki dan 18 perempuan), 46 (86,8%) lahir secara spontan dan 7 (13,2%) dengan seksio sesaria. Dari riwayat pemberian makan saat bayi, Asi dan formula diberikan kepada 41 (77,4%) anak dan 12 (22,6%) anak hanya mendapat susu formula. Supresi imun berat terdapat pada 38 (71,7%) anak, supresi imun sedang pada 8 (15,1%), supresi imun ringan pada 2 (3,8%) anak dan 5 (9,4%) anak tanpa supresi imun. Malnutrisi berat ditemukan pada 30 (56,6%) anak, 16 (30,1%) malnutrisi sedang, dan 7 (13,2%) anak gizi normal. Gambaran klinis adalah malnutrisi berat pada 30 (56,6%) anak, kandidiasis mulut 18 (34%) anak dan diikuti dengan diare berkepanjangan 14 (26,4%) anak dan tuberkulosis pada 13 (24,5%) anak. Empat puluh lima (84,9%) anak memiliki kedua orang tua positif terinfeksi HIV, 6 (11,3%) anak hanya ibu yang positif HIV, dan 2 (3,8%) anak kedua orang tuanya tidak terinfeksi HIV (satu anak adopsi dan satu lagi ada riwayat transfusi). Tiga puluh tujuh (69,8%) anak sudah mendapat terapi antiretroviral (ART), 8 (15,2%) anak belum terindikasi ART, dan 8 (15,2%) anak hilang dari pemantauan. Tiga puluh sembilan (73,6%) anak masih hidup, 6 (11,3%) anak sudah meninggal, dan 8 (15,1%) anak tidak diketahui. Kesimpulan. Anak dengan infeksi HIV mayoritas lahir secara spontan, mendapat ASI campur susu formula dan mengalami malnutrisi berat serta supresi imun berat saat diagnosis ditegakkan.
Sensitivitas dan Spesifisitas Kriteria American College of Rheumatology (ACR) dan Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) untuk Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik Krisnarta Sembiring; Lily Irsa; Rita Evalina; Mahrani Lubis
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46, No 1 (2019): Obstetri - Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v46i1.543

Abstract

Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang sering dijumpai pada remaja. Manifestasi klinis yang bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga menyebabkan angka kecacatan dan kematian penyakit ini cukup tinggi. Terdapat dua kriteria penegakan diagnosis LES, yaitu: kriteria American College of Rheumatology (ACR) dan Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC). Kriteria SLICC lebih sensitif dibandingkan ACR sehingga lebih baik untuk menapis pasien dan mempercepat manajemen penyakit.Systemic lupus erythematosus (SLE) is a common autoimmune disease in adolescents. Various clinical manifestations and unpredictable clinical course reslut in high morbidity and mortality. Two diagnostic criteria are: American College of Rheumatology (ACR) and Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) criteria. SLICC criteria is more sensitive; it is better to be used to screen patients and hasten the management of the disease.
Characteristics of pneumonia in children with suspected/confirmed COVID-19 Rizal Marubob Silalahi; Wisman Dalimunthe; Rita Evalina; Juliandi Harahap; Bidasari Lubis; Inke Nadia D. Lubis
Paediatrica Indonesiana Vol 63 No 2 (2023): March 2023
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi63.2.2023.57-64

Abstract

Background The most common COVID-19 infection clinical features in pediatric patients are similar to those of other pulmonary diseases, i.e., fever, cough, and shortness of breath. Information about the characteristics of coinfection and superinfection in COVID-19 cases can reduce misdiagnosis and differentiate COVID-19 from other pulmonary infections. Objective To observe the characteristics of pneumonia in children with suspected/confirmed COVID-19. Methods This descriptive study used medical record data of children hospitalized from 1 January 2020 – 31 January 2021 to describe the characteristics of pneumonia in suspected and confirmed COVID-19 cases in Haji Adam Malik Hospital, Medan, North Sumatra. Pneumonia-related findings, such as clinical symptoms, chest X-ray, and blood test results,were collected. Results There were 27 confirmed and 34 suspected COVID-19 children. Most of them were aged 6 to 8 years. Pneumonia was significantly associated with COVID-19. In confirmed COVID-19 cases, fever persisted after 3 days, with cough and shortness of breath. Patients did not have flu symptoms, but had below normal SpO2 (81-90%). The occurrence of lung rhonchi was significant in confirmed COVID-19 group. Chest X-ray results showed lung opacity in all confirmed COVID-19 patients. Mean white blood cell (WBC) count was significantly lower in COVID-19 confirmed (3.49x103/µL) vs. suspected group (17.9 x103/µL) (P=0.011). Mean CRP was significantly higher in COVID-19 confirmed (26.5 mg/L) vs. suspected group (4 mg/L). Conclusion Pneumonia with confirmed COVID-19 cases present with longer fever and lower SpO2. Patients are presented with lung ronchi, had lower WBCcount, and higher CRP. Chest X-ray shows opacity and consolidation.
Sensitivitas dan Spesifisitas Kriteria American College of Rheumatology (ACR) dan Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) untuk Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik Krisnarta Sembiring; Lily Irsa; Rita Evalina; Mahrani Lubis
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46 No 1 (2019): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v46i1.538

Abstract

Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang sering dijumpai pada remaja. Manifestasi klinis yang bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga menyebabkan angka kecacatan dan kematian penyakit ini cukup tinggi. Terdapat dua kriteria penegakan diagnosis LES, yaitu: kriteria American College of Rheumatology (ACR) dan Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC). Kriteria SLICC lebih sensitif dibandingkan ACR sehingga lebih baik untuk menapis pasien dan mempercepat manajemen penyakit. Systemic lupus erythematosus (SLE) is a common autoimmune disease in adolescents. Various clinical manifestations and unpredictable clinical course reslut in high morbidity and mortality. Two diagnostic criteria are: American College of Rheumatology (ACR) and Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) criteria. SLICC criteria is more sensitive; it is better to be used to screen patients and hasten the management of the disease.