Alifah Anggraini
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Keperawatan, Dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada/RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Faktor Prediktor Kematian Neonatus dengan Malformasi Anorektal Pasca Operasi Ariadne Tiara Hapsari; Tunjung Wibowo; Alifah Anggraini; Setya Wandita; Ekawaty Lutfia Haksari
Sari Pediatri Vol 23, No 5 (2022)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.5.2022.323-9

Abstract

Latar belakang. Anorectal malformation (ARM) atau imperforate anus atau malformasi anorektal (MAR) atau atresia ani merupakan kelainan bawaan yang sering ditemui. Kematian neonatus MAR yang tidak segera terdiagnosis masih terjadi. Kesakitan neonatus MAR pasca operasi dikaitkan dengan infeksi saluran kencing dan gangguan pertumbuhan, serta dapat terjadi perforasi usus serta septikemia yang dapat menyebabkan kematian. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor prediktor yang memengaruhi kematian neonatus dengan MAR pasca operasi.Metode. Dilakukan penelitian kohort retrospektif pada data neonatus malformasi anorektal pasca operasi di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta antara Januari 2013 - Desember 2019. Data karakteristik berupa jenis kelamin, usia kehamilan, berat lahir, usia operasi, fistula, VACTERL, penyakit jantung bawaan, sepsis, dan usia ibu.Hasil. Diperoleh 188 neonatus MAR dari 9736 neonatus yang dirawat di bangsal perinatal dan NICU pada periode Januari 2013- Desember 2019. Analisis bivariat diperoleh variabel: usia kehamilan, berat lahir, penyakit jantung bawaan, dan sepsis merupakan faktor prediktor kematian pada neonatus MAR. Dari analisis multivariat didapatkan variabel yang dapat menjadi faktor prediktor kematian neonatus MAR pasca operasi adalah penyakit jantung bawaan (OR:3,91;CI 95% :1,52-10,03) dan sepsis (OR:3,16; CI 95% :1,45-6,89).Kesimpulan. Penyakit jantung bawaan dan sepsis merupakan faktor prediktor kematian pada neonatus malformasi anorektal.
Skor prediktor kematian sepsis neonatorum awitan dini Rizki Kawa Ramadani; Alifah Anggraini; Setya Wandita
Sari Pediatri Vol 18, No 2 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.2.2016.117-21

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum awitan dini memiliki angka kematian tinggi dan sering memerlukan perawatan intensif. Beberapa sistem skor dikembangkan sebagai prediktor luaran, tetapi sering hanya pada berat lahir rendah atau memerlukan banyak pemeriksaan penunjang. Sistem skoring baru yang mudah, sederhana, cepat, dan dapat diaplikasikan akan memudahkan klinisi memprediksi luaran untuk pemilihan intervensi maupun konseling.Tujuan. Mengembangkan model skor sebagai prediktor kematian sepsis neonatorum awitan dini.Metode. Penelitian kohort retrospektif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan data sekunder bayi lahir bulan Januari 2014 – Mei 2015 dengan sepsis neonatorum awitan dini sesuai kriteria klinis. Bayi dieksklusi jika memiliki kelainan bawaan mayor atau data tidak lengkap. Pengembangan sistem skoring dengan metode Spiegelhalter Knill-Jones. Pembobotan skor digunakan nilai koefisien regresi logistik, sedangkan penentuan nilai titik potong skor digunakan kurva receiver operating characteristics (ROC).Hasil. Seratus delapan subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Mortalitas sebesar 24%. Pengambilan skor 6 variabel yang memenuhi nilai LR, yaitu usia kehamilan (≤33 minggu: skor: 2, >33 minggu: skor -4), asfiksia (ya: 4, tidak: -5), leukopenia (≤5000: 10, >5000: 0), Trombositopenia (≤100.000: 5, >100.000: 0), absolute neutrophyl count (≤2000: 18, >2000: -1), dan biakan kuman (tumbuh: 10, tidak tumbuh: -3). Area under curve (AUC) adalah 83,8% (74,3%-92%). Titik potong pada skor 2 memiliki sensitivitas 84,6%, spesifisitas 64,4%, nilai ramal positif 43%, nilai ramal negatif 93%, likelihood ratio (LR) positif 2,39, dan LR negatif 0,24.Kesimpulan. Skor ≥2 dapat memprediksi kematian sepsis neonatorum awitan dini. 
Faktor Risiko Kematian Neonatus dengan Penyakit Membran Hialin Alifah Anggraini; Sumadiono Sumadiono; Setya Wandita
Sari Pediatri Vol 15, No 2 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.621 KB) | DOI: 10.14238/sp15.2.2013.75-80

Abstract

Latar belakang.Angka kematian bayi (AKB) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2002-2003 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup. Dua pertiga kematian bayi merupakan kematian neonatal dan disebabkan terutama oleh persalinan prematur. Penyakit membran hialin (PMH) merupakan penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Tujuan.Mengetahui faktor-faktor risiko yang memengaruhi kematian pasien PMH yang dirawat di Instalasi Maternal Perinatal RSUP Dr. Sardjito.Metode. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kasus-kontrol berdasarkan data sekunder dari data dasar neonatus dan catatan medik pasien bayi baru lahir yang dirawat dan didiagnosis PMH di RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta selama tahun 2007 – 2011.Hasil. Proporsi kematian neonatus dengan penyakit membran hialin di RSUP Dr. Sardjito selama 2007 – Oktober 2011 adalah 52%. Faktor risiko kematian neonatus dengan penyakit membran hialin yang bermakna secara statistik adalah asfiksia dengan OR 4,97 (IK 95% 2,39-10,28). Analisis dengan metode regresi logistik menunjukkan bahwa asfiksia merupakan faktor risiko independen kematian neonatus dengan penyakit membran hialin (aOR 5,15, IK 95% 2,43-10,91). Kesimpulan.Asfiksia merupakan faktor risiko independen kematian neonatus dengan penyakit membran hialin. Penanganan asfiksia dengan resusitasi yang tepat diperlukan untuk menurunkan risiko kematian neonatus dengan penyakit membran hialin. S
Infant feeding practice on growth velocity in 4-6 month-olds Joko Kurniawan; Alifah Anggraini; Madarina Julia
Paediatrica Indonesiana Vol 58 No 1 (2018): January 2018
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1199.89 KB) | DOI: 10.14238/pi58.1.2018.36-41

Abstract

Background In developing countries, 5-10% of infants suffer from failure to thrive. Adequate feeding is the most crucial factor for optimal growth in early life. Objective To assess the differences in growth velocity at 4 to 6 months of age, based on the infant feeding practices. Methods This cross-sectional study involving 4 to 6 month-old babies from 6 public health centres in Yogyakarta was performed from August to November 2016. Data on body weight, and growth velocity as they related to weight at birth were collected. Subjects were divided into groups according to their feeding practices. Results Of 173 subjects, 130 (75%) infants were exclusively breastfed, 19 infants (11%) were given breast milk and formula, 14 (8%) infants were given breast milk and complementary food (8%), and 10 (6%) infants were given formula and complementary food. The mean growth velocity z-scores by group were as follows: exclusively breastfed 0.04 (SD 1.15) (95%CI -0.16 to 0.24), breast milk and formula -0.61 (SD 0.84) (95%CI -1.01 to -0.21), breast milk and complementary food -0.69 (SD 1.14) (95%CI -1.35 to -0.04), formula and complementary food 0.23 (SD 1.50) (95%CI: -0.84 to 1.31). The mean difference in growth velocity between the exclusively breastfed vs. breast milk and formula groups was 0.65 (SD 0.28) (95%CI: 0.10 to 1.20; P=0.02); vs. breast milk and complementary food was 0.73 (SD 0.32) (95%CI: 0.10 to 1.37; P=0.02); and vs. formula and complementary food was -0.19 (SD 0.37) (95%CI: -0.93 to 0.55; P=0.61). Conclusion Exclusively breastfed have the most optimal growth velocity compared to infants who experience other feeding practices.
Lama Pemberian Air Susu Ibu pada Bayi Kurang Bulan dan Faktor yang Memengaruhi Tunjung Wibowo; Alifah Anggraini; Elysa Nur Safrida; Setya Wandita; Ekawaty Lutfia Haksari
Sari Pediatri Vol 24, No 5 (2023)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp24.5.2023.294-8

Abstract

Latar belakang. Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi yang penting untuk bayi kurang bulan. Pemberian ASI pada bayi kurang bulan mempunyai banyak kendala yang akan memengaruhi keberhasilan pemberian ASI. Tujuan. Mengetahui durasi pemberian ASI pada bayi yang lahir kurang bulan dan faktor-faktor yang memengaruhiMetode. Rancang bangun penelitian adalah potong lintang. Data diambil dari registri bayi kurang bulan yang dirawat di bangsal Perinatologi RSUP Dr. Sardjito, yang lahir antara 1 Januari 2018 – Desember 2018. Bayi yang tidak mendapatkan ASI karena alasan medis, misal ibu menderita HIV, ibu mendapatkan kemoterapi atau karena ibu meninggal dunia dikeluarkan dari penelitian ini. Analisis simple dan multiple linear regression dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas terhadap lama pemberian ASI. Hasil. Sebanyak 79 bayi kurang bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi direkrut ke dalam penelitian. Rerata ± SD lama pemberian ASI pada bayi kurang bulan adalah 10,8±8,1 bulan dengan median 7 bulan. Bayi yang mendapatkan ASI sampai usia 2 bulan adalah 96,2%, usia 4 bulan 89,9%, 6 bulan 81%, 8 bulan 45,6 %, 10 bulan 34,2%. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang secara independent terbukti bermakna memengaruhi lama menyusui adalah usia pertama kali bayi diberikan susu formula (?=0,66; p=<0,001) dengan adjusted R2= 0,34.Kesimpulan. Waktu pertama kali diberikan susu formula memengaruhi lama pemberian ASI. Semakin akhir pemberian susu formula akan semakin lama pemberian ASI.