Dika Supyandi
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KEBERDAYAAN PETANI PADI ORGANIK DALAM MEMENUHI PERMINTAAN PASAR TERSTRUKTUR (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Sarinah Kabupaten Bandung) Yayat Sukayat; Dika Supyandi
Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian Unpad Vol 1, No 1 (2016): Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian
Publisher : Departemen Sosial Ekonomi Faperta Unpad

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1109.257 KB) | DOI: 10.24198/agricore.v1i1.22693

Abstract

ABSTRAKPermintaan beras organik di Kabupaten Bandung terus meningkat, dari 2 ton pada tahun 2012,menjadi 20 ton pada tahun 2015. Pangsa pasar beras organik pada umumnya lapisan masyarakat kelasmenengah ke atas, sehingga beras organik lebih banyak dijual di pasar terstruktur. Peningkatanpermintaan tersebut direspon oleh pemerintah melalui penguatan petani dan kelembagaannya.Kelompok Tani Sarinah merupakan salah satu lembaga petani padi organik yang terus berbenah dandiberdayakan pemerintah sebagai upaya mengimbangi laju permintaan. Pada umumnya, pasar berasorganik sangat memperhatikan kuantitas, kualitas, kontinuitas dan komitmen, oleh karena itupemberdayaan petani padi organik ditekankan kepada empat hal tersebut. Pertanyaannya, bagaimanaperkembangan keberdayaan petani dalam mengusahakan padi organik? Penelitian ini didesain secarakualitatif dengan metode studi kasus dan analisis etik-emik. Hasil penelitian mengungkap bahwapetani padi organik di Kelompok Tani Sarinah sudah berdaya dalam aspek teknis produksi danmembangun jejaring kerjasama. Secara ekonomi para petani sudah mampu memupuk modal sendiridan secara psikologis sudah bisa mengikuti perkembangan pasar. Artinya petani yang berafiliasi dalamKelompok Tani Sarinah sudah berdaya, sehingga mampu memenuhi empat kriteria yang diinginkanpasar padi organik.Kata kunci: petani, padi organik, pasar terstruktur, keberdayaan.ABSTRACTDemand for organic rice in Bandung Regency continues to increase, from 2 tons in 2012 to 20 tons in2015. The market share of organic rice is generally middle and higj class people, so that more organicrice are sold in structured market. The increase in demand is responded by farmers and governementthrough farmers and its institutional strengthening. Sarinah Farmers Group is an organic rice farmersinstitution that continues to improve and empowered by the government to anticipate the demand. Ingeneral, the organic rice market is very concerned with quantity, quality, continuity and commitment.Therefore, organic rice farmer empowerment is emphasized to these four points. The question is, howthe development of the empowered status of farmers who cultivate organic rice? This study wasdesigned quantitatively through case study methods and analysis of ethics-emic. The results of thestudy reveal that the organic rice farmers in Sarinah Farmers Group has been empowered in terms oftechnical aspects of production and network building. Economically, the farmers have been able tocultivate their own capital and psychologically was able to follow market developments. This meansthat farmers who are affiliated with Sarinah Farmer Group have owned powers in order to meet thefour criteria desired by organic rice market.Keywords: farmer, organic rice, structured market, empowered.
INTEGRASI PARTICIPATORY PLANT BREEDING DAN PREFERENSI KONSUMEN: PELUANG PENERAPANNYA DALAM PENGEMBANGAN VARIETAS KEDELAI BARU DI INDONESIA Dika Supyandi; Yayat Sukayat; Meddy Rachmadi
Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian Unpad Vol 1, No 1 (2016): Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian
Publisher : Departemen Sosial Ekonomi Faperta Unpad

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1097.852 KB) | DOI: 10.24198/agricore.v1i1.22694

Abstract

ABSTRAKMetode pemuliaan tanaman formal tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, terkait dengan beragamnyakondisi agroekosistem pertanaman dan sosial budaya masyarakat serta karakteristik produk benih yangdibutuhkan. Karakteristik benih yang dibutuhkan dapat ditelusur dari pengguna itu sendiri, yang bukanhanya di tingkat petani pengguna benih, tetapi juga sampai pada konsumen akhir pengguna produkusahatani. Salah satu pendekatan yang saat ini mulai banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaantanaman adalah participatory plant breeding (PPB). Dalam pendekatan ini, petani beserta pelakulainnya, seperti penyuluh pertanian dan peneliti pemulia, berpartisipasi dalam pengembangan varietasbaru. Kata participatory berarti bahwa aktivitas pemuliaan tanaman ini bersifat inklusif,mempromosikan keragaman genetik, serta memberdayakan petani dan masyarakat perdesaan. PPBdapat dikenali dari tujuannya (pendekatan proses atau fungsional), konteks kelembagaannya (farmerled atau formal led), dan bentuk interaksi antar petani dan pemulia (konsultatif, kolaboratif, ataukolegial). Namun demikian, upaya pemuliaan kedelai saat ini, seyogyanya diantisipasi tidak hanyasampai pada tingkat petani pengguna tetapi lebih jauh lagi hingga tingkat pengguna akhir, dalam halini para pengrajin pangan berbahan baku kedelai. Oleh karenanya, integrasi antara pendekatanpemuliaan kedelai yang lebih partisipatif dengan produksi yang didorong permintaan pasar harusmenjadi perhatian. Artikel ini adalah studi literatur, mendeskripsikan cara mengimplementasikan PPB,perhatian terhadap preferensi konsumen akhir kedelai dan peluang penerapan integrasi antara PPB danpreferensi konsumen dalam pengembangan varietas kedelai baru di Indonesia. Sejumlah prasyaratharus dipenuhi dalam penerapan PPB, khususnya dalam konteks pengembangan varietas kedelai baru.Kata kunci:pengembangan varietas kedelai, participatory plant breedingABSTRACTFormal led plant breeding has not been always suitable with the needs, related to variance ofenvironmental and socio-cultural conditions and needed seed characteristics. Needed seedcharacteristics could be traced from the users, which is not only at seed user farmers level, but also atend consumers. Participatory plant breeding has begun to be a popular approach in plant breedingactivities, where farmers with other actors, such as agriculture extension officers and plant breedingresearchers work together to develop new variety of plants. The word “participatory” means that thisactivity is inclusive, promote genetics variability, and empower farmers as well as rural community.Participatory plant breeding can be recognized from the goals (process approach or functionalapproach), institutional contexts (farmer led or formal led), and interaction between farmers andbreeders (consultative, collaborative, or collegial). However, recent soybean breeding efforts shouldbe anticipated not only at user farmer level, but also at end user, namely food industries usingsoybean as raw material. This paper is a literature study; describe means to implement participatoryplant breeding, attentions toward soybean’s end consumer preferences, and the implementationopportunity of integration between PPB and consumer preference to develop new soybean variety inIndonesia. Several preconditions are needed to implement participatory plant breeding, particularlyin the context of development of new soybean variety.Keywords: soybean variety improvement,participatory plant breeding
REFLEKSI PARADIGMA KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA: STUDI KASUS GERAKAN PANGAN LOKAL DI FLORES TIMUR Adi Nugraha; Mochamad S. Hestiawan; Dika Supyandi
Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian Unpad Vol 1, No 2 (2016): Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian
Publisher : Departemen Sosial Ekonomi Faperta Unpad

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1517.11 KB) | DOI: 10.24198/agricore.v1i2.22717

Abstract

ABSTRAKKedaulatan Pangan telah diadopsi sebagai pendekatan pembangunan pangan dan pertanian nasionalbersama dengan konsep kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Namun, Program yangdiinisiasi pemerintah lebih dipengaruhi oleh paradigma ketahanan pangan dan kemandirian panganyang lebih rentan terhadap rezim korporasi pangan. Kedaulatan pangan perlu lebih jauhdidiseminasikan sebagai alternatif terhadap rezim korporasi pangan. Studi ini merupakan studikualitatif deskriptif yang menggunakan pendekatan etnografis dalam pengambilan informasi. Kajianterhadap Persepsi terhadap operasionalisasi konsep kedaulatan pangan di tingkat petani dapatdiungkap secara lebih detail salah satunya dengan teori Hegemoni Gramsci, analisa regim pangan,dan teori multi kedaulatan. Hasil kajian menunjukkan bahwa respon petani terhadap kedaulatanpangan dan ketahanan pangan cenderung samar dan menunjukkan keterkaitan yang sejajar non-komplementer. Kedaulatan dapat bekerja baik dalam kondisi yang menghargai adanya keberagamansumber kedaulatan. Kedaulatan pangan memiliki kecenderungan untuk dapat menguatkankeberagaman konteks, budaya, dan pilihan cara produksi sebagai upaya nyata untuk mengurangidampak dominasi regim pangan korporasi terhadap upaya negara dan petani menjamin terpenuhinyahak rakyat atas pangan.Kata kunci: kedaulatan pangan, ketahanan pangan, rezim korporasi pangan, gerakan petaniABSTRACTFood sovereignty has been officially adopted as national food and agriculture developmentapproach along with food self sufficiency and food security. However, state led program wereheavily influence by food security paradigm and food self-sufficiency which more vulnerable topredatory character of corporate food regime. The food sovereignty discourse must be disseminatedfurther as alternative to corporate food regime. The discourse of food sovereignty was put into theaction by NGO and local groups which framed as local food movement initiative. The local foodmovement and the phenomena surrounding its rise needs to be ethnographically scrutinized.Gramsci's theory of hegemony, food regime analysis, relational scale and multiple sovereigntyelucidate the perception of food sovereignty value concept its relation and contestation among smallscale in the Flores Timur. Results shows that in small scale farmer perceived food sovereignty andfood security are interrelated because the persistence penetration of neoliberal economy. Foodsovereignty should be articulated and adapted for different contexts without losing its ground. Foodsovereignty works best with multiple recognitions of sovereignty. Food sovereignty were embraceand strengthen the diversity of contexts, cultures and pathways in order to slow down the furtherdomination of the corporate food regime.Keywords: food sovereignty, food security, corporate food regime, farmer’s movement