Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

FUNGSI BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016 Arief Heryogi; Masruchin Ruba’i; Bambang Sugiri
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 2, No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.501 KB)

Abstract

Abstract: Decision of the Constitusional Court of the Republic of Indonesia Number 20/PUU-XIV/2016 has given the interpretation of the Article 5 (1), 5 (2) and 44b Law of The Republic Indonesia Number 11 of 2008 Concerning Electronic Informations and Transactions has given negatif implication for the law of criminal procedure because theelectronic evidence in practice is so important for uncovering the truth of the material in the trial. The purpose of this research are 1) to analyze of urgency of electronic evidence to seeking the thruth of the material by judge 2) to analyze the juridical implications ofDecision of the Constitusional Court of the Republic of Indonesia Number 20/PUU-XIV/2016 againts the validity of the electronic evidence in law of criminal procedure 3) to find the new concept for evidence law in the law of criminal procedure. The methode used in this research is legal research with case approach, case approach and conceptual approach. The results of this research is validity of electronic evidence used in trial are dependent on permission from the law enforcement agencies and make no unauthorized elektronic evidence submitted to the procedings without the permission of law enforcement agencies becomes invalid. This is contrary to the spirit of the criminal law enforcement in trying to follow the flow of the development of information technology because in some cases, electronic evidence used to ease of proof such as the use of cctv, electronic mail, etc. Electronic evidence is currently categorized as a legitimate instrument of evidence in The Indonesian Law of Criminal Procedure(KUHAP), so in the coming law should be admitted as evidence in order to guarantee legal certaintyAbstrak: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016yang memberi penafsiran terhadap pasal 5 ayat (1), 5 ayat (2), dan pasal 44b undang-undang nomor 11 tahun 2008 berimplikasi negatif terhadap hukum acara pidana mengingat dalam praktiknya bukti elektronik dipandang penting dipergunakan untuk mengungkap kebenaran materiil di persidangan. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk menganalisis urgensi bukti elektronik dalam mencari kebenaran materiil oleh Hakim mengingat derasnya perkembangan teknologi informasi 2) Untuk menganalisis implikasi yuridis Putusan Mahkamah konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 terhadap Keabsahan Bukti Elektronik dalam Hukum Acara Pidana 3) Untuk menemukan konsep pembaruan hukum baru dalam Hukum Pembuktian di Hukum Acara Pidana Indonesia.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan konsep (conseptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah keabsahan bukti elektronik yang digunakan dalam persidangan bergantung kepada izin dari penegak hukum dan membuat tidak sah bukti elektronik yang diajukan ke persidangan tanpa izin penegak hukum menjadi tidak sah. Hal ini bertentangan dengan semangat dalam penegakan hukum pidana yang berusaha mengikuti arus perkembangan teknologi informasi karena dalam beberapa kasus, bukti elektronik dipergunakan untuk mempermudah pembuktian seperti penggunaan teleconfrence CCTV, Surat elektronik dan sebagainya. Bukti elektronik saat ini belum dikategorikan sebagai alat bukti yang sah dalam KUHAP, sehingga dalam Ius Constituendum harus dimasukan sebagai alat bukti untuk menjamin kepastian hukum DOI : http://dx.doi.org/10.17977/um019v2i12017p007
ARAH CAMPUR TANGAN URUSAN PERADILAN PASAL 3 AYAT (2) UU No. 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA Ibnu Subarkah; I Nyoman Nurjaya; Bambang Sugiri; Masruchin Ruba’i
JURNAL USM LAW REVIEW Vol 4, No 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v4i2.4188

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi ketidakjelasan  makna larangan campur tangan urusan peradilan dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berimplikasi pada arah makna tersebut, dimana dalam prakteknya telah banyak kasus-kasus  dalam tingkat ketatanegaraan dan peradilan yang nota bene dapat diselaraskan dengan Contempt ofCcourt/CoC.  yang mempengaruhi kewibawaan hakim dan badan peradilan. Metode yang digunakan melalui penelitian hukum bahan-bahan hukum, dengan analisis preskriptif. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan campur tangan dalam Pasal 3 ayat (2) UU No., 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berkaitan dengan Contempt of Court, dan diperlukannya kebijakan hukum pidana ke depan.Adapun hasil dan pembahasan ditemukan bahwa antara makna campur tangan urusan peradilan pada Pasal 3 ayat (2) undang-undang di atas hakekatnya tidak berbeda dengan perbuatan penghinaan pengadilan (contempt of court) dimana terdapat sebagian masyarakat yang memandang hal tersebut berbeda, misalnya adanya upaya untuk menyusun pengaturannya melalui RUU CoC dan perubahan KUHP yang mengatur Tindak Pidana dalam Penyelenggaraan Peradilan. Kebijakan hukum pidana yang mengadopsi hukum sebagai satu kesatuan sistem sangat kompeten dalam mengatur implikasi atas norma Pasal 3 ayat (3) undang-undang di atas dengan cara mengusulkan perubahan undang-undang tersebut sebagai hukum pidana khusus ke depan. Kesimpulannya bahwa terdapat hubungan antara Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan perbuatan penghinaan pengadilan untuk menentukan arah perubahan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman melalui Pasal 3 ayat (2) UU tersebut yang hasilnya sebagai kebijakan hukum pidana (hukum pidana khusus).