Darwin Darwin
Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pidie, Madrasah Aliyah Negeri 1 Pidie, Aceh

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Iron Cage Birokrasi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologis Siti Ikramatoun; Khairul Amin; Darwin Darwin; Halik Halik
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 6, No 1 (2021): Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um021v6i1p18-29

Abstract

This article aims to describe the education bureaucracy as a tool to achieve the objectives of education through a qualitative approach to the literature study model. The data in this paper is sourced from relevant literature and the author's experience while active in educational activities. The results of this study indicate that the bureaucracy in the form of educational administration has changed to an iron cage that shackles the educational activity itself. The delivery of education loses its orientation and turns into ceremonial routines to meet the demands of the bureaucracy. Various training, capacity building, and teacher competence have been done, but they have not significantly changed the face of education. Iron cage bureaucracy makes teachers "appear" to be developing their competence, but in fact, they are meeting the demands of the bureaucracy. Education must come out of the iron cage bureaucracy by reducing all administrative aspects that bind the noble activities of education. Bureaucracy is a human creation, so bureaucracy should be subject to humans and not humans who are subject to the will of the bureaucracy. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan birokrasi pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan melalui pendekatan kualitatif dengan model studi literatur. Data dalam tulisan ini bersumber dari literatur yang relevan dan pengalaman penulis selama aktif dalam aktivitas pendidikan. Hasil kajian menunjukkan bahwa birokrasi dalam bentuk administrasi pendidikan berubah menjadi “kerangkeng besi” yang membelenggu aktivitas pendidikan itu sendiri. Penyelenggaraan pendidikan kehilangan orientasinya dan berubah menjadi rutinitas seremonial demi memenuhi tuntutan birokrasi. Beragam pelatihan dan peningkatan kapasitas maupun kompetensi guru dalam dunia pendidikan telah dilakukan, namun belum mampu mengubah wajah pendidikan secara signifikan. Kontrol birokrasi membuat para guru “terlihat” sedang mengembangkan kompetensinya, padahal sejatinya sedang memenuhi tuntutan birokrasi. Untuk itu, pendidikan harus keluar dari “jerat birokrasi” dengan cara mereduksi semua aspek administratif yang membelenggu aktivitas mulia pendidikan. Birokrasi adalah hasil ciptaan manusia, maka seharusnya birokrasi tunduk pada manusia dan bukan manusia yang tunduk pada kehendak birokrasi.
Relevansi Pemikiran Paulo Freire terhadap Pendidikan di Aceh Khairul Amin; Siti Ikramatoun; Halik Halik; Darwin Darwin
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 19, No 1 (2022): Socia: Jurnal Ilmi-ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/socia.v19i1.34640

Abstract

Saat ini pendidikan Aceh berada pada peringkat 27 secara nasional dan hanya berada satu tingkat di atas Papua yang berada pada posisi 28 dari 34 provinsi. Kondisi ini tentu menjadi realitas yang menghawatirkan dan sekaligus memberikan sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dalam praktik pendidikan di Aceh. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan kritik-kritik Freire terhadap praktik pendidikan yang kemudian dapat menjadi salah satu pemicu rendahnya kualitas pendidikan di Aceh. Harapannya, relevansi pemikiran Paulo Freire tentang praktik pendidikan dapat menjadi bahan refleksi dan pelajaran untuk menciptakan praktik pendidikan yang lebih baik sehingga kualitas pendidikan Aceh juga ikut membaik. Dalam menyelesaikan artikel ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan model studi literatur. Adapun data-data dalam artikel ini bersumber dari literatur-literatur yang relevan dan dari hasil observasi penulis selama terlibat aktif di dunia pendidikan. Artikel ini menyimpulkan bahwa dalam konteks pendidikan di Aceh, kritik Freire perlu dipertimbangkan terutama dalam proses pembelajaran dalam ruang-ruang kelas. Proses pendidikan harus mampu menyadarkan siswa atas kondisi yang dihadapinya dalam keseharian dan pembelajaran gaya bank harus ditinggalkan agar ruang kelas tidak menjadi dunia yang asing bagi siswa.