Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pengawetan Alami Kayu Ketapang (Terminalia catappa) Menggunakan Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai Bahan baku untuk Produk Interior Istihanah Nurul Eskani; I Made Arya Utamaningrat; Dwi Suheryanto
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan" 2018: PROSIDING SNTKK 2018
Publisher : Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alat Pengolah Sabut Kelapa Bagi Usaha Kecil Sentot Azis; Dwi Suheryanto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No 10 (1992): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i10.985

Abstract

Pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa telah dilakukan secara sederhana oleh para perajin, yaitu dengan cara direndam yang memerlukan waktu lama sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh prototip alat pengolah sabut kelapa yang dapat meningkatkan produktivitas dan sesuai bagi usaha kecil.Penelitian ini menghasilkan alat pengolah sabut kelapa jenis mesin pemisah serat kelapa dengan silinder bersisir (defibring machine) yang diberi kode pengenal MSK-M1. Alat ini menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasaran seperti: besi siku, as, bantalan peluru, multiplex, baut-mur dan sekrup kayu. Pembuatan alat ini meliputi pekerjaan-pekerjaan: potong bubut dan las; sehingga dapat dilaksanakan di bengkel kontruksi kecil.Pada uji coba di lapangan alat ini dapat menghasilkan serat kelapa kering sebanyak 3,675 s/d 4,757 kg per jam. Hasil perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa usaha pengolahan sabut menjadi serat sabut dengan menggunakan MSK-M1 ini cukup layak untuk dilaksanakan sebagai usaha industri kecil.  Pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa telah dilakukan secara sederhana oleh para perajin, yaitu dengan cara direndam yang memerlukan waktu lama sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh prototip alat pengolah sabut kelapa yang dapat meningkatkan produktivitas dan sesuai bagi usaha kecil.Penelitian ini menghasilkan alat pengolah sabut kelapa jenis mesin pemisah serat kelapa dengan silinder bersisir (defibring machine) yang diberi kode pengenal MSK-M1. Alat ini menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasaran seperti: besi siku, as, bantalan peluru, multiplex, baut-mur dan sekrup kayu. Pembuatan alat ini meliputi pekerjaan-pekerjaan: potong bubut dan las; sehingga dapat dilaksanakan di bengkel kontruksi kecil.Pada uji coba di lapangan alat ini dapat menghasilkan serat kelapa kering sebanyak 3,675 s/d 4,757 kg per jam. Hasil perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa usaha pengolahan sabut menjadi serat sabut dengan menggunakan MSK-M1 ini cukup layak untuk dilaksanakan sebagai usaha industri kecil.  
Pewarnaan Serat Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku Siap Pakai Untuk Industri Kerajinan Dwi Suheryanto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No 10 (1992): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i10.986

Abstract

Pengolahan serat sabut kelapa menjadi bahan baku siap pakai untuk industri kerajinan antara lain adalah proses pewarnaan termasuk didalamnya proses pemutihan.       Proses pemutihan dilakukan dengan cara panas dan dingin, untuk proses pewarnaan menggunakan zat warna direk, basa, naphtol, reaktif dan bejana.       Proses pemutihan dengan cara panas pada temperatur 85°C - 90°C memberikan hasil yang relatif lebih putih bila dibandingkan dengan pemutihan cara dingin, akan tetapi dapat menurunkan kekuatan tariknya, yaitu 9,7% untuk pemutihan cara panas dan 5,6% untuk cara dingin.       Pewarnaan dengan zat warna basa memberikan hasil ketuaan warna yang baik (nilai rangking 5), sedang dengan zat warna reaktif memberikan hasil ketahanan luntur warna terhadap gosokan (nilai 4), sinar (nilai 4-5) dan pencucian (nilai 4-5) yang lebih baik dibandingkan dengan zat warna na[htol, basa, direk dan bejana.
Penelitian Pembuatan Arang Bambu (Bamboo Charcoal) pda Suhu Rendah untuk Produk Kerajinan Dwi Suheryanto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 32, No 2 (2012): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v32i2.1032

Abstract

AbstrakProses pengarangan terjadi bila ada suatu benda yang dipanasi sampai mencapai titik bakarnya sehingga benda terlihat membara, kemudian pemasukan oksigen dihentikan atau dibatasi agar benda tersebut tidak terbakar menjadi abu. Untuk melakukan uji coba penelitiaan pengarangan bambu menggunakan 2 jenis tungku, yaitu: tungku Tipe-1 tungku pengarangan suhu rendah (<120°C), dan tungku Tipe-2 tungku pengarangan suhu menengah 120°C -260°C, yang terbuat dari drum dengan Ǿ 35 cm. Bahan bambu yang digunakan terdiri dari 3 jenis bambu, yaitu; bambu cendani, petung, dan legi, dan produk bambu setengan jadi. Prosedur pengerjaan meliputi, penyiapan bahan (pemotongan dan seleksi), pengeringan, pengukuanr kandungan air awal, pengarangan, pengamatan proses pengarangan, dan identifikasi tingkat keberhasilan pengarangan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pengarangan dan kinerja tungku suhu rendah dan menengah. Dari hasil pengukuran kandungan air awal dari ke 3 jenis bambu yaitu dibawah 15%, sedangkan dari hasil pengamatan dan identifikasi pengarangan, pengarangan dengan menggunakan tungku Tipe-1, temperatur tertinggi rata-rata yang dapat dicapai 107,4 ºC dalam waktu 5 jam, dengan tingkat keberhasilan pengarang antara 60 % - 90 %, atau rata-rata 73 %;  dengan tungku Tipe-2, temperatur tertinggi rata-rata yang dapat dicapai 112,8 ºC dalam waktu 3,5 jam, dengan tingkat keberhasilan pengarang antara 50 % - 90 %, atau rata-rata 81 %. Kata kunci: arang bambu (bamboo charcoal), pengarangan, suhu, tungku pengarangan ABSTRACTA charcoal formation process occurs when an object is being heated until it reaches its burning point and smoldered, then the oxygen intake is stopped or restricted, so the object will not get burned into ashes. In this research, there are two tipes of furnaces being used, those are: Furnace Tipe-1, with low temperature (120°C) and Furnace Tipe-2, with medium temperature (120°C 260°C), which are made from barrel with 35 cm of diameters. There are 3 tipes of bamboo used in this research, namely: Cendani, Petung, and Legi Bamboo, also semi-finished bamboo products. The procedures are: material preparation (cutting and selection), drying, and measurement of initial water content, charcoal formation process, observation of the process and success rate identification. The objective of this research is for to know the influence the factor of a charcoal formation process at low and medium temperature From the measurement, the initial water content of those 3 tipes of bamboo is under 15%. Meanwhile, from the observation and identification, it obtained that in the charcoal formation process using Furnace Tipe-1, the average highest  temperatures reached is 107,4°C during 5 hours, with success rate between 60% - 90%, or 73 in average. In Furnace Tipe-2, the average highest temperature is 112,8°C during 3,5 hours, with success rate between 50% - 90% or 81% in average. Keywords: bamboo charcoal (bamboo charcoal), charcoal formation process, temperature, furnace