Siti Rofiah
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Harmonisasi Hukum sebagai Upaya Meningkatkan Perlindungan Hukum bagi Perempuan Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Seksual Siti Rofiah
QAWWAM Vol. 11 No. 2 (2017): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v11i2.747

Abstract

Perempuan penyandang disabilitas sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. Akses layanan hukum bagi perempuan penyandang disabilitashingga kini masih sangat terbatas bahkan ada yang tidak mendapatkan perlindungan hukum sama sekali. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti stigma negatif, dianggap tidak cakap hukum, diragukan kesaksiannya, juga ketiadaan fasilitas penerjemah pada proses kesaksian di pengadilan. Disahkannya UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitasmerupakan harapan baru agar hak-hak mereka dapat dipenuhi.Namun begitu karena kompleksitas masalah disabilitas diperlukan harmonisasi hukum agar jaminan perlindungan hukum bagi perempuan penyandang disabilitas korban kekerasan seksual dapat dipenuhi. Harmonisasi hukum adalah upaya atau proses untuk merealisasi keselarasan, kesesuaian, keserasian, keseimbangan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sistem hukum dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional. Dalam konteks perlindungan penyandang disabilitas, harmonisasi hukum sangat penting karena isu disabilitas adalah isu lintas sektoral yang terkait dengan banyak aspek seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Harmonisasi hukum dilakukan dengan melakukan penyesuaian unsur tatanan hukum yang berlaku dalam kerangka sistem hukum nasional (legal system) yang mencakup komponen materi hukum (legal substance), komponen struktur hukum beserta kelembagaannya (legal structure) dan komponen budaya hukum (legal culture).
The Role of Religious Organizations in Child Marriage Prevention and Handling during Pandemic Siti Rofiah; Moh. Fauzi; Fakih Muqoddam
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 5, No 2 (2022): Vol. 5, No. 2, April 2022
Publisher : Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v5i2.18508

Abstract

In Indonesia, religious leaders are in a strategic position. Their existence can affect people's lives in various aspects, not least in the context of marriage. During the COVID-19 pandemic, the number of child marriages in Central Java rose sharply. Based on the background above, the questions are how religious leaders view this problem and what the roles to be performed in the context of prevention and treatment. This type of research is field research with a qualitative approach. The data collection technique is done by interview and documentation. The informants are administrators of two major religious organizations in Indonesia, namely NU and Muhammadiyah. The results showed that; First, the existence of religious organizations did not have a significant role in preventing and handling child marriage cases in Central Java. Secondly, the existence of religious organizations has no relevance to the high and low rate of child marriage in Central Java. Third, the existence of religious leaders is still seen as having authority in the community to support the success of the prevention and handling of child marriage programs
Pelanggaran Sumpah dalam Paradigma Negara Hukum Pancasila Nazar Nurdin; Sudjito Sudjito; Siti Rofiah
Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol 22, No 2 (2024): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v22i2.5247

Abstract

Sumpah dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam berbagai regulasi, baik mengenai sumpah jabatan, sumpah setia, sumpah profesi, maupun sumpah kebenaran. Seorang yang menduduki jabatan tertentu secara normatif diharuskan untuk mengucap sumpah, begitu juga terhadap para pihak orang yang memberi kesaksian di muka pengadilan. Problem teoritis adalah tidak adanya mekanisme pengaturan sanksi kepada pelanggar sumpah. Makalah ini menganalisis pelanggaran sumpah dalam paradigma negara hukum Pancasila. Sumpah merupakan cerminan dari perwujudan komitmen terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara yuridis, pengaturan terhadap pelanggaran sumpah tidak jelas atau kabur karena ditempatkan sebagai pelanggaran etika. Dalam Negara Hukum Pancasila yang mengedepankan asas kepastian hukum, pelanggaran terhadap sumpah seyogyanya diberikan pedoman yang jelas. Pengaturan sanksi bagi pelanggar sumpah dapat mengadopsi dari berbagai doktrin, salah satunya doktrin hukum Islam yang memberikan ancaman sanksi mulai denda, hukuman sosial, hingga tidak diterimanya kesaksian seorang (pelanggar) untuk selama-lamanya dalam jabatan perdata maupun publik.