Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KERAGAMAN JENIS SERANGGA HAMA KELAPA SAWIT SISTEM PENANAMAN SISIPAN DAN TUMBANG TOTAL DI DESA PANCA MULIA KECAMATAN SUNGAI BAHAR TENGAH KABUPATEN MUARO JAMBI Hayata Hayata; Yulistiati Nengsih; Holil Aswan Harahap
Jurnal Media Pertanian Vol 3, No 1 (2018): April
Publisher : Universitas Batanghari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.225 KB) | DOI: 10.33087/jagro.v3i1.47

Abstract

Upaya percepatan pengembangan perkebunan sawit rakyat salah satunya adalah peremajaan pada tanaman yang sudah tua, yang dilakukan melalui dua sistem  yaitu sistem penanaman sisipan dan sistem penanaman tumbang total. Pola pertanaman ini membentuk ekosistem yang berbeda dan akan mempengaruhi keberadaan serangga hama. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2017  di areal penanaman sisipan dan tumbang total kelapa sawit masing-masing seluas 1 ha, di Desa Panca Mulya Kecamatan Sungai Bahar Tengah Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Metode penelitian menggunakan pendekatan observasi dengan pengamatan secara langsung di lapangan. Lokasi pengambilan sampel ditentukan menggunakan metode sampling acak terpilih. Jumlah dan keragaman jenis serangga yang tertangkap pada sistem penanaman tumbang total ditemukan 11 Spesies dengan jumlah 128 ekor, yang paling banyak kupu kupu coklat 56 ekor, dan yang paling sedikit laba laba 3 ekor. Pada Penanaman sisipan ditemukan 8 spesies dengan jumlah 24 ekor, yang paling banyak jangkrik 14 ekor, paling sedikit lipas 1 ekor. Serangga yang berada pada kebun sawit yang diremajakan melalui sistem  tumbang total lebih beragam dibandingkan dengan kebun sawit yang diremajakan melalui sistem sisipan.Kata kunci : Keragaman serangga, tumbang total, sisipan
RESPON BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL MULTI EMBRIO TERHADAP FREKUENSI WAKTU PEMBERIAN PUPUK NPK (16:16:16) DI PEMBIBITAN UTAMA Hayata Hayata; Yuza Defitri; Wahyu Renaldi
Jurnal Media Pertanian Vol 3, No 1 (2018): April
Publisher : Universitas Batanghari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.411 KB) | DOI: 10.33087/jagro.v3i1.57

Abstract

Abstract            This research was conducted at Jl. Lintas Jambi - Muaro Bulian Kel. Pijoan Kec. Jaluko Kab. Muaro Jambi, which lasted for 3 months. This study aims to determine the response of oil palm seedlings (Elaeis guineensis Jacq) of multi embryo origin in the main breeding.             Oil palm seedlings used type Multi Embrio that has been 4.5 months. The medium used is black soil, fertilizer npk brand Lao Ying (16:16:16) and polybag size 5 kg. The design used in this study was Completely Randomized Design (RAL) with the treatment of npk laoying time with 4 treatment levels F1 5 days 2.5 g, F2 10 days 5.0 g, F3 15 days 7.5 g, F4 20 day 10 g. Each treatment was repeated 4 times, so there were 16 units of experimental unit, each plot consisting of 3 oil palm seedlings, bringing the total of 48 polybags. Each plot was taken 2 plants used as sample. The parameters observed were seed height (cm), stem diameter (mm), dry weight of crown (g), root dry weight (g), and quality index (IK).             Based on the research objectives, the results and discussion, it can be concluded that the NPK (16:16:16) with the frequency of different feeding time on oil palm seed planting medium gives no significant effect on plant height and stem diameter but significantly different to the weight dried canopy, root dry weight and seed quality index of multi-embryo palm oil. The F1 treatment also gives the highest index value of quality (IK) indicating that the seedlings are most ready to be transported. Abstrak            Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Lintas Jambi – Muaro Bulian Kel. Pijoan Kec. Jaluko Kab. Muaro Jambi, yang berlangsung selama 3 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon bibit kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq ) asal multi embrio di pembibitan utama.             Bibit kelapa sawit yang digunakan jenis Multi Embrio yang telah berumur 4,5 bulan. Media yang digunakan adalah tanah hitam, pupuk npk merk Lao Ying (16:16:16) dan polybag ukuran 5 kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan frekuensi waktu pemberian npk lao ying dengan 4 taraf perlakuan F1 5 hari 2,5 g, F2 10 hari 5,0 g, F3 15 hari 7,5 g, F4 20 hari 10 g. Setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga terdapat 16 unit satuan percobaan, yang masing-masing petak terdiri dari 3 bibit kelapa sawit, sehingga jumlah 48 polybag. Setiap petak diambil 2 tanaman yang digunakan sebagai sampel. Parameter yang         diamati adalah tinggi bibit (cm), diameter batang (mm), berat kering tajuk (g), berat kering akar (g), dan indeks kualitas (IK).            Berdasarkan tujuan penelitian, hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian NPK (16:16:16) dengan frekuensi waktu pemberian yang berbeda pada media tanam bibit kelapa sawit memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang, tapi berbeda nyata terhadap berat kering tajuk, berat kering akar dan indeks kualitas bibit kelapa sawit asal multi embrio. Perlakuan F1 juga memberikan nilai indeks kualitas (IK) tertinggi yang mengindikasikan bibit tersebut paling siap dipindahkan kelapangan. 
PEMBERIAN STIMULAN PADA BIDANG SADAP DALAM MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis (Muell. Arg.) Hayata Hayata; Yulistiati Nengsih; Rahmanto Wibowo
Jurnal Media Pertanian Vol 4, No 1 (2019): April
Publisher : Universitas Batanghari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (828.705 KB) | DOI: 10.33087/jagro.v4i1.79

Abstract

Production increasing of latex on rubber plants can be increased by using a stimulants. One of it  is Vicar 10 SL. The purpose of this study was to find out the effect of Vicar 10 SL on the production and quality of latex. This research was carried out in the Kasang Parit Village, Sekernan District, Muaro Jambi Regency, and the Goods Quality Control and Certification Center on Industry and trade department   in Jambi Province. The study was conducted in July to August 2017. The design used was a completely randomized design with one treatment factor as the Vicar 10 SL application with four levels of treatment, namely; Without treatment (V0/control), 1 ml/Tree (V1), 2 ml/tree (V2), 3 ml/tree (V3). There were 4 times  repeatation on each treatment. Using  fingers, a Vicar 10 SL solution was applied to the tapping groove which was adjusted to the treatment, and allowed to keep it 24 hours. Tapping is done in the next morning, by following the grooves and be stored in a cup and left until the latex stoped dripping. Vicar was given once a week during 30 days. Tapping was done 3 times a week. The variables observed were latex production (gram/tree/day), dry rubber content (%), latex ash content (%), and latex dirt content (%). Vicar giving 10 SL in the tapping site with a dose of 2 ml / tree gave the highest yield of latex production (93.38 grams / tree / day) and dry rubber content (75.50%) and was significantly different compared to the other treatments. Vicar giving 10 SL in tapping site had no significant effect on latex dirt content and latex ash contentKeywords: Latex, stimulant, product and quality Abstrak Peningkatan produksi lateks pada tanaman karet dapat ditingkatkan dengan menggunakan stimulan. Salah satu pemakaian yang digunakan adalah Vikar 10 SL. Tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui penggunaan stimulan pada bidang sadap dalam mempengaruhi produksi dan kualitas lateks. Penelitian ini dilakukan di Desa kasang Parit Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, dan Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Disperindag Propinsi Jambi. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2017. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor perlakuan pemberian stimulan (Vikar 10 SL) dengan empat taraf perlakuan  yaitu; Tanpa perlakuan (V0/kontrol),  1 ml/ Pohon (V1),  2 ml/pohon (V2), 3 ml/pohon  (V3). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Dengan menggunakan jari dioleskan larutan Vikar 10 SL pada alur sadap  yang disesuaikan dengan perlakuan, dan didiamkan selama 24 jam. Penyadapan dilakukan pada pagi hari esoknya, dengan mengikuti alur torehan dan ditampung dalam cawan dan dibiarkan sampai lateks berhenti menetes. Pemberian Vikar dilakukan sekali 7 hari selama 30 hari. Penyadapan dilakukan  3 kali dalam seminggu. Peubah yang diamati adalah produksi lateks (gram/pohon/hari)), kadar karet kering (%), kadar abu lateks (%), kadar kotoran lateks (%). Pemberian stimulan (Vikar 10 SL) pada bidang sadap dengan dosis 2 ml/pohon memberikan hasil yang tertinggi terhadap produksi lateks 93,38 gram/pohon/hari dan kadar karet kering 75,50 % dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pemberian stimulan (Vikar 10 SL) pada bidang sadap berpengaruh tidak nyata terhadap kotoran lateks dan kadar abu lateksKata kunci :Lateks, stimulan, produksi dan kualitas
PENGGUNAAN JAMUR ENTOMOPATHOGEN (Beauveria bassiana ) UNTUK MENEKAN TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.) DI KEBUN RAKYAT DESA BETUNG KABUPATEN MUARO JAMBI Hayata Hayata
Jurnal Media Pertanian Vol 3, No 2 (2018): Oktober
Publisher : Universitas Batanghari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.221 KB) | DOI: 10.33087/jagro.v3i2.66

Abstract

ABSTRACTOne of the barriers in the cacao caltivation is attacking of hama penggerek Buah Kakao (PBK) that caused by conopomorpha cramerella.Inflicted Damage caused by PBK larvae was look like broken and wrinkled seeds, and there was a dark color on its skin that caused the decreasing of products weight and its quality.To control this BPK pests of cocoa could C Cramerella, generally farmers used chemical insecticide. The continously use of this insecticide was feared a bigger trouble such as pest resistance, environmental pollution, and product refusing caused by the pesticide leftover over the standard. Biological control using entomopatogen was one of PHT. Concept. The useness of entomopatogen such as beauveria bassiana fungi as a controller agent is one way to avoid the negative impacts of chemicals toward to the environment .B. bassiana Fungi possess the high reproductive capacity, easily produced and it is able to produce a long surviving spores on a unfavorable condition. B. bassiana has a high potential in controlling various types of pest. Beside, this fungi shows easily obtained, it also easy propagated so that it can be reduces the control cost.The useness of B. bassiana fungi as a cacao pest control that will be conducted in small cocoa plantations in the Kebun Sembilan village will show how its ability in reducing the cacao pest population.The research uses completly randomsed block design which rice media with B. bassiana as a treatment factor. The result should has relation with cacao quality.Key word: Conopomorpha cramerella , beauveria bassiana , attacking intensitas.ABSTRAKSalah satu kendala dalam pengembangan tanaman kakao adalah serangan hama penggerek buah kakao (PBK) yang disebabkan oleh Conopomorpha cramerella. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva PBK berupa rusak dan mengeriputnya biji, timbulnya warna gelap pada kulit biji yang mengakibatkan turunnya berat dan mutu produk. Untuk mengendalikan hama penggerak buah kakao C. cramerella tersebut umumnya petani menggunakan insektisida kimia. Penggunaan insektisida secara terus-menerus dikhawatirkan menimbulkan masalah yang lebih berat, antara lain terjadinya resistensi hama, pencemaran lingkungan, dan ditolaknya produk akibat residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.Pengendalian hayati dengan menggunakan entomopatogen merupakan salah satu dari konsep PHT. Penggunaan entomopatogen jamur Beauveria bassiana sebagai agen pengendali merupakan salah satu cara untuk menghindari dampak negatif dari bahan kimia terhadap lingkungan. Jamur B. bassiana mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, mudah diproduksi dan pada kondisi yang kurang menguntungkan dapat membentuk spora yang mampu bertahan lama di alam. B. bassiana memiliki potensi yang besar dalam mengendalikan berbagai jenis hama. Selain mudah didapat, jamur ini mudah diperbanyak sehingga dapat menurunkan biaya pengendalian. Pengunaan jamur B. bassiana untuk pengendalian penggerek buah kakao yang akan dilakukan di perkebunan kakao rakyat di desa kebun sembilan akan memperlihatkan bagaimana kemampuan jamur tersebut dalam menekan populasi penggerek buah kakao. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor perlakuan berat media beras nasi yang terkandung B. bassiana. hasil akhirnya adalah kualitas buah kakao.Kata kunci : Conopomorpha cramerella, Beauveria bassiana, Intensitas serangan,
PEMBERIAN ARANG SEKAM PADI PADA MEDIA TANAM UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) Ida Nursanti; Hayata Hayata; Agus Jufriyanto
Indonesian Journal of Thousand Literacies Vol. 1 No. 3 (2023): Indonesian Journal of a Thousand Literacy
Publisher : Nindikayla Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57254/ijtl.v1i3.48

Abstract

Ultisol soil has very low nutrients and organic matter, so it is necessary to provide input of organic matter to support the supply of nutrients for the growth of cocoa plants. This study aims to determine the effect of several doses of rice husk charcoal on the growing media for cocoa seedling. This study used a completely randomized design (CRD) and treatment design, namely rice husk charcoal with 4 levels of composition including; S0 : 3,000 g of ultisol soil without rice husk charcoal, S1: 2,400 g of ultisol soil + 600 g of husk charcoal, S2: 2,250 g of ultisol soil + 750 g of husk charcoal, S3 : 2,100 g of ultisol charcoal + 900 g of husk charcoal. Data were analyzed using analysis of variance, followed by Duncan's Multiple Distance Test (DNMRT) at the level of 5%. The results showed that the application of rice husk charcoal to cocoa plants had a significant effect and produced plant height S2 (45.21 cm), stem diameter S2 (27.06 mm), root dry weight S2 (15.18 g), weight S2 canopy dryness (32.09 g) and S2 quality index (2.52).