Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, telah memberikan kewenangan kepada pemerintah, Diantaranya adalah pengelolaan migas, sebagaimana di nyatakan dalam pasal 160 ayat 1 Undang-Undang pemerintahan Aceh nomor 11 tahun 2006, pemerintah Aceh kini memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi bersama dengan pemerintah pusat, dalam ayat 2 pasal yang sama kemudian disebutkan bahwa untuk melakukan pengelolaan migas tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah Aceh dapat menunjukkan atau membentuk suatu badan pelaksana yang di tentukan bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan terbentuknya sebuah badan khusus untuk mengelola migas di Aceh, dan penelitian ini juga di maksudkan untuk untuk menjelaskan pelaksanaan dari tugas dan fungsi dari BPMA, Data penulisan artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan lapangan (field research). Data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari Undang-Undang pemerintahan aceh nomor 11 tahun 2006, peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2015, buku, serta artikel yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi badan pengelolaan migas aceh menurut PP nomor 23 tahun 2015 mengenai pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi di Aceh. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian, adapun faktor-faktor yang menyebabkan terhambatnya atau menyebabkan proses pelaksanaan pengelolaan migas di Aceh adalah karena keterbatasan modal, sumber daya manusia yang belum berkompeten, teknologinya kurang. Disarankan untuk menetapkan prinsip Production Sharing Contract jika menghadapi keterbatasan modal, teknologi dan sumber daya manusia yang oleh Indonesia, untuk meningkatkan ekonomi di Indonesia melalui penanaman modal asing,dan untuk pemerintah untuk meningkatkan perannya dalam pembuatan kebijakan.