Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Usaha Mikro dan Cara Mengatur Usaha Masyarakat di Negeri Hatu, Maluku Tengah Sarlotha Yulliana Purimahua; Junus Kwelju; Maya Laisila; Orpa L. Rumtily; Thomas Aurima
Jurnal Abdimas Bina Bangsa Vol. 1 No. 1 (2020): Jurnal Abdimas Bina Bangsa
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.553 KB) | DOI: 10.46306/jabb.v1i1.16

Abstract

Negeri Hatu atau Hatukaturu Henamantelu adalah sebuah Negeri adat yang berada di Propinsi Maluku terletak di Pulau Ambon,Kabupaten Maluku Tengah,jaraknya ± 47 Km dari Kota Ambon, terletak didaerah pesisir pantai dan daerah perbukitan dengan jumlah populasi 4.651 jiwa. Tingkat pendidikan anak-anak baik sampai ke perguruan tinggi. Pekerjaan penduduknya adalah sebagian besar tergolong petani darat dan laut, pemilik usaha mikro dan sebagian kecil tergolong PNS dan TNI-POLRI. Secara umum, Mitra (Negeri Hatu) memilikipotensi sumber daya alam melimpah untuk dikelola seperti lahan (tanah merah), hasil kebun, Cengkih, pala dan buah-buahan.Tanah merah merupakan bahan baku bagi produksi bata merah (batu tela), yang merupakan salah satu usaha yang dimiliki warga negeri hatu disamping usaha lainnya yaitu usaha kios, minyak tanah, bensin, makanan jadi ,kue-kue dan buah-buahan. Jarak dari Negeri Hatu ke Kota Ambon ditempuh dengan waktu 1 jam. Karena jarak dan biaya mengakut barang sampai di pasar cukup besar, menyebabkan masyarakat negeri hatu mengelola usaha dan menjualnya di dalam negeri hatu karena Negeri Hatu juga merupakan jalur transportasi menuju objek wisata Batu Kapal di Desa Lilibooy, Batu Layar di Desa Larike, dan Pancuran Kuning di Desa Asilulu. Masyrakat belum memahami mengelolah usaha dengan baik. Usaha – usaha milik masyarakat negeri hatu sudah berlangsung cukup lama sekitar tahun 1980, batu tela diproduksi dan dipasarkan dalam negeri dengan informasi dari mulut ke-mulut, usaha kios (pondok), makanan jadi, kue-kue buah-buahan dijual dengan cara sederhana yaitu di letakkan diatas meja depan rumah, kalau ada orang yang lewat baru mereka membeli, kalau tidak ada orang yang lewat, maka jualannya tidak terjual. Permasalahan Mitra (1). Pengetahuan mengelola usaha mikro masih kurang,(2) Pemilik usaha mikro belum dapat mengatur uang usaha dan uang keluarga, (3) Kurang mengerti pembukuan usaha mikro,(4) Tidak menguasai teknologi terkait pemasaran hasil produksi.Padahal desa-desa bertetangga banyak dan berdekatan, dapat ditempuh dengan sepeda motor atau mobil. Solusi yang ditawarkan dalam pengabdian ini adalah: a) dilakukan sosialisasi dan pelatihan Usaha Mikro dan Cara Manage Keuangannya, b). Melakukan pelatihan pembukuan sederhana untuk usaha (buku arus kas untuk mencatat masuk keluarnya uang secara riil dalam suatu periode). Luaran dari kegiatan ini telah dipublikasi pada media cetak : Ambon Ekspres ( Edisi Senin 9 Maret 2020), media online: https://ameks.id/ukim-fokus-bantu/, Video kegiatan juga telah diupload pada chanel youtube:https://www.youtu.be/blug4kvsQIA
SOLUSI MEMUTUSKAN RANTAI PANDEMI COVID – 19 DAN CARA MENGATUR KEUANGAN KELUARGA PADA JEMAAT SETIBAKTI, DUSUN SETI DAN STASI SANTO CAROLUS NEGERI HATU Sarlotha Yulliana Purimahua; Margaretha R Apituley; Dolvina Wenehen; Aprilia F Aitonam; Dominggas Balak
MAREN: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol 2, No 1 (2021): Maret
Publisher : Lembaga Pengabdian Masyarakat UKIM Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37429/mjppm.v2i1.554

Abstract

Jumlah jiwa Jemaat Stasi Santo Carolus Hatu sebanyak 125 Jiwa dan Jemaat Setibakti yang mendiami Negeri Seti, sebanyak  2.531 jiwa. Fasilitas kesehatan seperti Puskemas dari tempat tinggal Jemaat Setibakti sekitar 13 km dan PUSTU untuk Jemaat Stasi St. Carolus adalah sekitar 6 km di Negeri Hatu. Untuk melanjutkan Pendidikan ke jenjang SMA, Jemaat Setibakti harus ke kota kecamatan dengan jarak tempuh 11 km dan bila akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi jemaat dan masyarakat harus ke kota kabupaten atau Kota Ambon.  Fasilitas kesehatan yang tersedia jauh dari jangkauan jemaat dan informasi tentang Covid – 19 yang kurang dari pemerintah, menyebabkan jemaat dan masyarakat kurang  memahami cara hidup di masa kenormalan baru. Kurangnya  fasilitas pendidikan  bagi jemaat dan masyarakat, menyebabkan rendahnya pola pikir masyarakat mengatur pendapatan dan pengeluarannya secara bijak, apalagi untuk menabung dan berinvestasi pada usaha mikro. Secara umum, Mitra (Jemaat Setibakti dan Jemaat Stasi St. Carolus) memiliki potensi sumber daya alam  melimpah untuk dikelolah, seperti; padi,ubi-ubian dan buah-buahan,  selain sebagai pengusaha dan pekerja batu bata merah (batu tela) istilah lokal. Permasalahan Mitra (1). Kurangnya pengetahuan jemaat tentang pencegahan/pemutusan dan penularan Covid – 19, pada masa kenormalan baru (2) Tempat ibadah jemaat tidak layak untuk beribadah (3) Tidak tersedianya tempat cuci tangan ditempat umum maupun, sekolah dan tempat ibadah (4) Jemaat masih memiliki cara hidup konsumtif. Pendapatan yang diperoleh lebih diutamakan untuk dikonsumsi, tidak dapat ditabung. Solusi yang ditawarkan dalam pengabdian ini adalah: a) Pembuatan dan Pemasangan Papan dan Spanduk Informasi Tentang Pandemi Covid-19 di Jemaat Setibakti dan Stasi St. Carolus. b). Mitra dan Mahasiswa KKN – PPM Melakukan Masohi (gotong-royong), Memperbaiki Rumah  Ibadah di Stasi St. Carolus c) Dilaksanakan Sosialisasi dan pelatihan bijak mengatur keuangan keluarga  bagi jemaat di masa pandemi covid 19. Luaran dari kegiatan ini telah dipublikasi pada media online: Ambon Ekspres ( Edisi Kamis, 05 November 2020 hal 6): media online: https://ameks.id/UKIM sos Tata//, Tribun Maluku www.Tribun maluku.com Tanggal 05 November 2020 kegiatan juga telah diupload pada chanel youtube:  https://www.youtu.com/watch?v=7vp1VIw7zw
LITERASI PEMASARAN DIGITAL USAHA BATU BATA MERAH DI NEGERI HATU KECAMATAN LEIHITU BARAT KABUPATEN MALUKU TENGAH Sarlotha Yulliana Purimahua; Yonette Maya Tupamahu
GANESHA: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 2 (2024): Juli 2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (UTP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36728/ganesha.v4i2.3236

Abstract

The red brick business in Hatu Village has been carried out by the community for a long time, but the marketing method is still conventional, does not include other parties such as building materials shops, and has not carried out promotions via social media. Community service is carried out with the aim of increasing partners' knowledge about digital marketing of red bricks. The solution offered consists of a preparation stage, implementation stage and evaluation stage. The results of the activity in frequency analysis showed that the lowest pre-test score was 10 for 2 people and the highest score was 40 for 13 people, with an average score of 37. Meanwhile, the lowest post-test score was 60 for 18 people and the highest score was 80 for 4 people. people with an average score of 69. This means that the average post-test score is greater than the average pre-test score, this indicates that digital marketing literacy activities are running effectively and increasing the knowledge of red brick entrepreneurs.