Achmad Poernomo
Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jln. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisis Rantai Pasok dan Biaya Transportasi Udang Vaname pada Unit Pengolahan di Jakarta Utara Rizki Dewi Kristikareni; Abdul Rokhman; Achmad Poernomo
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marina.v7i1.8828

Abstract

Jakarta Utara merupakan salah satu kawasan industri perikanan di Indonesia yang menghasilkan udang olahan sebagai komoditas ekspor. Namun, unit pengolahan ikan (UPI) dihadapkan dengan adanya permasalahan mutu, jumlah, ketersediaan bahan baku, dan transportasi yang memiliki peranan dalam manajemen rantai pasok. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaku usaha yang terlibat dalam rantai pasok udang budi daya pada UPI di Jakarta Utara dan biaya transportasi dalam pendistribusian udang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus–Desember 2019 di Cirebon, Indramayu, Lampung Selatan, Pesawaran, Tanggamus, Kendal, dan Rembang. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi. Pengumpulan data dilakukan melalui survei, observasi, dan wawancara. Penentuan responden menggunakan snowball sampling. Responden awal yang terlibat adalah UPI di Jakarta Utara. Responden dalam penelitian ini meliputi dua orang dari UPI, tujuh orang pemasok, 14 orang pembudi daya, dan lima orang pembenih. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat tiga pelaku usaha yang menyediakan bahan baku udang vaname ke UPI di Jakarta Utara, yaitu unit pembenihan, pembudi daya, dan pengumpul/supplier. Namun masih terdapat unit pembudi daya dan pengumpul yang tidak tersertifikasi. Pemberian reward dan punishment perlu dilakukan untuk menjaga konsistensi mutu udang. Dalam pendistribusiannya, persentase biaya transportasi terhadap harga jual benih udang vaname berkisar 0,08—3,33%, paling tinggi sebesar 3,33%, yaitu pengiriman dari Tanggamus menuju Indramayu/Cirebon. Persentase biaya transportasi terhadap harga jual udang vaname berkisar 0,48—1,39%, paling tinggi sebesar 1,39%, yaitu pengiriman dari Pesawaran menuju Jakarta Utara. Manajemen rantai pasok yang terintegrasi diharapkan dapat menekan biaya transportasi.Title: Supply Chain and Transportation Cost Analysis of Vaname Shrimp at Processing Plants in North JakartaNorth Jakarta is one of fishery industry areas in Indonesia that supply shrimp products as an export commodity. However, quality, quantity, availability of raw material, and transportation have been the underlined problems in the supply chain management of processing plants. This study aims to identify the involved members of the shrimp supply chain appearing in processing plants in North Jakarta as well as to calculate the transportation costs for the shrimp distribution. The research was conducted from August to December 2019 in Cirebon, Indramayu, South Lampung, Pesawaran, Tanggamus, Kendal, and Rembang. Data were analyzed with descriptive analysis. Data were collected through surveys, observations, and interviews. Snowball sampling is applied to determine the respondents. The initial respondents were the processing plants in North Jakarta. The respondents included two people from the processing plants, seven suppliers, fourteen shrimp farmers, and five breeders. Result of analysis point out the three actors involved in the supply of vaname raw material to the processing plants in North Jakarta, they are breeder, shrimp farmer, and collector/supplier unit. However, there are still uncertified shrimp farmers and collectors. Thus, rewards and punishment are necessary for the consistency of shrimp quality. The percentage of transportation costs to the selling price of vaname seeds is 0.08—3.33% with the highest 3.33% arouse from the shipping from Tanggamus to Indramayu/Cirebon. While, the percentage of transportation costs to the selling price of vaname shrimp is 0.48—1.39%, with the highest 1.39%, arouse from the shipping from Pesawaran to North Jakarta. Therefore, the integrated supply chain management is expected to reduce transportation cost.
Karakterisasi Pelaku Usaha Patin untuk Mendukung Jambi sebagai Sentra Patin Nasional Putinur Putinur; Randi B. S. Salampessy; Achmad Poernomo
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marina.v7i1.8843

Abstract

Ikan patin merupakan salah satu komoditas unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam program percepatan industrialisasi perikanan budi daya. KKP terus melakukan pemantauan dan mendorong produksi patin nasional dengan mendirikan sentra patin di beberapa provinsi, salah satunya Provinsi Jambi. Mengingat adanya potensi pengembangan budi daya patin yang besar, sejak 2017 Provinsi Jambi dicanangkan menjadi sentra ikan nasional, tetapi hingga saat ini belum terealisasi. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran terkini kondisi perikanan patin di Provinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2019 menggunakan metode deskriptif, dengan pendekatan studi kasus. Proses pengambilan data dilakukan dengan observasi dan wawancara terhadap key informan. Responden dalam penelitian ini adalah pelaku usaha yang ditentukan dengan Metode Slovin, responden konsumen serta pembuat kebijakan yang ditentukan dengan purposive sampling. Kondisi industri budi daya terkini menunjukkan bahwa pembudi daya mengalami beberapa permasalahan, diantaranya: keterbatasan modal, serangan penyakit, sulitnya memperoleh bahan baku pembuatan pakan mandiri serta masalah utama terbatasnya akses pemasaran, sedangkan pada industri pengolahan terlihat banyaknya jumlah unit pengolahan yang tidak beroperasional baik skala UMKM maupun skala besar seperti UPI fillet patin, serta permasalahan umum terbatasnya akses pemasaran. Berdasarkan permasalahan di atas, penunjukan Provinsi Jambi sebagai sentra patin nasional belum berhasil, maka rekomendasi yang dapat diusulkan, yaitu menjadikan program sentra patin nasional sebagai salah satu agenda di RPJMD atau Renstra DKP Provinsi Jambi, pemerintah merevitalisasi kembali unit pengolahan fillet patin, membuka jaringan pemasaran yang lebih luas, menyediakan penampung tetap hasil panen, serta perlu adanya penyediaan informasi penyedia bahan baku untuk pembuatan pakan mandiri.Title: Characterization of Patin Business Actors to support Jambi as the National Patin CenterPangasius has become one of the largest commodities in the acceleration program of aquaculture industry of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF). In order to constantly monitor and encourage the production of national pangasius, MMAF has established pangasius centers in several provinces, one of them is located in Jambi Province. Considering the large potential for developing pangasius aquaculture, since 2017 Jambi was proclaimed as a national fish center, but it has not been realized. The research aimed to describe a current picture of the condition of pangasius fisheries in Jambi Province. The research was conducted from February to August 2019 by using descriptive method with case study approach. Data were collected by observation and depth interview to key informan. Respondents of the research were businessmen were determined by Slovin Method, consumers, and policy makers were determined by purposive sampling. The aquaculture industry exhibits several problems including: limited business capital, disease attack, difficult obtain of raw materials for independent feed, as well as the main problem in limited access of its marketing, meanwhile In processing industry, there are a large number of idle processing units, both small scale processing units and large-scale processing units such as Fish Processing Unit (UPI) of Pangasius Fillet and common problems in marketing access. Based on above issues, the appointment of Jambi Province as a national pangasius center has not been successful. Therefore, it is recommended to enclose the national pangasius center program in the Regional Mid-Term Development Plan (RPJMD) or marine and fisheries strategic plan of Jambi Province, to revive the catfish fillet processing unit, to expand the wide-ranging access of marketing, to facilitate the harvested catfish in permanent container, and to provide information of raw material supplier for independent food production.