Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IMAMAH DALAM PERSPEKTIF KEMASLAHATAN RAKYAT Wahyu Abdul Jabar
AL IMARAH : JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM Vol 2, No 1 (2017): Vol 2, No 1 Tahun 2017: Januari
Publisher : Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.783 KB) | DOI: 10.29300/imr.v2i1.1030

Abstract

Abstract: This study will describe in detail the concept of Imamate (leadership) in the perspective of the people’s welfare. Imamah in a government can be said to represent the interests of its people if the government based on the principles musyawaroh, musyawamah, huriyyah and al-adalah. These principles are important in the government to ensure that policies are made will be able to realize the benefit of the people, not the benefit of a few people. However, these principles will be difficult to be realized if the helm of the government was not an expert. Therefore the scholars make standardization for people who want to become a leader, among others: Islamic, independent, puberty, male, intelligent, adult, is, Has knowledge and experience, Have a strong personality, brave, and not easily give up. In performing its duties, a leader will be accompanied by ahlul halli wal aqdi. They will assist in formulating and establishing a policy in which government is based on the principle of consultation so that people benefit will be realized.Keywords: Imamate, welfare, people
EKSISTENSI NASIKH MANSUKH DALAM ISTINBAT Al-AHKAM Wahyu Abdul Jabar
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Syariah UINFAS Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v3i2.1033

Abstract

Tulisan ini mengambarkan eksistensi nasikh dan mansukh dalam penetapan hukum islam. Dari kajian ini ditemukan adanya perbedaan pandangan terkait persoalan nasikh dan mansukh dalam istinbath ahkam yang dimotori oleh mufassir ortodoks dan mufasir kontemporer. Mufassir ortodoks berpendapat bahwa nasikh dan mansukh dalam ayat al-Qur’an benar-benar terjadi secara haqiqi, sehinga hukum yang sudah dibatalkan (dinasakh) tidak bisa diberlakukan kembali. Sementara mufassir kontemporer menolak pandangan tersebut dengan dasar bahwa semua ayat al-Qur’an tetap berlaku (operatif), dan tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang dibatalkan (dinaskh). Eksistensi nasikh dan mansukh hanya terjadi secara majaziyah semata tidak secara haqiqiyah. Golongan ini berpendapat bahwa Naskh yang diartikan pembatalan atau penghapusan, bisa dimaknai dengan “penangguhan”, hal ini dikarenakan terjadinya perubahan situasi dan kondisi. Apabila situasinya kembali kekeadaan semula, maka hukum yang ditangguhkan pun kembali seperti semula lagi.