Kusuma Wardani Raharjo
Universitas Airlangga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisis Penerapan Asas Safety Beyond Economic Reason dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XVI/2018 Xavier Nugraha; Kusuma Wardani Raharjo; Ahmad Ardhiansyah; Dwiana Martanto
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 10, No 2 (2020): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v10i2.2418

Abstract

Salah satu prinsip utama dalam negara hukum adalah prinsip kebebasan manusia yang terejawantahkan dalam hak asasi manusia. Dalam perkembangannya, adanya hak asasi manusia ini dirasakan sering salah diartikan sebagai kebebasan yang tidak terbatas, sehingga prinsip kebebasan manusia ini berubah menjadi kebebasan manusia yang terbatas. Salah satu pembatasannya adalah terkait dengan asas safety beyond economic reason. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apa yang dimaksud asas safety beyond economic reason? 2)Bagaimana penerapan asas safety beyond economic reason dalam Putusan Mahkamah Konstitusi? Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan, bahwa 1) asas safety beyond economic reason merupakan asas baru yang lahir dalam negara hukum modern, dimana hak untuk bekerja dibatasi dengan adanya hak untuk keamanan dan keselamatan yang merupakan ekses hak untuk hidup, sehingga seseorang dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun harus dalam kondisi yang aman 2) Penggunaan asas safety beyond economic reason di Indonesia, salah satunya dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XVI/2018 dari ratio decedendi nomor [3.9.1], halaman 33, dimana Mahkamah Menyebutkan, bahwa: “Sesuai dengan dasar filosofis tersebut, angkutan jalan bertujuan untuk mendukung pembangunan dan integrasi nasional guna memajukan kesejahteraan umum, oleh karena itu sebagai sistem transportasi nasional maka angkutan jalan harus mewujudkan keamanan dan keselamatan (penebalan dari penulis).”  Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi menyebutkan: “Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan.
An Analysis of The Offense of Unpleasant Action in Article 335 Paragraph (1) of The Indonesian Criminal Code Xavier Nugraha; Kusuma Wardani Raharjo; Ahmad Ardhiansyah; Alip Pamungkas Raharjo
Jurnal Hukum Volkgeist Vol 5 No 2 (2021): JUNE
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/volkgeist.v5i2.678

Abstract

The Constitutional Court as the guardian of the constitution and the guardian of human rights has the duty to ensure that the Law does not contradict the constitution and does not violate human rights. One of the manifestations of this can be seen in the Constitutional Court Decision Number 1 / PUU-X / 2013, where the Constitutional Court removed the element "Some other deeds or unpleasant treatment/act" in Article 335 paragraph (1) of the Criminal Code. With the removal of the core elements of Article 335 paragraph (1) of the Criminal Code, raises questions related to the existence of the offense whether it still exists or not. Based on this, this study will examine 1) Application of Article 335 of the Criminal Code Before the Decision of the Constitutional Court Number 1 / PUU-X / 2013 and 2.) Application of Article 335 of the Criminal Code After the Decision of the Constitutional Court Number 1 / PUU-X / 2013. This research is a normative legal research with a statute approach, conceptual approach, and case approach. Based on this research, it was found that after the Constitutional Court Decision Number 1 / PUU-X / 2013 that offenses of unpleasant acts had been reconstructed into forced offenses.