p-Index From 2020 - 2025
11.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Kertha Patrika LAW REFORM Yustisia Lentera Hukum JURNAL LITIGASI (e-Journal) Spektrum Hukum AL-Daulah Arena Hukum Veritas et Justitia LAW REVIEW Jurnal IUS (Kajian Hukum dan Keadilan) Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Pembaharuan Hukum JURNAL MAHKAMAH Unram Law Review International Journal of Artificial Intelligence Research Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Jurnal Selat Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia Dinamisia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Widya Yuridika Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Substantive Justice International Journal of Law Lex Scientia Law Review Jambe Law Journal Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran DE'RECHTSSTAAT MIZAN International Journal of Supply Chain Management JURNAL ILMIAH LIVING LAW KERTHA WICAKSANA Unes Law Review Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum DOKTRINA: JOURNAL OF LAW Jurnal Jatiswara Jurnal Hukum Volkgeist Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan Jurnal Simbur Cahaya Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum Media Iuris University Of Bengkulu Law Journal Notaire International Journal of Economics, Business and Accounting Research (IJEBAR) Mulawarman Law Review JURNAL USM LAW REVIEW Jurnal Suara Hukum Majalah Hukum Nasional Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Jurnal Hukum Lex Generalis Mizan: Journal of Islamic Law Journal of Judicial Review Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional Legislatif Jurnal Kajian Pembaruan Hukum Jurnal Ketenagakerjaan Yuridika JIPRO : Journal Of Intellectual Property Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi Jurnal Hukum dan Peradilan Jurnal Ilmu Hukum Journal of Constitutional Law Society (JCLS) RechtIdee LamLaj
Claim Missing Document
Check
Articles

Rekonstruksi Batas Usia Minimal Perkawinan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan (Analisa Putusan MK No. 22/Puu-Xv/2017) Nugraha, Xavier; Izzaty, Risdiana; Putri, Annida Aqiila
Lex Scientia Law Review Vol 3 No 1 (2019): Quo Vadis Perlindungan Perempuan di Indonesia: Praktik dan Teori Penegakan Hukum
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.035 KB) | DOI: 10.15294/lesrev.v3i1.30727

Abstract

Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan batas usia minimal perkawinan terhadap laki-laki adalah 19 tahun sedangkan perempuan adalah 16 tahun. Dalam penjelasan, hal tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunan. Namun, batasan usia minimal perkawinan terhadap perempuan yang telah ditetapkan bertentangan dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sehingga menjadikan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 bersifat diskriminatif dan berpotensi melanggar hak konstitusional anak perempuan dengan terjadinya Perkawinan Anak. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan memberikan jangka waktu 3 tahun kepada legislatif untuk merumuskan norma baru. Apabila telah melewati jangka waktu tersebut, batas usia minimal perkawinan akan diharmonisasikan dengan batas usia anak dalam UU No. 35 Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah memamparkan perlindungan hukum terhadap perempuan melalui penetapan batas usia minimai perkawinan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus.
A PARTY'S RECALL RIGHT IN THE CONCEPT OF DEMOCRATIC COUNTRY Danmadiyah, Shevierra; Nugraha, Xavier; Insiyah, Sayyidatul; Insiyah, Sayyidatul
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 19, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.496 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v19i2.3184

Abstract

Abstrak: Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis. Salah satu konsekuensi yuridis dianutnya sistem demokratis tersebut adalah adanya pemilihan umum, termasuk dalam hal ini adalah pemilihan anggota legislatif, khususnya DPR dan DPRD. Sebagaimana konstitusi yang mengamanahkan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik, maka partai politik memiliki peranan yang besar dalam menentukan siapa-sapa saja yang akan mewakili partai dalam kursi parlemen. Salah satu wewenang yang dimiliki oleh partai politik adalah terkait adanya hak recall. Namun, keberadaan hak recall tersebut masih menimbulkan beberapa perdebatan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana keberadaan hak recall partai politik dalam konsep negara demokrasi? dan 2) Bagaimana implementasi hak recall partai politik di Indonesia? Penelitian ini dilakukan dengan penelitian normatif, dengan mengaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan ataupun bahan hukum lain yang berkaitan dengan hak recall. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Berdasarkan pembahasan konsep hak recall, hak recall ternyata tidak sesuai dengan konsep negara demokrasi. Sekalipun hak recall merupakan kewenangan partai politik, namun hak recall tersebut pada hakikatnya telah mengkhianati konstituen yang telah memberikan legitimasinya terhadap anggota partai politik untuk menjadi wakil di parlemen.Kata Kunci: hak recall, partai politik, pemilu, demokrasi. Abstract: Indonesia is a democratic law state. One of the legal consequences of the democratic system adopted by Indonesia is general elections, including the election of legislators, specifically the DPR and DPRD. As the Indonesia constitution mandates that election participants to elect members of the DPR and DPRD are political parties, then political parties have a large role in determining who will represent the party in the parliament. One of the authorities possessed by political parties is related to recall rights. However, the existence of recall rights is still involves several considerations. Based on this fact, the problems in this study are: 1) How is the existence of the political party recall rights regarding to the concept of a democratic law state? and 2) How is the implementation of recall rights of political parties in Indonesia? This research was conducted by normative research, by reviewing and analyzing statutory regulations or other materials relating to the recall rights. This study uses a statute approach, conceptual approach, and case approach. Based on the result of this study, it found that indeed, the recall rights is incompatible with the concept of a democratic state. Even though the recall rights is the authority of a political party, the recall rights has essentially betrayed the constituents who have given the legitimacy for the political party?s member to become the member of the parliaments. Keywords: recall rights, political party, elections, democracy.
LEGAL ANALYSIS ON THE MANAGEMENT OF SUROBOYO BUS PUBLIC TRANSPORTATION IN SURABAYA CITY Fernando, Alam Subuh; Irianto, Heru; Adelina, Alya; Nugraha, Xavier
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.055 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3548

Abstract

Abstrak: Di Kota Surabaya, dalam rangka untuk memudahkan mobilisasi terdapat kebijakan terkait dengan kendaraan bermotor umum, yaitu Suroboyo Bus. Sistem sistem pembayaran yang digunakan adalah denganmenggunakan sampah botol plastik dengan tujuan untuk menjaga kebersihan Kota Surabaya.  Dalam praktiknya, ternyata Surboyo Bus ini beroperasi dengan plat nomor berwarna merah, padahal di dalam Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dijelaskan bahwa kendaraan dengan plat nomor berwarna merah adalah kendaraan milik pemerintah yang notabene tidak boleh memungut pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan plat nomor berwarna kuning pada Suroboyo Bus telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan? 2) Bentuk pengelolaan seperti apa yang sesuai dalam mengelola kendaraan bermotor umum Surboyo Bus? Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan mengaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan ataupun bahan hukum lain yang berkaitan dengan pengelolaan Suroboyo Bus di Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa 1) Penggunaan plat merah pada kendaraan bermotor umum bertentangan dengan  Pasal 39 Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dan 2) Pengelolaan Suroboyo Bus sebaiknya beralih dari Dinas Pemerintah Kota Surabaya ke BUMD, karena Pengelolaan dengan sistem BUMD akan menyebabkan pengelolaan manajemen baik manajemen keuangan maupun manajemen organisasinya akan bersifat lebih luas dan tidak terikat pada APBD Kata Kunci: Suroboyo Bus, BUMD, Plat Nomor Berwarna Kuning, Plat Nomor Berwarna Merah Abstract: In the city of Surabaya, to facilitate mobilization a public means of transportation exists, namely the Suroboyo Bus. The payment system applied for the bus is by using plastic bottle waste to maintain the Sanitation of the city. In practice, it turns out that Surboyo Bus operates with a red plate number, even though in the Indonesian Police Chief Association No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, it is explained that vehicles with red plate numbers are government-owned vehicles which in fact should not collect payments.Based on the stated issue, the problem formulations in this study are: 1) Does the use of yellow plates number on the Suroboyo Bus comply with statutory provisions? 2) What forms of management are appropriate in managing Surboyo Buses public transportation? This research is a normative study, by reviewing and analyzing laws and regulations or other legal materials relating to the management of Suroboyo Bus in Surabaya. This research uses the statutory approach and conceptual approach.  Based on the results of this study, it was found that 1) The use of a red plate on public transportation is contrary to Article 39 of the Indonesian Police Chief Regulation No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, and 2) Management of Suroboyo Buses should move from the Surabaya City Government Office to become a Province owned business because the management system in province owned business will cause the management of both financial management and organizational management to be broader and not bound to the regional budget.Keywords: Suroboyo Bus, Region owned business, Yellow Plate number, Red Plate Number
Perwujudan Pemilu yang Luberjurdil melalui Validitas Daftar Pemilih Tetap Izzaty, Risdiana; Nugraha, Xavier
Jurnal Suara Hukum Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jsh.v1n2.p155-171

Abstract

In Article 22E paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, it is explained that General Elections (Elections) are held based on the principle of “luberjudil” (direct, general, free, confidential, honest and fair). One of the manifestations of this principle is through the final voter list in the implementation of the election. This research is normative research with statute approach and conceptual approach. The issues discussed in this study are 1. Can the validity of the Permanent Voters List be seen as a manifestation of a direct, general, free, confidential, honest and fair election? 2. What are the problems that arise in determining the Permanent Voters List? 3. How is the guarantee of political rights for citizens due to problems that arise in the determination of the Permanent Voters List? Based on this research, it was found that the validity of the Permanent Voters List was part of the realization of the election system which was direct, general, free, confidential, honest and fair. This research also describes the problems in determining the Permanent Voters List and the mechanism for protecting the political rights of citizens in the event of problems in the final voter list 
ANALISIS PENGGUNAAN ALGORITMA HARGA SEBAGAI BENTUK PERJANJIAN PENETAPAN HARGA DI INDONESIA Hartono, Julienna; Rosyadi, Julianda; Nugraha, Xavier
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 4, Nomor 1 Februari 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/hukum bisnis bon.v4i1.4499

Abstract

AbstractPricing algorithm is a form of digitalization in the business sector. Pricing algorithm offers efficiency in making decisions regarding the pricing of good/services. Unfortunately, pricing algorithm can also be misused. One form of the misuse is to apply the pricing algorithm as a tool to adjust prices according to the prices used by business competitors. At this point, potential violations of Article 5 of Law Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition emerge. This article regulates the prohibition of price fixing agreements. Pricing agreements are prohibited because they require consumers to purchase goods above competitive prices. Based on this background, issues to be discussed in this study are 1) the use of the pricing algorithm as a form of price fixing agreement and 2) proof of the use of the pricing algorithm as a form of price fixing agreement. This study uses a doctrinal method with a statutory and conceptual approach. From the analysis it can be concluded that 1) the use of  pricing algorithm in which there is an order to adjust prices to competitor prices basically has the potential to become a form of price fixing agreement because it can fulfill the elements of Article 5 of Law 5/1999. 2) In proving the use of algorithms as a price fixing agreement, it is actually quite difficult because it has to meet the minimum bewijs. Most likely the existence of the algorithm itself is only evidence of clue which is classified as indirect evidence. Its existence must be supported by plus factors in the form of rationality analysis of pricing, market structure analysis, analysis of performance data, and/ or analysis of the use of collusion facilities.Keywords: pricing algorithm; price fixing agreements; competition lawAbstrakAlgoritma harga merupakan sebuah bentuk masuknya digitalisasi di bidang bisnis. Algoritma harga menawarkan efisiensi dalam pengambilan keputusan terkait penentuan harga barang/jasa. Algoritma harga juga bisa disalahgunakan. Salah satu bentuk penyalahgunaannya adalah dengan menjadikan algoritma harga sebagai alat untuk menyesuaikan harga mengikuti harga yang digunakan oleh pelaku usaha pesaingnya. Pada titik inilah potensi pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat muncul. Pasal ini mengatur tentang larangan perjanjian penetapan harga. Perjanjian penetapan harga dilarang karena membuat konsumen harus membeli barang/jasa di atas harga kompetitif. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) penggunaan algoritma harga sebagai bentuk perjanjian penetapan harga dan 2) pembuktian terhadap penggunaan algoritma harga sebagai bentuk perjanjian penetapan harga. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Dari analisis yang ada dapat disimpulkan bahwa 1) penggunaan algoritma harga yang di dalamnya terdapat perintah melakukan penyesuaian harga dengan harga pesaing pada dasarnya berpotensi menjadi sebuah bentuk perjanjian penetapan harga karena dapat memenuhi unsur Pasal 5 UU 5/1999. 2) Dalam membuktikan adanya penggunaan algoritma sebagai perjanjian penetapan harga, sejatinya cukup sulit karena harus memenuhi bewijs minimum. Keberadaan algoritma sendiri kemungkinan besar hanya merupakan bukti petunjuk yang merupakan bukti tidak langsung. Keberadaannya harus didukung dengan plus factor berupa analisis rasionalitas penetapan harga, analisis struktur pasar, analisis data kinerja, dan/atau analisis penggunaan fasilitas kolusi.
Reconstruction of Minimum Age for Marriage as a Form of Legal Protection for Women (Analysis of Constitutional Court Decision No. 22/PUU-XV/2017) Nugraha, Xavier; Izzaty, Risdiana; Putri, Annida Aqiila
Lex Scientia Law Review Vol 3 No 1 (2019): Quo Vadis Protection of Women in Indonesia: Law Enforcement Practices and Theorie
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lesrev.v3i1.30727

Abstract

Article 7 paragraph (1) Law no. 1 of 1974 concerning Marriage provides that the minimum age for marriage for men is 19 years while for women is 16 years. In the explanation, this aims to maintain the health of husband and wife and offspring. However, the minimum age limit for marriage for women that has been set is contrary to Law no. 35 of 2014 concerning Child Protection which stipulates that a child is someone who is not yet 18 years old. So that makes Article 7 paragraph (1) Law No. 1 of 1974 is discriminatory and has the potential to violate the constitutional rights of girls with the occurrence of child marriage. Constitutional Court Decision No. 22/PUU-XV/2017 states that Article 7 paragraph (1) of Law no. 1 of 1974 has no permanent legal force and gives the legislature 3 years to formulate new norms. If this time period has passed, the minimum age limit for marriage will be harmonized with the age limit for children in Law no. 35 of 2014. The purpose of this study is to describe legal protection for women through setting a minimum age limit for marriage. The research method used is normative research with statutory, conceptual and case approaches.
Analysis of Lawsuit Against the Factual Action which Conducted by Military after Law Number 30 Year 2014 Concerning Government Administration Wahyu Purnomo; Rr. Herini Siti Aisyah; Thoriq Mulahela; Xavier Nugraha
Unram Law Review Vol 4 No 1 (2020): Unram Law Review (Ulrev)
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ulrev.v4i1.107

Abstract

The enactment of law Number 30 of 2014 on Government Administration has caused a paradigm shift under development of state administration decision (in short term known as KTUN). By virtue of article 87 of Law number 30 year 2014, KTUN was not only on the written form, but it can also be a factual act. This causes a change in the absolute competence of lawsuit on factual actions taken by the government from the district administrative court (PTUN). It is arises a question whether Article 87 of Law number 30 year 2014 also applies to claims for factual actions committed by the military. The formulation of problems in this research are 1) The position of a lawsuit against factual actions committed by the military before Law number 30 year 2014 and 2) the claim position against factual actions committed by the military after Law Number 30 Year 2014. This research is a doctrinal research by using a statute approach and conceptual approach. The result of the analysis found that the KTUN paradigm have change under Law number 30 year 2014, which does not affect the absolute competence of lawsuits for factual actions carried out by military, though a government were excluded as mentioned on Article 2 of Law Number 9 of 2004 on Amendments of Law Number 5 of 1986 concerning State Administrative Court. It was confirmed under Article 87 of Law 30/2014, which grammatically states that the only changes to the KTUN are those in Law 51/2009, Law 10/2004, and Law 5/1986. The application of lex specialist pictured under the act number 30 year 2014 which regulated the administrative decision by the government, however concerning the military only regulated under the act number 31 year 1997. Further, the absolute competence on handling the legal factual action by the military since the implementation of law number 30 year 2014 is still held in the district court.
Analisis Skuter Listrik Sebagai Kendaraan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Hukum Normatif Xavier Nugraha; Luisa Srihandayani; Kexia Goutama
Simbur Cahaya VOLUME 27 NOMOR 2, DESEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.03 KB) | DOI: 10.28946/sc.v27i2.1041

Abstract

Perkembangan kendaraan saat ini tidak hanya fokus pada pengembangan kendaraan yang efisien, namun juga fokus menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan yang kemudian dikenal sebagai green vehicle. Salah satu contoh green vehicle adalah electronic scooter atau skuter listrik yang mulai bermunculan di Indonesia. Bersamaan dengan kemunculannya, posisi skuter listrik sebagai kendaraan menimbulkan pertanyaan di benak berbagai pihak yakni apakah skuter listrik termasuk dalam kategori kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor, sebab hal ini akan berimplikasi pada penentuan hak dan kewajiban bagi penggunanya. Tulisan ini akan membahas lebih lanjut kedudukan serta hak dan kewajiban skuter dengan menggunakan metode hukum normatif serta pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil analisis menunjukan bahwa berdasarkan penafsiran ekstensif dan sosiologis kedudukan dari skuter listrik adalah sebagai kendaraan tidak bermotor. Hal ini dengan melihat fakta bahwa meski tenaga listrik lebih sering digunakan, namun dalam keadaan tertentu seperti habisnya baterai dan kondisi jalan atau cuaca tak memungkinkan, skuter listrik membutuhkan tenaga manusia. Terkait dengan hak dan kewajiban bagi pengguna skuter listrik, saat ini ketentuan yuridis hanya mewajibkan penggunaan jalur khusus sehingga pengguna skuter listrik berhak mendapat jalur khusus tersebut untuk digunakan, meski di masa mendatang mungkin dibutuhkan beberapa hak dan kewajiban lainnya bagi pengguna skuter listrik agar lebih memenuhi standar keamanan bagi pengguna.
PERLINDUNGAN HUKUM VARIETAS LOKAL INDONESIA TERHADAP TINDAKAN BIOPIRACY OLEH PENELITI ASING Ave Maria Frisa Katherina; Xavier Nugraha; Arinni Dewi Ambarningrum
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 17, No 2 (2020): SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.393 KB) | DOI: 10.35973/sh.v17i2.1530

Abstract

Indonesia sebagai surga keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia setelah Brazil, menjadikan Indonesia rawan sebagai objek biopiracy oleh peneliti asing. Kasus Peneliti LIPI serta Kasus Shiseido menjadi bukti bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia belum memberikan perlindungan yang optimal serta menjamin kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Dalam melakukan penelitian ini, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia telah memberikan perlindungan hukum terhadap varietas lokal atas tindakan biopiracy yang dilakukan oleh peneliti asing? dan 2) Apakah Pemulia tanaman yang melakukan biopiracy dapat dilegitimasi untuk mendapatkan hak Perlindungan Varietas Tanaman? Metode penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang berupa pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian yang didapatkan adalah Indonesia belum membentuk undang-undang yang secara sui generis mengatur mengenai biopiracy, namun untuk saat ini telah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang secara implisit menentang praktik-praktik biopiracy.
ANALISIS KEDUDUKAN KETERANGAN KORBAN TERKAIT KEJAHATAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM LINGKUNGAN KELUARGA: SEBUAH ANTINOMI ANTARA HUKUM MATERIL DENGAN FORMIL Peter Jeremiah Setiawan; Xavier Nugraha; Michael Enrick
Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Vol 9 No 1 (2020): (January-June)
Publisher : Jurusan Hukum Tatanegara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/ad.v9i1.14761

Abstract

Kejahatan terhadap harta kekayaan merupakan kejahatan yang dapat pula terjadi dalam lingkup keluarga. Kejahatan terhadap harta kekayaan dalam lingkup keluarga sendiri secara materiil merupakan tindak pidana yang memiliki aturan yang lebih khusus dan spesifik dalam Pasal 367 dan Pasal 376 KUHP, dimana Kejahatan yang dilakukan dalam lingkup keluarga tersebut merupakan delik aduan. Kedudukannya sebagai delik aduan telah secara khusus menempatkan keluarga sebagai korban sebagai acuan terhadap proses penegakan hukum kejahatan terhadap harta kekayaan. Pentingnya keluarga selaku korban dan pengadu sebagai aspek penting yang ditetapkan hukum materiil tersebut nyatanya tidak dianut hukum formil dalam penegakannya. Berbeda dengan KUHP yang menempatkan keluarga sebagai aspek penting dalam kekhususan kejahatan terhadap harta kekayaan dalam lingkup keluarga, Pasal 168 KUHAP justru memberikan ancaman terhadap nilai pembuktian keterangan yang diberikan oleh saksi yang memiliki hubungan keluarga dengan pelaku. Antinomi yang ada diantara hukum materiil dan formil ini selanjutnya melandasi dua masalah hukum, yaitu mengenai kedudukan keterangan saksi dalam pembuktian hukum pidana di Indonesia dan kedudukan keterangan korban terkait kejahatan terhadap harta kekayaan dalam lingkungan keluarga di Indonesia.
Co-Authors Abidin, Izzah Khalif Raihan Adelina, Alya Agus Widyantoro Ahmad Ardhiansyah Ahmad Muzakki Alam Subuh Fernando Alfredo, Juan Maulana Alip Pamungkas Alip Pamungkas Raharjo Alya Adelina Alya Anira Al’Azza, Nadya Eka Amalia Amilah Fadhlina Angelia, Alissa Answendy, Putri Riska Ardhana Christian Noventri Ardhana Christian Noventri Arinni Dewi Ambarningrum Arjuna, Gio Atiqoh Farhan Maulani Ave Maria Frisa K Ave Maria Frisa Katherina Bagus Oktafian Abrianto Budi, Kukuh Pramono Budianto, Anneta Cornelia Budisusanto, Eko Christina Ella Yonatan Citi Rahmati Serfiyani Dania Shofi Maziyah Daniel Julian Tangkau Danmadiyah, Shevierra Darmawan, Monica Caecilia Desak Ayu Gangga Sitha Dewi Dinda Ajeng Puspanita Dinda Silviana Putri Dinda, Giovanni Dita Elvia Kusuma Putri Dita Elvia Kusuma Putri Dwiana Martanto Eka Widi Astuti Elma Putri Tanbun Elma Putri Tanbun Emely Laurentius, Melva Ezra Tambunan Ezra Tambunan Faizal Kurniawan Farid Ibrahim Fariz Rachman Iqbal Febrian Dirgantara Felany, Patricia Inge Felicia, Stefania Arshanty Fernando, Alam Subuh Firmansyah, Ridho Ghansham Anand Gio Arjuna Putra Gio Arjuna Putra Giovanni Dinda Cahyawati Hadiwidjayanti, Rizky Haidar Adam Harmanto, Toni Hartono, Julienna Heru Irianto Heru Irianto Indah Permatasari Kosuma Insiyah, Sayyidatul Iqbal Fauzurrahman Iqbal, Fariz Rachman Izzaty, Risdiana Izzaty, Risdiana Jennifer Moniq Sutanto Jihan Anjania Aldi John Eno Prasito Putra Joni Eko Waluyo Juan Maulana Alfedo Julienna Hartono Kadek Anda Gangga Putri Kartika Widya Utama Kexia Goutama Krisna Angela Krisna Darari Hamonangan Putra Krisna Murti Kusuma Wardani Raharjo Luisa Srihandayani Luisa Srihandayani M Imron Rosyadi M. Adib Akmal Hamdi M. Syaiful Aris Marchethy Riwani Diaz Marzul Afiyanto Mas Rahmah Maulia Madina Melati Ayu Pusparani Melva Emely Laurentius Michael Enrick Moch. Marsa Taufiqurrohman Moch. Marsa Taufiqurrohman Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohamad Syaiful Aris Mohammad Syaiful Aris Muhammad Mashuri Nasri, Muhammad Rizky Febrianto Natasha Caecilia Lisanggraeni Rositaputri Nathanael Grady Nina Amelia Novita Sari Nina Amelia Novita Sari Patricia Inge Felany Patricia Inge Felany Peter Jeremiah Setiawan Peter Jeremiah Setiawan Pradnya Wicaksana Prawitra Thalib Purnamawadita, Baiq Elma Putri Saraswati Putri, Annida Aqiila Putri, Annida Aqiila Putri, Dita Elvia Kusuma Putri, Dita Elvia Kusuma Qona’aha Noor Maajid Rahmat , Nur Ezan Rahmat, Nur Ezan Ramadhan, Febriansyah Ramadhanti, Syifa Regita Nathalia, Angeline Ridho Firmansyah Risdiana Izzaty Risdiana Izzaty Risdiana Izzaty Rizki Firmansyah Rizki Istighfariana Achmadi Rosa Ristawati Rosyadi, Julianda Rr. Herini Siti Aisyah S., Bryan Owen Sabdo Adiguno Safira Noor Ramadhanty Sahadewa, Anak Agung Gede Ananta Wijaya Sayyidatul Insiyah Sayyidatul Insiyah Septiningrum, Shintya Yulfa Serfiyani, Citi Rahmati Shevierra Danmadiyah Shevierra Danmadiyah Shintya Yulfa Shintya Yulfa Septiningrum Silaen, Yohana Apriliani Christianta Siti Latifah Sri Winarsi Stefania Arshanty Felicia Stefania Arshanty Felicia Sudirman Sudirman Sumardji Suparto Wijoyo Syifa Ramadhanti Syifa Ramadhanti Tanbun, Elma Putri Taufiqurrohman, Moch. Marsa Thoriq Mulahela Tonic Tangkau Trisadini Prasastinah Usanti Ulfa Septian Dika Vincentius Sutanto Wahyu Purnomo Wibisono, Angelica Milano Aryani Wibisono, Angelica Milano Aryani Wibisono, Berardus Bilyarto Wibowo, Widyanti Wicaksana, Pradnya Widyaningrum, Sigmawati Widyanti Wibowo Windy Agustin Windy Agustin Yulida, Devi Yuni Lathifah Yunia Utami Indah Haloho