Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Genetic diversity of egg-carrying bunting, Adrianihcthys oophorus (Kottelat, 1990) endemic species of Lake Poso Central Sulawesi using truss morphometrics and sequens of cytochrome c oxidase subunit I gene (COI) Wartono Hadie; Meria Tirsa Gundo; Lies Emmawati
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 17 No 3 (2017): October 2017
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v17i3.363

Abstract

Endemic fish acts as an indicator of a unique and useful fish species population as a key species in conservation efforts. Egg-carrying Buntingi (Adrianichthys oophorus) is an of endemic fish species in Poso Lake that needs to be protected from extinction.This study aims to evaluate the morphometric and molecular diversity of rono fish as a basis in the endemic fish conservation strategy. The samples of fish are collected from three populations, namely Tolombo, Taipa, and Ten-tena. A total of 30 fish collected samples from each location are morphometrically measured using the truss morpho-metric method and analyzed applying principle component analysis. The fish samples are molecularly analyzed DNA sequencing using COI. The result of the analysis shows that rono fish populations in Poso lake morphometrically and molecularly have different diversity. In morphometrics, there are 12 characters which are the basic characters of three rono fish populations (p> 0.05), as many as three characters will become characters adapting to an environment (p< 0.05), and 11 characters have adapted to an each environments (p< 0.01). The results of the morphometric and mole-cular analysis between the three populations are appearing synchronous. The Tentena population is different from other populations, showing a significant difference in DNA level. The implication of the results of this study indicates that the rono fish conservation strategy can be adopted by restoring the total gene pool. Gene pool recovery can be con-ducted through cross-breeding of three different populations, resulting in gene flow and increased fitness that will keep the population of rono fish as a sustainable endemic species. Abstrak Ikan endemik berperan sebagai indikator suatu populasi jenis ikan yang unik dan bermanfaat sebagai spesies kunci da-lam upaya konservasi. Ikan rono (Adrianichthys oophorus) adalah jenis ikan endemik di Danau Poso yang perlu dilin-dungi dari ancaman kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman morfometrik dan molekuler ikan rono sebagai dasar dalam strategi konservasi ikan endemik tersebut. Sampel ikan dikoleksi dari tiga populasi, ya-itu populasi dari Tolombo, Taipa, dan Tentena. Sampel ikan sebanyak 30 ekor dari masing-masing lokasi diukur secara morfometrik menggunakan metode truss morphometric dan dianalisis dengan analisis komponen utama. Secara mole-kuler sampel ikan dianalisis sekuensing DNA menggunakan gen cytochrome C oxidase subunit 1 (COI). Hasil analisis menunjukkan bahwa populasi ikan rono di Danau Poso secara morfometrik dan molekuler memiliki keragaman yang berbeda. Secara morfometrik terdapat 12 karakter yang menjadi karakter dasar tiga populasi ikan rono (p> 0,05), seba-nyak tiga karakter akan menjadi karakter yang beradaptasi terhadap lingkungan (p < 0,05) dan 11 karakter telah bera-daptasi dengan lingkungan (p< 0,01). Hasil analisis morfometrik dan molekuler antar ketiga populasi terlihat sinkron. Populasi Tentena secara morfometrik dan molekuler terpisah dengan populasi lainnya yang berarti memiliki perbedaan nyata pada tingkat DNA dan morfometrik. Implikasi hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa strategi konservasi ikan rono dapat dilakukan dengan memulihkan kembali keragaman gen total (gen pool). Pemulihan gen pool dapat dila-kukan melalui perkawinan silang antar tiga populasi yang berbeda, sehingga terjadi aliran gen dan meningkatkan fitness yang akan menjaga populasi ikan rono sebagai jenis endemik tetap lestari.
PENGARUH PEMBERIAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN METODE YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus) Asep Permana; Alimuddin Alimuddin; Wartono Hadie; Agus Priyadi; Rendy Ginanjar
Jurnal Riset Akuakultur Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.642 KB) | DOI: 10.15578/jra.13.2.2018.123-130

Abstract

Pertumbuhan ikan botia tergolong lambat, memerlukan waktu sekitar enam bulan untuk mencapai ukuran komersial (panjang total 4-5 cm). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons pertumbuhan benih ikan botia yang diberi hormon pertumbuhan ikan kerapu (rElGH) melalui tiga metode yaitu: perendaman, oral, dan kombinasi perendaman dan oral. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Dosis rElGH melalui perendaman yaitu 1,2 mg/L diberikan pada larva umur tujuh hari, sedangkan dosis secara oral yaitu 30 mg/kg pakan dan diberikan pada benih umur tiga bulan. Ikan dipelihara dalam akuarium sistem resirkulasi (80 cm x 40 cm x 25 cm) dengan kepadatan 5 ekor/L selama pemeliharaan tiga bulan pertama dan 1 ekor/L selama pemeliharaan periode tiga bulan kedua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi perendaman dan oral memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi sebesar 12,04% dibandingkan kontrol. Perlakuan ini juga meningkatkan level ekspresi insulin-like growth factor-1/ IGF-1 sebesar 29,37% dibandingkan kontrol.The growth of Clown Loach is slow. It takes about six months to reach the market size (4-5 cm total body length). This study aimed to evaluate the growth response of Clown Loach treated with recombinant giant grouper growth hormone (rElGH) delivered by three different methods: immersion, oral, and the combination of immersion and oral. A completely randomized design was used as the experimental design and each treatment was replicated three times. The immersion method used rElGH dose of 1.2 mg/L on seven-day-old larvae, while oral treatment used 30 mg rElGH/kg feed on the three-month-old juvenile. The fish were reared in a closed recirculation tank (80 cm x 40 cm x 25 cm) at a density of 5 fish/L for the first three months, and 1 fish/L for the second three months of rearing period. The result showed that the combination of immersion and oral treatments produced a higher growth rate of 12.04% compared to control treatment. Those treatments also increased insulin-like growth factor-1/IGF-1 expression level about 29.37% compared to the control.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA IKAN NILA BERDAYA SAING Lies Emmawati Hadie; Endhay Kusnendar; Bambang Priono; Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi; Wartono Hadie
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 10, No 2 (2018): (November) 2018
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.47 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.10.2.2018.75-85

Abstract

Kontribusi perikanan budidaya termasuk ikan nila terhadap ekonomi perikanan dan ekonomi nasional, menunjukkan nilai strategis dengan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan mencapai 99,72. Khususnya kontribusi komoditas nila mencapai 30,72 % dari total produksi ikan bersirip nasional tahun 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi jangka pendek yang diperlukan adalah penerapan tehnik budidaya yang efisien pada komoditas nila unggul merupakan kebutuhan mendesak untuk mencapai produktivitas yang kompetitif. Strategi jangka menengah yang perlu dipertimbangkan adalah pemanfaatan tambak darat untuk budidaya nila sebagai upaya perluasan lahan budidaya selain kolam dan karamba jaring apung yang telah eksis. Kebutuhan induk unggul nila dapat di produksi secara massal melalui beberapa brodstock center milik pemerintah maupun perusahaan swasta yang telah beroperasi. Antisipasi kebijakan dalam merespon Inpres No.7 Tahun 2016 adalah pengembangan industri pakan ikan skala kecil dan pemanfaatan induk unggul dalam perspektif pertumbuhan dan perluasan yang mencakup dua aspek kebijakan sebagai berikut : (a) Pengembangan produksi berbasis potensi pasar yang dikomplemen dengan perbaikan sistem budidaya ikan, dan (b) Pengembangan inovasi kelembagaan dan sistem insentif dalam mendukung ketersediaan dan akses sarana produksi utama pada usaha budidaya nila skala kecil. The contribution of aquaculture including tilapia to fishery economy and national economy shows strategic value with Fisheries Term of Trade reaching 99.72. Especially the contribution of tilapia commodities reaches 30.72% of the total national finned fish production in 2015.Result of the analysis showed that application of efficient cultivation techniques to superior tilapia commodities is a short-term strategy to achieve competitive productivity. The medium-term strategy is the use of terrestrial ponds for tilapia cultivation as an effort to expand cultivation land in addition to ponds and floating net cages that already exist. The needs of superior tilapia parents can be mass produced through several government broodstock centers and private companies that have been operating. Anticipation of policies in responding to Presidential Decree No.7 of 2016 is the development of small-scale fish feed industry and utilization of superior broodstock in the perspective of growth and expansion which includes two aspects of policy as follows : (a) Development of market-based potential production that is complemented by improved fish farming systems; and (b) Development of institutional innovations and incentive systems in support of availability and access to key production facilities on small-scale tilapia aquaculture.