Salah satu tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) adalah tindak pidana korupsi, sehingga upaya dalam pemberantasannya juga perlu cara yang luar biasa pula dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat, khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum. Namun semangat itu sepertinya hanya seruan saja, karena sampai saat ini kasus tindak pidana korupsi menunjukkan tren peningkatan yang sangat signifikan bahkan melibatkan semua lini birokrasi. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Sanksi Pencabutan Hak Politik dan Denda Maksimal Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dengan studi melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195 K/Pid.Sus/2014. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaturan sanksi pidana pencabutan hak politik dan denda maksimal dalam hukum pidana Indonesia dan bagaimanakah perspektif Hak Asasi Manusia terhadap sanksi pidana pencabutan hak politik dan denda maksimal terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Jenis penelitian ini adalah normatif yang mengacu pada norma hukum dan peraturan perundang-undangan, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses dengan menggunakan sumber data sekunder yang dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan yang dianalisa dengan metode deduktif dan kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa pidana pencabutan hak politik dan denda maksimal seperti pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195 K/Pid.Sus/2014, telah diatur dalam konsepsi hukum pidana Indonesia baik dalam KUHP maupun Undang-Undang Pemberantasan Tipidkor, namun pada konteks tidak adanya limitasi pencabutan hak adalah bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 KUHP maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Untuk itu, diperlukan adanya produk hukum dengan muatan sanksi yang lebih berat dari yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang mampu mewujudkan tujuan pemidanaan agar pelaku tindak pidana korupsi jera dan orang/pejabat lain tidak melakukan perbuatan yang sama dikemudian hari dengan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.