Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ZAKAT PERTANIAN MENUJU KELUARGA PEDULI ZAKAT DI DUSUN JINTAP, KABUPATEN PONOROGO Mohammad Ghozali; Affrizal Berryl Dewantara; Ahmad Zakky Nasyiruddin; Muhammad Tamliqon; Lukman Hakim; Ahmat Muzaeni Arif Effendi
Khadimul Ummah Vol 1, No 2 (2018): Mei
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.059 KB) | DOI: 10.21111/ku.v1i2.2494

Abstract

Potensi zakat yang melimpah ini sebagai umat Islam dengan Ketentuan minimum wajib zakat (nishab) untuk zakat pertanian. Kajian Zakat pertanian menuju keluarga peduli zakat di Dusun Jintap, Desa Wonoketro, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo merupakan upaya penyadaran kewajiban zakat pertanian atas muzakki petani. Pelaksanaan zakat pertanian di Dusun Jintap ini sebenarnya sudah dilaksanakan cukup lama akan tetapi pelaksanaannya masih dirasa kurang maksimal. Metode kajian ini dengan observasi dan wawancara dan pendampingan melalui penyuluhan kesadaran berzakat dan  dianalisis dengan teknik kualitatif deskriptif. Hasil luaran yang diperoleh di dalam pengabdian kreatifitas mahasiswa sebuah buku panduan zakat pertanian dalam Islam, “Keluarga Peduli Zakat di Dusun Jintap, Desa Wonoketro, Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo” secara umum untuk membantu masyarakat Dusun Jintap untuk menyadari akan potensinya dalam zakat pertanian, peningkatan terhadap muzakki pertanian.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 005/PUU-IV/2006 (BERDASARKAN ASAS NEMO JUDEX IDONEUS IN PROPRIA CAUSA DAN PRINSIP ISTIQLAL QADHA) achmad Arif; Affrizal Berryl Dewantara
Ijtihad Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.028 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v13i2.3540

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUUIV/2006 yang menguji Undang-Undang Komisi Yudisialberkenaan dengan frasa “Hakim dan Hakim Konstitusi”mengundang perdebatan. Permohonan pengujian UU inidiajukan oleh Hakim Agung yang merasa dirugikan hakkonstitusionalnya dengan adanya pengawasan dari KomisiYudisial. Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaganegara yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untukmenguji undang-undang menerima permohonan ini danmengadilinya hingga putusan. Namun langkah yang diambilMahkamah Konstitusi ternyata menimbulkan pelanggaranasas peradilan yang berlaku di Indonesia yakni asas bahwahakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitan dengandirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa).Sebagai upaya islamisasi hukum, Islam sebagai agama yangkomprehensif juga mengatur mengenai prinsip kehakimandisebut dengan prinsip istiqlal qadha. Maka penulis berusahamenganalisis langkah Hakim Konstitusi menerima perkaraini dari sudut pandang hukum dan hukum Islam. daripenelitian ini menunjukan langkah yang dilakukan HakimKonstitusi dengan melanggar asas Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kandungan dari Putusan No.005/PUUIV/2006 dari asas nemo judex idoneus in propria causaSelanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadanya.PSelanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadanya.utusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUUIV/2006 yang menguji Undang-Undang Komisi Yudisialberkenaan dengan frasa “Hakim dan Hakim Konstitusi”mengundang perdebatan. Permohonan pengujian UU inidiajukan oleh Hakim Agung yang merasa dirugikan hakkonstitusionalnya dengan adanya pengawasan dari KomisiYudisial. Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaganegara yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untukmenguji undang-undang menerima permohonan ini danmengadilinya hingga putusan. Namun langkah yang diambilMahkamah Konstitusi ternyata menimbulkan pelanggaranasas peradilan yang berlaku di Indonesia yakni asas bahwahakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitan dengandirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa).Sebagai upaya islamisasi hukum, Islam sebagai agama yangkomprehensif juga mengatur mengenai prinsip kehakimandisebut dengan prinsip istiqlal qadha. Maka penulis berusahamenganalisis langkah Hakim Konstitusi menerima perkaraini dari sudut pandang hukum dan hukum Islam. daripenelitian ini menunjukan langkah yang dilakukan HakimKonstitusi dengan melanggar asas Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui kandungan dari Putusan No.005/PUUIV/2006 dari asas nemo judex idoneus in propria causa.1 Dosen Fakultas Syariah Prodi Perbandingan Madzhab universitas DarussalamGontor.2 Mahasiswa Fakultas Syariah Prodi Perbandingan Madzhab universitasDarussalam Gontor.Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/Puu-Iv/2006...170 Volume 13 Nomor 2, September 2019Selanjutnya penulis berusaha meninjau langkah HakimKonstitusi dalam menerima perkara tersebut dari prinsipprinsipistiqlal qadha.Hasil peradilan diatas bukan tanpasebab, namun karena Mahkamah Konstitusi sebagai satusatunyalembaga negara yang diberi kewenangan oleh UUD1945 maka Mahkamah Konstitusi memilih melanggar asasbahwa hakim tidak boleh mengadili kasus yang berkaitandengan dirinya sendiri dari pada asas hakim tidak bolehmenerima perkara yang diajukan kepadanya. Berdasarkanasas hakim harus menerima perkara yang diajukan kepadanya(ius curia novit) maka MK menerima dan mengadili kasusini. Dalam pandangan istiqlal qadha hal ini juga bukan suatupelanggaran karena Islam memandang hakim sebagai orangyang memiliki kompetensi tertentu yang mampu berijtihad,memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukankepadany