Articles
Ragam Manfaat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lamk.) bagi Masyarakat
Wahyudi Isnan;
Nurhaedah Muin
Buletin Eboni Vol 14, No 1 (2017): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (387.422 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5096
Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu jenis HHBK yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan. Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang mudah dibiakkan karena tidak memerlukan perawatan yang intensif dan memiliki toleransi kekeringan yang tinggi. Dengan sifat tersebut, tanaman kelor memungkinkan untuk dibudidayakan pada lahan-lahan marginal untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Selain itu berbagai bagian tanaman kelor mengandung nutrisi yang baik dan bermanfaat secara luas pada berbagai bidang seperti: pangan, kesehatan, kecantikan dan lingkungan, sehingga sangat wajar jika mendapat julukan Tree For Life. Perubahan pola hidup masyarakat menjadikan tanaman kelor sebagai pangan tradisional cenderung ditinggalkan oleh sebagian masyarakat. Sebab itu, informasi terkait ragam manfaat tanaman kelor perlu disosialisasikan pada masyarakat agar dapat dioptimalkan budidaya dan pemanfaatannya.
Kajian Tingkat Kekeruhan Sungai Latuppa Sebagai Sumber Air Bersih Kota Palopo
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 13, No 2 (2016): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (310.54 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5086
Perubahan penutupan dan penggunaan lahan serta intensitas curah hujan yang tinggi akan berakibat erosi dan dapat menyebabkan kualitas air sungai menurun, terutama pada tingkat kekeruhan air. Sungai Latuppa merupakan salah satu sumber air bersih bagi masyarakat Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, terindikasi mengalami penurunan kualitas sumber bahan baku air bersih setiap tahunnya. Tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi umumnya pada musim hujan. Tingkat kekeruhan air Sungai Latuppa tertinggi mencapai 10.374 NTU (Nephelometric Turbidity Units), sedangkan dalam mengolah air baku menjadi air bersih, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Palopo hanya dapat mengolah air dengan tingkat kekeruhan maksimum 600 NTU. Akibat tingkat kekeruhan air yang tinggi, produksi air bersih di Kota Palopo seringkali menurun hingga 40%. Kenyataan ini menjadi masalah bagi penyediaan kebutuhan air bersih bagi masyarakat kota Palopo dengan kebutuhan mencapai 700 liter per detik.
Kajian Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) Mapili Provinsi Sulawesi Barat
Wahyudi Isnan;
Hasnawir Hasnawir
Buletin Eboni Vol 14, No 2 (2017): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (545.472 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5102
Kompleksitas dan dinamika yang terjadi dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) semakin meningkat dan beragam. Kondisi ini terjadi akibat intervensi manusia ataupun proses alami yang mengakibatkan tekanan terhadap daya dukung DAS. Tulisan ini memuat kajian daya dukung DAS dengan suatu studi di DAS Mapili Provinsi Sulawesi Barat. Kajian daya dukung DAS Mapili berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai. Berdasarkan kajian tersebut, DAS Mapili dikatagorikan sebagai DAS yang dipulihkan daya dukungnya dengan nilai 108,75. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa DAS Mapili memerlukan suatu peningkatan pengelolaan DAS yang lebih baik terutama pada penanganan tingkat lahan kritis, tingkat erosi, koefisien rejim aliran, koefisien aliran tahunan, dan indeks penggunaan air.
Kebijakan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Penggunaan Lahan dan Perubahan Tata Guna Lahan Kehutanan (LULUCF)
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 15, No 1 (2018): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (489.516 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5118
Komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional sampai tahun 2030 ditindak-lanjuti dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Sektor lahan sebagai sektor yang paling besar menghasilkan emisi perlu diatur dengan kebijakan yang tepat. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait emisi GRK dari sektor lahan antara lain kebijakan Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan moratorium izin pembukaan lahan hutan dan gambut. Namun, dalam pelaksanaannya kebijakan-kebijakan tersebut menemui beberapa kendala. Oleh karena itu, diperlukan beberapa penyempurnaan dalam kebijakan tersebut, sehingga tata kelola hutan dan gambut menjadi lebih baik yang berakibat pada penurunan emisi GRK. Perpanjangan moratorium pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan negara, pemulihan lahan gambut yang terdegradasi, penerapan program konservasi energi, serta melakukan langkah-langkah mitigasi terhadap perubahan iklim diharapkan dapat menurunkan emisi GRK.
Kelembagaan Petani Sutera di Kabupaten Soppeng
Nurhaedah Muin;
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 15, No 1 (2018): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (398.073 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5137
Usaha sutera alam di Kabupaten Soppeng melibatkan dua kelembagaan pada tingkat petani yaitu kelembagaan pada aspek budidaya dan kelembagaan pada aspek pengolahan kokon. Kedua lembaga saling bekerja sama dalam mendukung pengelolaan sutera alam. Berbagai program pemerintah dalam peningkatan produk sutera alam yang mensyaratkan akses melalui kelompok, mendorong perlunya dibentuk kelembagaan pada tingkat petani, dalam hal ini kelompok tani. Meskipun, dalam perjalanannya kebanyakan kelompok tani yang terbentuk memiliki peran yang terbatas, dalam mengakses program dari pemerintah dan pihak terkait. Namun, pada dasarnya kelompok tani dapat memperluas peran dalam mendukung peningkatan produksi kokon dalam pengembangan usaha sutera alam, tetapi kelompok tani perlu memiliki komitmen bersama antar anggota dan pengurus. Untuk itu, kelompok tani yang sudah terbentuk baik pada aspek budidaya maupun pengolahan kokon perlu dibina dan diberdayakan, agar kelompok yang ada dapat berfungsi optimal dalam mendukung upaya peningkatan produksi kokon.
Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
Nurhaedah Muin;
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 13, No 2 (2016): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (334.866 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5082
Usaha persuteraan alam merupakan kegiatan yang telah lama digeluti sebagian masyarakat di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng. Ada yang menjadikan sebagai mata pencaharian utama dan ada pula yang sampingan. Seiring dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi, maka hadirnya beberapa permasalahan mengakibatkan pola pengusahaan sutera alam berkembang sesuai dengan kondisi usaha ini. Sebagian masyarakat masih menjadikan sebagai mata pencaharian utama yang dipadukan dengan usaha lain, namun ada pula yang menjadikan sebagai mata pencaharian sampingan karena beberapa alasan. Beberapa tipologi budidaya yang berkembang di masyarakat antara lain usaha budidaya murbei sekaligus budidaya ulat sutera, tetapi ada pula yang hanya budidaya ulat dengan menjalin kerja sama dengan pemilik tanaman murbei. Pada tipologi produksi, ada yang terhenti pada produksi kokon, tetapi adapula yang melanjutkan dengan pengolahan kokon menjadi benang. Demikian pula pada tipologi pemasaran terdapat petani yang memasarkan kokon ataupun benang secara individu dan ada pula yang memasarkan secara kolektif melalui kelompok dengan menjalin kerja sama dengan pihak industri. Ragam tipologi pengusahaan sutera alam di wilayah ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi pengelolaan dan pengembangan persuteraan alam ke depan.
Kesediaan Membayar Pengunjung Sebagai Dasar Pengelolaan Wisata Alam Berkelanjutan
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 14, No 2 (2017): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (442.287 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5107
Aktivitas wisata alam dapat mengakibatkan dampak ekologis dan sosial yang merugikan jika tidak diatur dengan benar. Hal ini mendorong munculnya gagasan untuk menjaga keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan dengan dukungan pendanaan dari konsumen jasa lingkungan. Dukungan dana dari konsumen wisata alam dapat didentifikasi dari kesediaan membayar. Nilai kesediaan membayar per individu bervariasi, selain dipengaruhi oleh selera dan preferensi, juga dipengaruhi oleh berbagai karakteristik sosial dan ekonomi pengunjung. Jumlah penerimaan negara dari kawasan konservasi masih sangat jauh dari ideal untuk mendanai pengelolaan konservasi. Biaya pengelolaan konservasi hanya mampu dipenuhi oleh Pemerintah sebesar 0,56% dari biaya pengelolaan konservasi yang ideal. Namun, pengelolaan kawasan konservasi, khususnya kawasan wisata alam di Indonesia dengan anggaran yang jauh dari ideal, dapat ditingkatkan melalui kerjasama dengan pihak swasta, sehingga diharapkan dapat terwujud pengelolaan wisata alam yang berkelanjutan.
Karakteristik dan Preferensi Pengunjung Wisata Alam Bantimurung
Wahyudi Isnan
Buletin Eboni Vol 13, No 1 (2016): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (369.751 KB)
|
DOI: 10.20886/buleboni.5078
Industri pariwisata saat ini cenderung pada wisata yang berorientasi pada lingkungan. Salah satu kawasan wisata alam yang terdapat di Sulawesi Selatan adalah kawasan wisata alam Bantimurung yang termasuk dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kawasan wisata alam Bantimurung menawarkan objek wisata air terjun, sungai untuk kegiatan river tubing, goa batu, bukit karst, flora dan fauna. Keadaan segmen pasar wisata alam yang beragam mengakibatkan pengelola wisata alam tidak melayani satu segmen pasar potensial sehingga diperlukan pemasaran sasaran. Informasi terkait karakteristik dan preferensi pengunjung kawasan wisata alam Bantimurung diperlukan sebagai bahan pertimbangan pengelola untuk menentukan segmen pasar potensial pengunjung kawasan wisata alam Bantimurung.