Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search
Journal : Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)

REDESAIN PEMUKIMAN KUMUH GANG MARLINA BERBASIS KARAKTERISTIK MBR Samuel Freddy Sihite; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12357

Abstract

One of the problems of the urban population, especially in Indonesia is the growth of MBR (Low-Income People). The living environment of MBR itself has many problems, one of which is the quality of life. One way to improve the quality of life of MBR is by structuring a healthy residential environment. However, economic limitations MBR is something that must be considered in the design of the residential environment. Therefore, we need an adequate but affordable MBR settlement system and method. This research raises the issue of MBR in the Muara Baru area, North Jakarta. The Marlina Modular Social Housing Project in Muara Baru is one of the efforts to overcome these problems. Modular housing systems, natural energy utilization and material selection are used to reduce and streamline costs. On the other hand, the characteristics of MBR, namely social strength are also applied in buildings so that these settlements still have characteristics MBR. Thus, the combination of cost savings and the application of social power is expected to become a model for MBR settlements that can improve MBR's own welfare.    Keywords:  ecology; environment; housing; low-income people Abstrak Salah satu problem penduduk perkotaan, terutama di Indonesia adalah pertumbuhan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).  Lingkungan tempat tinggal MBR sendiri memiliki banyak permasalahan, salah satunya adalah kualitas hidup. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup MBR adalah dengan penataan lingkungan pemukiman sehat.  Namun keterbatasan ekonomi MBR menjadi hal yang harus diperhatikan dalam desain lingkungan pemukiman.  Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah sistem dan metode pemukiman MBR yang memadai namun tetap terjangkau.  Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang MBR di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara. Proyek Perumahan Sosial Modular Marlina di Muara Baru adalah salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.  Sistem pemukiman modular, pemanfaatan energi alam dan pemilihan material digunakan untuk menekan dan mengefisiensikan biaya.  Di sisi lain, karateristik MBR yaitu kekuatan sosial juga diterapkan dalam bangunan sehingga pemukiman ini tetap memiliki karakteristik MBR.  Sehingga, kombinasi penghematan biaya dan penerapan kekuatan sosial ini diharapkan dapat menjadi model pemukiman MBR yang dapat meningkatkan kesejahteraan MBR sendiri.
REVITALISASI HUNIAN KAMPUNG NELAYAN BERBASIS PADA KEHIDUPAN KESEHARIAN NELAYAN Ryan Hartadi Hiumawan; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12355

Abstract

This article learns about the revitalization of the fishing village residential area. As a village area, fishing villages have many problems ranging from villages that continue to grow organically, to housing conditions that tend to be unfit. In the process of improving the quality of the fishermen's housing, we have been made various efforts, starting from provisioning flats and so on. However, this effort tends to only focus on providing mass residential areas without paying attention to the characteristics of the fishermen. This fishing village revitalization project in Kalibaru Area is designed to be an option in providing more decent residential for fishermen with deep attention to the fishermen's characteristics and daily activities. This projects also  providing various programs and facilities based on the fishermen's needs, both their daily and work-related needs, to get various things that suit the needs of fishermen, this research uses qualitative methods based on the daily behavior of fishermen in Kalibaru. The design process of this projects began with the behavior of fishermen's life which next was explored deeper by exploring through various sources from the internet and related literature. It aims to produce buildings and programs under the context and needs of fishermen and the village area itself. Several programs are being tried in this project, such as fish market, dock, food court, and so on. The exciting village atmosphere is also trying to be presented by leaving the vertical circulation open as if it were an alley in the village. This project might build a vertical village area that is more comfortable and liveable, so the village can be a sustainable inhabited area. Keywords: characteristics; fishermen;  fishermen behavior; fishermen’s village; residential. Abstrak Artikel ini mempelajari tentang revitalisasi kawasan hunian kampung nelayan. Sebagai sebuah kawasan kampung, kampung nelayan memiliki banyak permasalahan mulai dari pemukiman yang tumbuh secara organik, hingga kondisi hunian yang cenderung tidak layak. Dalam proses dan usaha peningkatan kualitas hunian para nelayan, telah dilakukan berbagai usaha mulai dari penyediaan rusun dan lain sebagainya. Namun usaha ini cenderung hanya berfokus pada penyediaan hunian secara massal tanpa memperhatikan karakteristik kehidupan nelayan itu sendiri. Proyek revitalisasi kampung nelayan di kawasan Kalibaru ini dirancang untuk menjadi opsi penyediaan hunian yang lebih layak bagi nelayan dengan tetap memperhatikan karakteristik dan aktivitas sehari-hari nelayan. Selain melakukan penyediaan hunian, proyek ini juga berusaha menghadirkan berbagai program dan fasilitas berdasarkan pada kebutuhan nelayan baik dalam kehidupan sehari hari maupun yang mendukung pekerjaannya, untuk mendapatkan berbagai hal yang sesuai dengan kebutuhan nelayan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berbasis pada perilaku keseharian nelayan Kalibaru. Proses perancangan pada proyek ini diawali dari perilaku kehidupan nelayan kemudian dieksplorasi lebih dalam dengan menggali lapisan kehidupan nelayan melalui berbagai sumber di internet dan literatur terkait.  Hal ini bertujuan agar desain bangunan serta program yang dihasilkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan nelayan serta kawasan kampung nelayan. Beberapa program yang coba dihadirkan pada proyek ini seperti pasar ikan, dermaga, pujasera, dan lain sebagainya. Suasana kampung exciting juga berusaha dihadirkan dengan membiarkan sirkulasi vertikal terbuka seolah adalah gang di perkampungan.   Sehingga diharapkan Proyek ini dapat menjadi sebuah kawasan kampung vertikal yang nyaman untuk ditinggali dan bersifat lebih liveable dan dapat menjadi sebuah kawasan berhuni yang berkelanjutan.
PUSAT INFORMASI TURIS DI KAMPUNG BATIK BABAGAN LASEM BERBASIS ECO-BATIK Natalia Lie Leonard; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12468

Abstract

This article examines the provision of tourism development facilities in Babagan Batik Village as a tourist information center. Ecological issues are the focus of this research. Kampung Batik Babagan is a home-based batik industry center with scattered batik production houses. This area does not yet have an information center as a forum for tourists to get complete information about the Babagan area. The Babagan Lasem Batik Village Tourist Information Center is designed as an ecological architectural solution in creating an eco-batik ecosystem and as a forum to accommodate and educate tourists and the public regarding information on the historical and cultural values of the Babagan area that are in accordance with the local environmental context. It is hoped that this project can improve the economy of local communities whose main livelihood is from batik by taking into account the impact on the environment. The literature studies used include ecological architecture, eco-batik, textile dyes, and the batik process in Lasem. The research method used is exploratory descriptive method, location and site analysis. From the results of the analysis, the building in the site is divided into two masses according to the function of the activities in it. The roof of the building uses a jurai roof as an adjustment to the tropical climate. The interior of the building is designed to allow interaction between visitors and the exterior is decorated with ornaments that characterize Babagan Batik Village. Keywords:  batik; ecolgy; education; information.AbstrakArtikel ini meneliti tentang penyediaan fasilitas pengembangan pariwisata di Kampung Batik Babagan sebagai pusat informasi turis. Isu ekologis menjadi konsentrasi dalam penelitian ini. Kampung Batik Babagan merupakan sebuah pusat industri batik rumahan dengan letak rumah produksi batik yang tersebar. Di kawasan ini belum memiliki pusat informasi sebagai wadah bagi turis untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang kawasan Babagan. Pusat Informasi Turis Kampung Batik Babagan Lasem dirancang sebagai solusi arsitektur ekologis dalam menciptakan ekosistem eco-batik dan menjadi wadah untuk mengakomodasi serta mengedukasi turis dan masyarakat mengenai informasi nilai sejarah dan budaya dari kawasan Babagan yang sesuai dengan konteks lingkungan setempat. Diharapkan proyek ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. Kajian literatur yang digunakan meliputi, arsitektur ekologis, eco-batik, zat pewarna tekstil, dan proses pembatikan di Lasem. Metode penelitian yang digunakan, yaitu metode deskriptif eksploratif, analisis lokasi dan tapak. Dari hasil analisis tersebut, bangunan dalam tapak dibagi menjadi dua massa sesuai dengan fungsi kegiatan di dalamnya. Atap bangunan menggunakan atap jurai sebagai penyesuaian dengan iklim tropis. Bagian interior bangunan didesain agar terjadi interaksi antar pengunjung dan pada eksterior diberi ornamen yang mencirikan Kampung Batik Babagan.
REKREASI EDUKASI KULINER SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN SUNTER Priscilla Lauren Samuel; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22075

Abstract

The construction of the Jakarta International Stadium in an area which is predominantly residential area is an initial boost which is predicted to affect the surrounding area to develop and slowly change the function of the land into an economic center in North Jakarta. However, this has not been synchronized with the economic improvement in the surrounding area. Architectural handling is carried out through an urban acupuncture method approach, which is to analyze urban areas of pain and then inject a new synthesis into the area in the hope that a small change can contribute to a healing impact on the area. After exploring further, culinary education recreation is an option to be built in one of the vacant lands which is less than one kilometer from the Jakarta International Stadium. Recreation as an attractive program visited by tourists, education as a harmony because the Sunter area has many educational and culinary buildings is one of the potentials of the surrounding community that can be utilized and improved in order to grow. Culinary education recreation is expected to be one of the pioneers of alignment so that around the JIS area can continue to be developed and built so as to make Sunter an economic center in North Jakarta. Keywords:  educational; culinary; recreation; urban acupuncture Abstrak Dibangunnya Jakarta Internasional Stadium di kawasan yang mayoritas merupakan area pemukiman menjadi pendongkrak awal yang diprediksikan akan mempengaruhi area sekitarnya untuk berkembang dan perlahan mengubah fungsi lahan menjadi pusat ekonomi di Jakarta Utara. Namun hal ini belum diselaraskan dengan peningkatan ekonomi di wilayah sekitarnya. Penanganan secara arsitektural yang dilakukan yaitu melalui pendekatan metode urban akupuntur, yaitu menganalisa secara urban titik-titik sakit kemudian menyuntikan sintesis baru ke titik daerah tersebut dengan harapan suatu perubahan kecil dapat berkontribusi memberi dampak sembuh pada kawasannya. Setelah menelusuri lebih lanjut maka rekreasi edukasi kuliner menjadi pilihan untuk dibangun di salah satu lahan kosong yang jaraknya kurang dari satu kilometer dari Jakarta Internasional Stadium. Rekreasi sebagai program yang menarik dikunjungi oleh wisatawan, edukasi sebagai keselarasan karena kawasan Sunter memiliki banyak bangunan pendidikan dan kuliner adalah salah satu potensi masyarakat sekitar yang dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya agar semakin berkembang. Rekreasi edukasi kuliner diharapkan dapat menjadi salah satu pelopor penyelaras agar sekitar kawasan JIS dapat terus dikembangkan dan dibangun sehingga menjadikan Sunter sebagai pusat ekonomi di Jakarta Utara.
PERANCANGAN RUANG PUBLIK KREATIF DI DUTA MAS FATMAWATI Verrel Moalim; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22076

Abstract

In the 2000s the Duta Mas Fatmawati area was a "live" area and crowded with visitors, but now it looks deserted. Many shophouses are abandoned and abandoned by their residents. Several things that affect this condition, one of which is the construction of MRT stations and tracks in 2013. This development makes access difficult because many roads have to be closed during the construction process, causing congestion and difficulty in getting parking. this causes the interest of visitors to be lost. Even after the completion of the MRT construction, the Duta Mas Fatmawati area has not shown a significant increase. Many things affect it, such as arid areas and lack of greenery, roads with potholes due to former construction and frequent traffic jams and floods at certain points. A small-scale intervention using the urban acupuncture method is needed that is able to solve environmental problems while also being a water catchment area in the form of a creative public space that utilizes the MRT and the many bus stop points in the Duta Mas Fatmawati area. The existence of this creative public space, of course, in addition to solving existing problems in the Duta Mas Fatmawati area, is also an attraction that can attract tourists from other areas and of course can accommodate and improve the economy of the surrounding community. Keywords:  Urban Acupuncture; Creative Public Space; Retail Abstrak Pada tahun 2000-an kawasan Duta Mas Fatmawati merupakan kawasan yang “hidup”dan ramai pengunjung, namun sekarang kondisinya terlihat sepi. Banyak ruko-ruko yang terbengkalai dan ditinggalkan oleh penghuninya. Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi ini salah satunya adalah dibangunnya stasiun dan lintasan MRT pada tahun 2013. Pembangunan ini menyebabkan akses menjadi sulit karena banyak jalan yang harus ditutup selama proses pembangunan sehingga menimbulkan kemacetan dan sulit mendapatkan parkir. Hal ini menyebabkan minat pengunjung menjadi hilang. Setelah selesainya pembangunan MRT pun kawasan Duta Mas Fatmawati masih belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Banyak hal mempengaruhinya seperti daerah yang gersang dan kurang penghijauan,  jalan yang berlubang akibat bekas pembangunan dan sering terjadi kemacetan serta banjir pada titik-titik tertentu. Diperlukan sebuah intervensi skala kecil menggunakan metode akupunktur perkotaan yang mampu menyelesaikan masalah lingkungan selain itu juga menjadi daerah resapan air yang berupa ruang publik kreatif yang memanfaatkan MRT dan banyaknya titik pemberhentian bus pada daerah Duta Mas Fatmawati. Keberadaan ruang publik kreatif ini tentunya selain menyelesaikan masalah yang ada pada kawasan Duta Mas Fatmawati juga menjadi atraktor yang dapat menarik wisatawan dari daerah lain dan tentunya  dapat mewadahi dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
PROSES PENGOLAHAN HASIL LAUT DI KAMAL MUARA: DIVERSIFIKASI OLAHAN IKAN, KULINER, DAN REKREASI Richard Jaya Saputra; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22077

Abstract

Kamal Muara is a coastal area of North Jakarta known for it’s busy harbor in 1960. At Kamal Muara, fishing boats land around the river, which empties into the north coast, forming a fishing village known for it’s Bugis solid culture. However, as the coastal areas of North Jakarta develop, the port of Kamal Muara and Kampung Nelayan has stagnated due to competition with neighboring ports such as Muara Angke and the negative impact of the development of Reclamation Island on the fishers' economy. Now the Fisherman's Village has developed into Rainbow Village along with the development of Kamal Muara into a tourist destination. Seeing the stagnation of the Kamal Muara area, a small-scale intervention using the urban acupuncture method is needed. This method analyzes regional factors and determines strategic steps to renew and rehabilitate the area. By utilizing the potential of Kamal Muara in the form of diversity in fishing catches and strategic locations on the transit route to the Thousand Islands, a marine product processing plant will be developed with the main function as a fish processing workshop and seafood restaurant. This location's development aims to improve the economy by providing employment opportunities, facilitating and diversifying local fish processing businesses, and providing recreational and culinary facilities that support the development of Kamal Muara as a tourist area. This design will be a step in reviving the Kamal Muara area. Keywords: Diversify; Culinary; Fish Processing; Recreation; Urban Acupuncture Abstrak Kamal Muara merupakan daerah pesisir Jakarta Utara yang dikenal dengan pelabuhan yang cukup ramai pada tahun 1960. Di pelabuhan Kamal Muara perahu-perahu nelayan mendarat di sekitar kali yang bermuara di pantai utara, membentuk perkampungan nelayan yang dikenal dengan budaya Bugis yang kental. Namun seiring berkembangnya daerah pesisir Jakarta Utara, daerah pelabuhan Kamal Muara dan Kampung Nelayan mengalami stagnasi, dikarenakan kompetisi dengan pelabuhan sekitar seperti Muara Angke dan dampak negatif pengembangan Pulau Reklamasi terhadap perekonomian nelayan. Kini Kampung Nelayan telah berkembang menjadi Kampung Pelangi seiring dengan perkembangan daerah Kamal Muara menjadi daerah wisata. Melihat stagnasi kawasan Kamal Muara, maka diperlukan intervensi skala kecil dengan metode akupunktur perkotaan. Metode ini dilaksanakan dengan menganalisa faktor kawasan dan menentukan langkah-langkah strategis yang akan memperbaharui dan merehabilitasi kawasan. Dengan memanfaatkan potensi kawasan berupa keberagaman tangkapan nelayan serta lokasi strategis pada jalur transit pengunjung menuju Kepulauan Seribu, maka akan dikembangkan lokasi pengolahan hasil laut dengan fungsi utama sebagai workshop pengolahan ikan dan restoran laut. Pengembangan lokasi ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan menyediakan lapangan kerja, memfasilitasi dan melakukan diversifikasi usaha pengolahan ikan setempat serta menyediakan fasilitas rekreasi dan kuliner yang mendukung perkembangan Kamal Muara sebagai daerah wisata. Perancangan ini menjadi langkah dalam menghidupkan kembali kawasan Kamal Muara.
RUANG KOMUNAL DAN REKREASI SEBAGAI TEMPAT KETIGA PADA KAWASAN KEBONDALEM Vanessa Laura Susilo Hermanto; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22078

Abstract

Kebondalem area is one of the old areas which was famous as a center of activity, especially shopping in the city of Purwokerto. Before it was known as a shopping center area, Kebondalem area was famous for its type C bus terminal. The shift in the function of the terminal to shops in 1982, caused this area to become increasingly crowded and dense with shops or stalls to meet the needs of the surrounding communities. However, visitor interest in the area has decreased due to intense economic competition with other areas. The decrease in visitor interest has resulted in this area being left behind with sensitive points of social and physical degradation, such as shops that are starting to close, lack of places to carry out activities, and there are many abandoned facilities and buildings. This degradation event requires an urban acupuncture approach to overcome it. Based on the analysis of the surroundings, this area is surrounded by various kinds of facilities such as educational, office and other commercial facilities. However, with so many educational and office facilities around this area, there is no public space such as third place program as a connection between facilities, such as communal, entertainment or recreational facilities in the center of this area. Therefore, the addition of communal, entertainment or recreation programs as a third place can be a one way to revive this area by applying third place as a concept. Keywords: Communal Space; Recreation; Third Place; Urban Acupuncture Abstrak Kawasan Kebondalem merupakan salah satu kawasan lama yang terkenal sebagai pusat kegiatan khususnya perbelanjaan di kota Purwokerto. Sebelum menjadi kawasan pusat perbelanjaan, kawasan Kebondalem terkenal karena adanya terminal bus tipe C. Adanya pergeseran fungsi terminal menjadi pertokoan pada tahun 1982, menyebabkan kawasan ini menjadi semakin ramai dan padat akan pertokoan atau kios-kios untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Namun, minat pengunjung pada kawasan tersebut menurun karena persaingan ekonomi yang ketat dengan area lain. Menurunnya minat pengunjung tersebut mengakibatkan kawasan ini tertinggal dengan adanya titik-titik degradasi sosial maupun degradasi fisik, seperti pertokoan-pertokoan mulai tutup, kurangnya tempat untuk melakukan aktivitas, serta banyaknya fasilitas atau bangunan yang terbengkalai. Kejadian degradasi ini memerlukan pendekatan akupunktur perkotaan dalam mengatasinya. Berdasarkan analisis sekitar, kawasan ini dikelilingi oleh berbagai macam sarana fasilitas seperti fasilitas pendidikan, perkantoran dan komersial lainnya. Namun dengan banyaknya fasilitas pendidikan dan perkantoran di sekitar kawasan ini, tidak ada program tempat publik seperti tempat ketiga sebagai penghubung antar fasilitas seperti sarana komunal, hiburan atau rekreasi pada pusat kawasan ini. Maka dari itu, dengan penambahan program ruang berupa komunal, hiburan atau rekreasi sebagai tempat ketiga dapat menjadi salah satu cara untuk menghidupkan kembali kawasan ini dengan menerapkan aspek-aspek konsep tempat ketiga.
PEMANFAATAN FOOD LOSS UNTUK MENANGANI KRISIS PANGAN MELALUI ASPEK ARSITEKTURAL DI JAKARTA Audrey Octaviani; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24301

Abstract

Food is one of the main basic needs and must be fulfilled by humans at all times. However, over time, food that has been stored for too long experiences a decrease in quality and eventually becomes food waste. It should be noted that 40% of the total waste in Indonesia is food waste (SIPSN, 2022). Based on data obtained from the databox in 2022, the City of DKI Jakarta is one of the highest producers of food waste in Indonesia, of which 2/3 comes from food loss. While food loss itself is food that is discarded before it reaches the consumer due to a decrease in quality and is still suitable for consumption. This continuous increase in the prevalence of food waste then triggers global warming that is happening in the world, where food waste contributes around 8-10% of carbon emissions. On the other hand, there is still a food crisis experienced by the number of people who tend to belong to the lower middle-class economy, which then exacerbates the problem of nutrition (stunting) in DKI Jakarta (FAO, 2021). This research examines the use of food loss to deal with food crises that occurred in Indonesia, especially in DKI Jakarta. The phenomenological method was used in this study as a solution to the problem, namely by capturing the phenomenon of increased food waste due to food loss, which was then linked to the phenomenon of nutritional problems in the form of stunting due to the food crisis that occurred in Jakarta. Thus, the main objective of this study is to propose an architectural solution. The results of this research are expected to be a solution to environmental and humanitarian problems, as well as to raise public awareness in the city of Jakarta. Keywords: decline in food quality; food crisis; food loss; food waste; stunting Abstrak   Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama yang mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia di setiap saat. Namun seiring berjalannya waktu, pangan yang telah disimpan terlalu lama mengalami penurunan kualitas hingga akhirnya menjadi sampah makanan. Perlu diketahui bahwa 40% dari total sampah yang terdapat di Indonesia merupakan sampah makanan (SIPSN, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari databoks pada tahun 2022, Kota DKI Jakarta menajadi salah satu penghasil sampah makanan tertinggi di Indonesia, yang 2/3 nya berasal dari food loss. Sementara food loss sendiri merupakan makanan yang dibuang sebelum mencapai konsumen akibat penurunan kualitas, dan sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Peningkatan prevalensi sampah makanan secara terus menerus ini kemudian memicu pemanasan global yang terjadi di dunia, dimana limbah makanan menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon. Pada sisi lain, masih terdapat krisis pangan yang dialami oleh sejumlah masyarakat yang cenderung tergolong pada ekonomi kelas menengah ke bawah, yang kemudian memperburuk permasalahan gizi (stunting) di DKI Jakarta (FAO, 2021). Penelitian ini mengangkat pemanfaatan food loss untuk menangani krisis pangan yang terjadi di Indonesia, khususnya pada DKI Jakarta. Metode fenomenologi digunakan pada penelitian ini sebagai penyelesaian masalah, yaitu dengan menangkap fenomena peningkatan sampah makanan akibat food loss, yang kemudian dihubungkan dengan fenomena permasalahan gizi berupa stunting akibat krisis pangan yang terjadi di Jakarta. Maka, tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengusulkan penyelesaian secara arsitektural. Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan lingkungan dan kemanusiaan, serta menjadi penyadaran masyarakat di Kota Jakarta.  
SIMULASI GERAK TERHADAP PENGARUH RUANG PADA PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN TENAGA KERJA PENYANDANG TUNADAKSA Jonathan Nabasa Sinaga; Samsu Hendra Siwi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24302

Abstract

The need for employment is still difficult for the people of Indonesia, especially for people who have physical limitations, which leads to unemployment and discrimination against them. In 2022 DKI Jakarta Province has 410,585 residents (BPS) who do not have a job (unemployed). The workforce in Indonesia is still dominated by low-skilled workers. The high unemployment rate in Jakarta is caused by the large number of untrained human resources or workers. Untrained human resources are caused by several factors such as an unsupportive economy, inequality between workers, and lots of competition between job seekers. The purpose of this research is to accommodate people with disabilities and the community with disabilities as a layer of society in Indonesia who need jobs to prepare them to have jobs. This study used a qualitative method by conducting a literature review, especially related to the theory of architectural empathy and principles of behavior for persons with disabilities. This study also conducted an analysis of the space requirements needed for persons with disabilities with disabilities as a place for workforce development. The concept of the influence of space on motion stimulation is one of the efforts to provide comfort for disabled users in conducting workforce training. Keywords: affordance; space ; physical disability; workforce Abstrak Kebutuhan lapangan kerja dan diskriminasi terhadap kaum disabilitas masih terasa di masyarakat Indonesia, hal ini diakibatkan karena masih banyaknya pengangguran terutama pada kaum disabilitas. Kaum disabilitas terdapat beberapa jenis; Tunadaksa, Tunarungu, Tunanetra, Tunalaras, dan Tunagrahita. Pada penelitian ini mengangkat permasalahan tentang lapangan pekerjaan untuk kaum disabilitas Tunadaksa. Arsitektur sebagai disiplin ilmu sangat terkait dalam menjawab aspek keruangan yang terkait dengan kaum disabilitas dan ruang geraknya untuk penyediaan fasilitas pelatihan dan pengembangan tenaga kerja terutama penyandang tunadaksa. Penelitian ini bertujuan memberikan wadah untuk pelatihan dan pengembangan tenaga kerja tunadaksa berdasarkan simulasi gerak. Oleh karena itu metode yang dipakai adalah kualitatif dengan melakukan penelusuran kajian pustaka, terutama  fenomenologi, affordance dan prinsip - prinsip perilaku bagi penyandang disabilitas, sehingga akan mendapatkan desain yang sesuai dengan kebutuhan disabilitas. Hasil dari penelitian ini berupa desain yang menjawab kebutuhan disabilitas tunadaksa pada ruang pelatihan dan pengembangan tenaga kerja berdasarkan ruang geraknya. Konsep pengaruh ruang terhadap stimulasi gerak merupakan salah satu usaha dalam memberikan kenyamanan bagi pengguna penyandang tunadaksa dalam melakukan pelatihan tenaga kerja.